Hasil dan Pembahasan Rancangan Proses Penyimpanan CO

5.2. Hasil dan Pembahasan Rancangan Proses Penyimpanan CO

2

5.2.1. Hasil Identifikasi Lapangan Minyak Bumi dan Gas Alam

Hasil identifikasi terhadap profil lapangan migas di Kab. Indramayu dan Majalengka hingga tahun 2004, seperti ditunjukkan pada Tabel 9 dan 10, menunjukkan sebaran lapangan minyak bumi sebanyak 20 lapangan. Lapangan Jatibarang merupakan lapangan yang paling produktif, dan beberapa lapangan lainnya sudah berhenti berproduksi, yaitu Cemara Selatan Blok Turun, Sindang Blok Turun, Sindang Sari, Sukatani dan Tanjung Sari. Khusus untuk gas alam, menunjukkan sebaran lapangan sebanyak 20 lapangan, dengan Jatibarang sebagai lapangan yang paling produktif, dan beberapa lapangan yang sudah berhenti berproduksi, yaitu Malendong, Sindang Sari, Sukatani dan Tanjung Sari. Pemilihan lapangan migas ini sesuai dengan hasil identifikasi DPE-LPPM 2003, yang memberikan batasan dalam penyaringan kriteria lapangan migas. Lapangan tidak ekonomis atau tidak produktif didasarkan pada kategori laju produksi yang kecil dan sisa cadangan yang sudah sedikit, yaitu: a. Laju produksi minyak 3 barrel per hari, atau 10.000 barrel per tahun. b. Sisa cadangan minyak lapangan 1 juta barrel. Hasil identifikasi DPE-LPPM 2003 tersebut di atas dapat memberikan klasifikasi bahwa suatu lapangan dapat bernilai marjinal atau tidak, baru bisa ditentukan setelah analisis keekonomian dilakukan, namun demikian nilai ekonomi suatu lapangan dapat ditentukan secara kasar berdasarkan penilaian terhadap laju produksi dan sisa cadangannya. Laju produksi dan sisa cadangannya yang semakin besar, dapat menjadikan nilai ekonomi lapangan tersebut semakin besar pula, dan sebaliknya jika laju produksi dan sisa cadangannya semakin sedikit, maka lapangan tersebut dapat dinilai sebagai lapangan marjinal. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat pula diketahui profil cadangan migas yang telah terambil, produksi per tahun, produksi kumulatif dan sisa cadangan dari lapangan minyak bumi dan gas alam. Berdasarkan batasan kriteria dan klasifikasi tersebut di atas, maka pada tahap awal diharapkan dapat terpilih lapangan minyak bumi dan gas alam di Kabupaten Indramayu dan Majalengka yang sesuai dan potensial dalam penerapan metode EOR.

5.2.2. Hasil Identifikasi Sebaran Sumur Tidak Produktif

Hasil identifikasi terhadap sebaran sumur per lapangan di Kab. Indramayu dan Majalengka hingga tahun 2004, seperti ditunjukkan pada Tabel 11. Hasil identifikasi menunjukkan jumlah sebaran sumur minyak bumi dan gas alam yang produktif sebanyak 191 sumur dan sumur tidak produktif sebanyak 219, serta jenis fluida yang terkandung di dalam lapangan minyak bumi dan gas alam. Pemilihan sumur ini sesuai dengan hasil identifikasi DPE-LPPM 2003, yang memberikan metode penyaringan dan klasifikasi sumur tidak ekonomis atau tidak produktif agar dapat diaktifkan kembali dan bernilai ekonomi, yaitu: a. Sumur-sumur yang teridentifikasi tidak semuanya merupakan sumur produktif. Diantara sumur yang teridentifikasi diperoleh beberapa kasus seperti status sumur adalah dry well, yaitu sumur hanya menembus zona air sehingga tidak diperoleh minyak pada saat diproduksi kembali. b. Sumur produktif yang ditutup sementara idle tidak semuanya bernilai ekonomis karena faktor water cut yang tinggi. Sumur jenis ini diharapkan adalah sumur yang ditutup sementara, namun beberapa sumur ditutup karena sudah memproduksi 100 sehingga tidak masuk dalam kriteria. Hal ini diperkuat oleh pendapat Gunadi et al. 2005, bahwa kebanyakan dari lapangan minyak yang dikelola PT. Pertamina masih diperlakukan sebagai lapangan tua, dan minyak yang dihasilkan hanya dari tahap perolehan awal. Perolehan minyak yang lebih baik dari lapangan tua dapat diperoleh jika memiliki proyek jangka panjang, salah satunya dengan metode EOR. Beberapa kriteria penyaringan untuk memilih metode yang bisa diterapkan pada lapangan tertentu, yaitu berdasarkan ketersediaan minyak, karakteristik reservoir, sumber CO 2 dan prakiraan cadangan yang dapat dipulihkan. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat pula diketahui perkiraan sisa cadangan minyak bumi dan gas alam hingga tahun 2004. Luas sebaran sumur per lapangan, jenis formasi dan kedalaman formasi geologi setiap sumur tidak produktif pada masing-masing lapangan migas dapat pula diketahui. Berdasarkan kriteria tersebut di atas, maka diharapkan dapat terpilih sumur tidak produktif yang berpotensi menguntungkan untuk dimanfaatkan kembali.

5.2.3. Hasil Identifikasi Kandidat Lapangan EOR

Hasil identifikasi terhadap sebaran sumur tidak produktif di Kab. Indramayu dan Majalengka seperti ditunjukkan pada Tabel 12. Hasil indentifikasi menunjukkan 8 lapangan migas dan 102 sumur tidak produktif, yang dapat dikategorikan sebagai kandidat lapangan dan sumur EOR, yaitu Cemara Selatan Blok Turun, Gantar, Kandanghaur Barat, Pasir Catang, Sindang Sari, Sukatani, Waled Utara, Tugu Barat Bagian Barat, dan Jatibarang. Kandidat lapangan EOR tersebut selanjutnya disaring menjadi 4 kandidat lapangan EOR yang sesuai dengan kriteria karakteristik EOR, yaitu lapangan XC, XG, XT, dan XJ. Pemilihan keempat lapangan ini sesuai dengan hasil identifikasi DPE- LPPM 2003, yang memberikan batasan dalam kriteria penyaringan berdasarkan pada karakteristik laju produksi dan sisa cadangan migas, yaitu: a. Lapangan XC dipilih karena mempunyai laju produksi dan sisa cadangan migas dalam kategori sedang tidak rendah dan tidak pula tinggi. b. Lapangan XG dipilih karena mempunyai laju produksi dan sisa cadangan migas yang cukup tinggi. c. Lapangan XT dipilih karena memiliki laju produksi dan sisa cadangan migas yang rendah atau tinggal sedikit. d. Lapangan XJ dipilih karena memiliki laju produksi dan sisa cadangan migas yang sangat besar dan saat ini memiliki beberapa sumur migas yang sudah tidak aktif berproduksi atau tidak ekonomis. Hal ini diperkuat dengan hasil identifikasi Syahrial dan Bioletty 2007, bahwa tahap awal dalam penyaringan dan pemilihan setiap reservoir seharusnya memenuhi beberapa persyaratan untuk memastikan penyimpanan CO 2 yang aman dan optimal dengan menggunakan metode penyimpanan EOR. Kriteria tersebut adalah cadangan reservoir lebih dari 5 MMstb, kedalaman lebih dari 2.500 ft atau 762 m, BJ API gravity fluida lebih dari 35 API, tekanan reservoir lebih dari 1.800 psi dan tekanan rekah formasi kurang dari 0,8 psi. Berdasarkan batasan kriteria karakteristik tersebut di atas, maka diharapkan dapat terpilih lapangan dan sumur migas tidak ekonomis atau tidak produktif yang dapat memenuhi syarat kriteria sebagai lapangan dan sumur EOR potensial.

5.2.4. Hasil Identifikasi Sumur EOR Potensial

Hasil identifikasi terhadap 4 kandidat lapangan EOR, yaitu lapangan XC, XG, XT, dan XJ dapat diperoleh 97 sumur tidak produktif yang potensial sebagai sumur EOR, dengan sebaran terbanyak di lapangan XJ 87 sumur, di lapangan XC 2 sumur, di lapangan XG 4 sumur, dan di lapangan XT 4 sumur. Berdasarkan hasil penyaringat kriteria terhadap 97 sumur tersebut, selanjutnya dapat diperoleh 5 sumur EOR potensial, seperti ditunjukkan pada Tabel 13. Pemilihan kelima sumur ini sesuai dengan hasil identifikasi Green dan Willhite 1998, yang menunjukkan bahwa langkah pertama dalam memilih reservoir untuk injeksi dan penyimpanan CO 2 adalah mengidentifikasi karateristik geologi, batuan dan fluida reservoir. Parameter yang digunakan antara lain adalah temperatur, tekanan, gravity, viscosity, porosity, dan permeability. Hal ini sesuai dengan pendapat Marhaendrajana et al. 2004, bahwa dengan tidak adanya data core yang merepresentasikan reservoir yang menjadi target dalam suatu penelitian, dapat diatasi dengan melakukan analisis yang terintegrasi terhadap data log, well test dan produksi. Analisis ini dapat berkontribusi penting dalam proses deskripsi dan karakterisasi suatu reservoir. Pendapat serupa dinyatakan oleh Aprilian 2001, yang menyatakan bahwa dalam rekonstruksi pengendapan batuan karbonat, pertama adalah menganalisis sifat fisik batuan petrophysical analysis, seperti porositas, permeabilitas horizontal dan vertikal, densitas batuan, kurva tekanan kapiler, dan lain-lain. Kedua, melakukan analisis petrographic yang dapat memberikan data lebih detail lagi mengenai jaringan pori, tekstur, komposisi kimia, mineral, dan lain-lain untuk dapat memperkirakan proses-proses diagenesis yang terjadi. Hasil-hasil ini dapat diintegrasikan dengan hasil interpretasi data seismik, data logging, PVT, dan data sumuran lainnya seperti tekanan, dan produktivitas, dan selanjutnya membuat model geologi, reservoir, dan akhirnya dapat menentukan skenario produksi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa tidak semua sumur tidak produktif termasuk dalam sumur EOR potensial. Dengan batasan nilai karakteristik geologi, batuan dan fluida reservoir tersebut di atas, maka dapat terpilih sumur tidak produktif yang paling potensial dalam EOR.

5.2.5. Hasil Identifikasi Karakteristik Sumur EOR Potensial

Hasil identifikasi terhadap sebaran sumur tidak produktif pada 4 kandidat lapangan EOR, seperti ditunjukkan pada Tabel 14 dan 15, menunjukkan 5 sumur EOR yang sesuai dengan karakteristik geologi, batuan dan fluida reservoir sebagai sumur EOR, yaitu sumur XC-4, XG-1, XG-11, XT-27, dan XJ-140. Hasil identifikasi terhadap tekanan dan temperatur reservoir dari kelima sumur EOR potensial menunjukkan variasi nilai tekanan 1.408 - 2.580 psi dan temperatur 197 - 298 o C. Pengetahuan terhadap nilai tekanan dan temperatur reservoir sangat penting dalam tahap awal penyaringan dan pemilihan sumur EOR potensial, disebabkan dengan temperatur reservoir yang rendah memerlukan tekanan injeksi yang rendah pula, sehingga dengan kondisi demikian, maka proses pengembangan volume minyak dapat lebih besar diperoleh dengan injeksi CO 2 . Pemilihan tekanan dan temperatur ini sesuai dengan pendapat Holm dan Josendal 1974, bahwa pada suatu tekanan tertentu pengembangan volume minyak cenderung menurun oleh karena naiknya temperatur reservoir. Pendapat serupa ditunjukkan oleh Tissot dan Welte 1984, bahwa nilai temperatur reservoir pada saat proses injeksi CO 2 sebaiknya pada 175 - 280 o C, dan nilai tekanan reservoir pada 70 - 140 Mpa. Hal yang sama ditunjukkan oleh Green dan Willhite 1998, yang membatasi temperatur reservoir pada 28 - 120 o C, dan tekanan reservoir TTM dan tekanan rekah formasi. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XJ-140 memiliki nilai tekanan dan temperatur reservoir paling rendah, diikuti oleh sumur XG-1, sehingga kedua sumur tersebut bisa dikategorikan sebagai sumur EOR paling potensial dalam proses injeksi CO 2 . Hasil identifikasi selanjutnya dilakukan terhadap BJ fluida reservoir dari kelima sumur EOR, yang menunjukkan variasi nilai BJ API gravity dari 29,9 hingga 48,85 API. Pengetahuan terhadap nilai BJ sangat penting dalam mengidentifikasi karakteristik fluida di dalam reservoir, disebabkan dengan nilai BJ API yang lebih tinggi dapat menyebabkan BM hidrokarbon di dalam fluida reservoir menjadi semakin kecil, sehingga tekanan dan temperatur yang dibutuhkan dalam proses injeksi CO 2 ke dalam reservoir menjadi lebih rendah. Pemilihan BJ API gravity ini sesuai dengan pendapat Holm dan Josendal 1974, bahwa dengan nilai BJ API gravity yang tinggi maka berat molekul BM C 5 + menjadi makin kecil, sehingga tekanan tercampur minimum TTM antara CO 2 dan minyak menjadi lebih rendah. Hasil yang serupa ditunjukkan oleh Green dan Willhite 1998, yang menyatakan bahwa nilai BJ API gravity untuk immiscible CO 2 flooding berada pada batasan 12 - 25 API, dan untuk miscible CO 2 flooding berada pada batasan 25 - 48 API. Menurut Syahrial dan Bioletty 2007, nilai BJ API berada pada batasan 35 API. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XG-1 memiliki nilai BJ API gravity fluida yang paling tinggi, diikuti oleh sumur XG-11, dan XG-140. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diketahui bahwa dengan tekanan minimum dalam reservoir dari ketiga sumur tersebut dapat memudahkan dalam proses pencampuran CO 2 ke dalam fluida minyak reservoir. Hasil identifikasi selanjutnya dilakukan terhadap nilai viskositas fluida reservoir dari kelima sumur yang menunjukkan nilai viskositas antara 0,88 - 3,455 cp. Identifikasi terhadap nilai viskositas fluida reservoir penting untuk diketahui, disebabkan dengan nilai viskositas minyak yang lebih kecil, dapat mengakibatkan tekanan dan temperatur yang dibutuhkan dalam proses penyapuan CO 2 terhadap fluida reservoir menjadi lebih kecil. Berdasarkan kondisi tersebut di atas maka proses pencampuran antara CO 2 dan fluida minyak dapat berlangsung lebih baik di dalam reservoir. Pemilihan nilai viskositas ini sesuai dengan pendapat Simon dan Graue 1965, yang menyatakan bahwa nilai viskositas minyak yang rendah dapat mengakibatkan efisiensi penyapuan CO 2 terhadap minyak di dalam reservoir menjadi lebih baik. Pendapat tersebut diperkuat oleh hasil identfikasi Green dan Willhite 1998, yang menunjukkan bahwa nilai viskositas minyak agar dapat tercampur dengan CO 2 sebaiknya berada pada batasan nilai lebih besar dari 10 Cp. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XG-1 memiliki nilai viskositas yang paling rendah, diikuti oleh sumur XJ- 140. Berdasakan hal tersebut maka nilai viskositasi dari kedua sumur sangat sesuai dalam proses penyapuan dan pencampuran CO 2 ke dalam fluida reservoir. Hasil identifikasi selanjutnya dilakukan terhadap nilai porositas batuan dari kelima sumur yang menunjukkan nilai 0,14 - 0,28. Pengetahuan terhadap nilai porositas batuan penting untuk diketahui, disebabkan nilai porositas yang besar, menandakan kandungan fluida dalam batuan reservoir semakin besar pula. Pemilihan porositas ini sesuai dengan pendapat Holm 1959, bahwa efisiensi recovery minyak dapat semakin besar pada batuan pasir dengan nilai porositas pada butiran yang seragam. Hal ini diperkuat oleh Tissot dan Welte 1984, bahwa batasan nilai porositas berada pada kisaran antara 5 - 30, dan pada umumnya yang sering digunakan berada pada batasan nilai 15. Menurut Green dan Willhite 1998, nilai porositas sebaiknya tidak kritis. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XT-27 memiliki nilai porositas batuan yang paling tinggi, diikuti oleh sumur XG-1. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat diketahui bahwa kedua sumur tersebut memiliki kandungan fluida yang besar di dalam pori batuan reservoir. Hasil identifikasi selanjutnya dilakukan terhadap nilai permeabilitas batuan dari kelima sumur yang menunjukkan nilai 3,181 - 41,07. Pengetahuan terhadap nilai permeabilitas batuan reservoir penting untuk diketahui, disebabkan semakin besar nilai permeabilitas, maka CO 2 semakin mudah mendesak fluida dalam batuan, sehingga proses injeksi CO 2 ke dalam reservoir menjadi lebih baik. Pemilihan permeabilitas ini sesuai dengan pendapat Walker dan Dunlop 1965, bahwa kelarutan CO 2 dalam air formasi dapat menyebabkan penurunan derajat keasaman pH air formasi dari nilai pH 7 menjadi pH 3,3, sehingga CO 2 dapat melarutkan batuan karbonat di dalam reservoir, dan mengakibatkan permeabilitas batuan bertambah. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Tissot dan Welte 1984, yang menyatakan bahwa batasan nilai permeabilitas berada pada nilai lebih besar dari 10 mD, dan lebih diperjelas oleh Green dan Willhite 1998, bahwa nilai permeabilitas batuan diberi batasan nilai lebih besar dari 5mD. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XJ-140 memiliki nilai permeabilitas yang paling tinggi, diikuti oleh sumur XG-1. Berdasarkan kondisi tersebut maka dapat diketahui bahwa kedua sumur tersebut memiliki batuan yang mampu menerima injeksi CO 2 dengan baik.

5.2.6. Hasil Identifikasi Potensi Cadangan Migas Sumur EOR

Hasil identifikasi terhadap laju produksi dan sisa cadangan migas terhadap kelima sumur EOR potensial hingga tahun 2004 seperti ditunjukkan pada Tabel 17. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sumur XT-27 memiliki sisa cadangan minyak paling kecil, yaitu 167 Mstb, dan sumur XJ-140 memiliki sisa cadangan minyak paling besar, yaitu 53.252 Mstb. Hal ini menandakan bahwa telah terjadi penurunan laju produksi yang semakin tinggi, dan sisa cadangan migas yang semakin menipis. Berdasarkan kondisi tersebut maka penting untuk segera dilakukan langkah penginjeksian gas CO 2 pada kelima sumur EOR potensial, agar dapat mengembalikan produksi minyak bumi dan gas alam dari setiap sumur. Hal ini sesuai dengan pendapat Marhaendrajana et al. 2005, yang menyatakan bahwa water coning dan gas coning merupakan masalah yang perlu diantisipasi dan diatasi pada suatu reservoir minyak yang diproduksikan dari reservoir yang memiliki gas cap, water drive atau keduanya. Lapangan yang diproduksikan dari lapisan reservoir karbonat, dapat memiliki gas cap dan bottom-water drive , oleh karena reservoir karbonat dapat memiliki permeabilitas vertikal yang cukup besar, water coning dan terutama gas coning dapat terjadi lebih awal. Hal ini dapat membuat perolehan minyak bumi menjadi lebih rendah karena adanya mobilitas water dan terutama gas yang jauh lebih tinggi dari fluida minyak di dalam reservoir. Hal tersebut diperkuat oleh pendapat Syahrial dan Bioletty 2007, yang menyatakan bahwa metode slim-tube dapat digunakan untuk memprakirakan potensi perolehan minyak hasil injeksi gas CO 2 pada setiap sumur. Metode slim- tube bertujuan untuk mengetahui interaksi antara fluida di dalam reservoir dengan gas CO 2 agar bisa meningkatkan pertambahan perolehan minyak. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XJ-140 dan lapangan XJ adalah sumur dan lapangan yang paling potensial dalam penerapan proses injeksi gas CO 2 ke dalam reservoir dengan metode EOR. Hal ini disebabkan sumur dan lapangan XJ masih memiliki sisa cadangan minyak bumi yang cukup besar, sehingga sangat memungkinkan untuk dilakukan usaha pemanfaatan dan pengolahan migas hasil EOR di lapangan XJ.

5.2.7. Hasil Identifikasi Tekanan Reservoir dan Rekah Formasi

Hasil identifikasi terhadap tekanan reservoir dan tekanan rekah formasi dari kelima sumur EOR seperti ditunjukkan pada Tabel 16. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa sumur XG-1 memiliki tekanan reservoir dan tekanan rekah formasi paling rendah, diikuti oleh sumur XJ-140. Hal ini menandakan bahwa kedua sumur tersebut sudah memenuhi syarat dalam proses injeksi CO 2 , disebabkan nilai tekanan reservoir diatas tekanan rekah formasinya, dan kedalaman reservoir sudah memenuhi syarat sebagai tempat penginjeksian CO 2 . Tekanan rekah formasi dari kedua sumur dibawah 0,8 psift dan tekanan reservoir diatas 1.800 psi. Nilai tersebut merupakan nilai yang paling ideal dalam penerapan metode EOR-miscible CO 2 flooding pada sumur EOR potensial. Khusus untuk kedalaman reservoir pada kedua sumur menunjukkan nilai lebih dari 1.000 meter. Hal ini sesuai dengan pendapat Syahrial dan Bioletty 2007, bahwa kedalaman suatu reservoir dapat mempengaruhi nilai tekanan dan temperatur yang dibutuhkan dalam proses injeksi CO 2 ke dalam suatu reservoir. Kedalaman reservoir dapat berpengaruh terhadap metode injeksi CO 2 . Kedalaman kecil maka tekanan injeksi yang dikenakan terhadap reservoir juga kecil, karena dibatasi oleh tekanan rekah formasi. Tekanan minimum tercampurnya gas CO 2 ke dalam fluida reservoir dapat dicapai dengan batasan nilai tekanan yang sama untuk masing- masing reservoir EOR potensial, yaitu sebesar 1.800 psi dan tekanan rekah formasi dengan asumsi yang optimum sebesar 0,8 psift. Hal tersebut diperkuat oleh hasil identifikasi Green dan Willhite 1998, yang menyatakan bahwa tingkat kedalaman reservoir yang paling ideal adalah dibatasi hingga kedalaman lebih dari 2.500 ft atau 762 m. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai kedalaman reservoir, tekanan reservoir dan tekanan rekah formasi dari sumur XG-1 dan XJ-140 sudah memenuhi syarat dalam tahap awal penyaringan dan pemilihan sumur injeksi gas CO 2 . Karakteristik geologi, batuan dan fluida reservoir dari kedua sumur tersebut di atas juga sudah memenuhi syarat sebagai sumur EOR. Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka proses injeksi CO 2 ke dalam sumur XG-1 dan XG-140 sudah dapat dilakukan dengan baik.

5.2.8. Perhitungan Tekanan Tercampur Minimum Korelasi

Hasil identifikasi terhadap nilai temperatur reservoir dari sumur XG-1 dan XJ-140 menunjukkan bahwa nilai temperatur reservoir yang paling rendah adalah sumur XJ-140, yaitu 197 o F, jika dibandingkan dengan temperatur sumur XG-1, yaitu 211 o F. Berdasarkan kriteria temperatur reservoir tersebut, maka sumur XJ- 140 selanjutnya dapat terpilih sebagai sumur EOR yang paling potensial jika dibandingkan dengan sumur XG-1. Hal ini disebabkan dengan nilai temperatur reservoir yang rendah sudah dapat memungkinkan dan memudahkan dalam proses injeksi dan tercampurnya CO 2 ke dalam fluida minyak reservoir. Faktor kedalaman, tekanan, dan cadangan minyak dalam sumur XJ-140 juga sangat sesuai untuk penerapan metode EOR, seperti ditunjukkan pada Tabel 28. Tabel 28 Karakteristik sumur EOR DPE-LPPM 2003 dan Rahman 2005 No. Parameter XJ-140 XG-1 Syarat EOR √ 1. Depth ft 3.756,55 √ 3.428,467 2.500 feet 2. Temperature o F 197 √ 211 28 - 120 o C 3. Pressure psi 2.000 √ 2.235 1.800 psi 4. Gradien Pressure psi 0,6 √ 0,662 0,8 psi 5. Permeability mD 41,07 √ 21,55 5mD 6. Porosity 0,14 0,2 √ 0,05 - 0,3 7. BJ 60 o F API Gravity API 38,3 48,85 √ 35 API 8. Viscosity cp 1,057 0,88 √ 10 Cp 9. Cadangan Minyak MMstb 53.252 √ 167 5 Mstb Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka data input yang dipergunakan dalam perhitungan korelasi Yellig dan Metcalfe adalah data input temperatur reservoir dari sumur XJ-140, yaitu sebesar 197 o C. Nilai korelasi Yellig-Metcalfe dapat diketahui berdasarkan persamaan berikut: TTM pure = 1833,717 + 2,2518055 T + 0,01800674 T 2 - 103949,93T Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai TTM korelasi Yellig-Metcalfe dari minyak sumur XJ-140, adalah sebesar 2.497 psi. Nilai TTM korelasi sumur XJ-140 dapat pula diketahui berdasarkan grafik temperatur-TTM, seperti ditunjukkan pada Gambar 33. Gambar 33 Korelasi Yellig-Metcalfe Yellig dan Metcalfe 1982. Hal ini sesuai dengan pendapat Green dan Willhite 1998, yang menyatakan bahwa setelah mengidentifikasi karakteristik geologi, fluida dan batuan reservoir, maka langkah selanjutnya adalah memperkirakan nilai tekanan tercampur minimum TTM pada setiap reservoir dengan menggunakan beberapa korelasi standar yang sering digunakan. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat menggunakan dua jenis korelasi Yellig-Metcalfe dan Holm-Josendal yang sering digunakan untuk menghitung dan memperkirakan nilai dasar TTM berdasarkan pada nilai temperatur reservoir. Nilai TTM sangat tergantung pada komposisi dan gravitasi minyak, temperatur reservoir dan kemurnian purity CO 2 . Menurut Syahrial dan Bioletty 2007, berdasarkan nilai TTM dari korelasi Yellig-Metcalfe, maka nilai TTM korelasi Holm-Josendal selanjutnya dapat pula diketahui, yaitu lebih tinggi 300 psi jika dibandingkan dengan nilai TTM korelasi Yellig-Metcalfe, sehingga nilai TTM korelasi Holm-Josendal dapat diketahui adalah sebesar 2.797 psi. Nilai TTM korelasi Holm-Josendal-Mungan dari sumur XJ-140 dapat pula diketahui berdasarkan grafik temperatur-TTM Holm-Josendal- Mungan, seperti ditunjukkan pada Gambar 34. Gambar 34 Korelasi Holm-Josendal Holm dan Josendal 1980. Berdasarkan korelasi tekanan tercampur minimum dari Yellig-Metcalfe dan Holm-Josendal-Mungan tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa temperatur sumur XJ-140 mempunyai pengaruh yang besar terhadap nilai TTM dari CO 2 . Hal ini menandakan bahwa pencampuran gas CO 2 dengan fluida minyak reservoir di dalam sumur XJ-140 sudah bisa terjadi. Hal ini sesuai dengan pendapat Holm dan Josendal 1980, yang menyatakan bahwa pada harga temperatur tetap, dengan BM C 5 + yang makin besar, maka nilai TTM dari CO 2 dapat semakin besar. Hal ini menandakan bahwa untuk nilai temperatur yang makin tinggi, maka nilai TTM CO 2 akan semakin besar, baik untuk setiap BM C 5 + maupun untuk BM C 5 + yang semakin besar. Berdasarkan kondisi temperatur dan tekanan reservoir tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa nilai TTM korelasi dari fluida sumur XJ-140 sebesar 2.497 psi, sudah memenuhi syarat kriteria sebagai sumur EOR paling potensial jika dibandingkan dengan keempat sumur EOR potensial lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa proses penginjeksian CO 2 ke dalam sumur XJ-140 sudah dapat dilaksanakan dengan baik.

5.2.9. Penentuan Tekanan Tercampur Minimum CO

2 Hasil identifikasi terhadap nilai TTM fluida minyak bumi yang berasal dari lapangan XJ dengan menggunakan pengujian slim-tube pada tahun 2004, menunjukkan nilai TTM sebesar 2.589,7 psi. Penggunaan data hasil pengujian slim-tube tersebut di atas bertujuan untuk lebih memastikan proses tercampurnya fluida reservoir dan CO 2 di dalam reservoir. Berdasarkan data hasil pengujian slim-tube tersebut di atas, maka dapat pula diketahui perbandingan antara nilai TTM slim-tube dengan data hasil perhitungan TTM korelasi Holm-Josendal dan Yellig-Metcalfe sebelumnya, seperti ditunjukkan pada Tabel 29. Tabel 29 Perbandingan nilai TTM slim-tube dan korelasi Gunadi et. al 2005 Sumber Minyak TTM psi Korelasi Holm-Josendal Korelasi Yellig-Metcalfe Data Hasil Pengujian Slim-Tube XJ-140 2.797 2.497 2.589,7 Hasil identifikasi nilai TTM fluida tersebut di atas diperoleh dari hasil analisis Marhaendrajana et al. 2004, dan Gunadi et al. 2005, yang menyatakan bahwa nilai TTM fluida yang berasal dari lapangan XJ yang diperoleh dari hasil pengujian slim-tube adalah sebesar 2.589,7 psi atau 2.575 psig. Hal ini sesuai dengan pendapat Shokir 2007, bahwa proses injeksi CO 2 adalah salah satu metode yang efektif untuk EOR. Salah satu parameter kunci di dalam perancangan proyek injeksi CO 2 adalah TTM, sedangkan efisiensi dari injeksi CO 2 adalah sangat bergantung pada TTM. Berdasarkan hal tersebut, maka penggunaan slim-tube dan pengujian rising bubble apparatus RBA sangat penting untuk dapat secara langsung menentukan nilai TTM. Pengujian laboratorium tersebut sangat mahal dan membutuhkan waktu yang lama, sehingga biasanya dapat digunakan perhitungan matematika yang lebih cepat untuk mengetahui nilai TTM minyak-CO 2 . Nilai TTM dari minyak-CO 2 sangat tergantung pada kemurnian CO 2 , komposisi minyak, dan temperatur reservoir. Hal yang sama diperkuat oleh Ahmadi et. al 2008, yang menunjukkan bahwa TTM adalah parameter kunci dalam aliran gas, dan terdapat beberapa metode untuk menentukan TTM. Metode yang paling akurat adalah pengujian dengan slim-tube, disebabkan metode tersebut menggunakan minyak mentah yang sebenarnya, namun membutuhkan biaya dan waktu yang lebih besar. Begitupula oleh hasil analisis Samadhi 2009, yang menyatakan bahwa salah satu data kunci rancang-bangun di dalam perancangan pengaliran gas tercampur dengan sistem EOR adalah TTM dari injeksi gas. Pengujian laboratorium dengan menggunakan peralatan slim-tube dikenal sebagai suatu metoda pengukuran TTM yang dapat dipercaya, namun memerlukan waktu yang lama dan biayanya mahal. Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa sumur XJ-140 dan lapangan XJ sudah dapat memenuhi syarat kriteria sebagai sumur dan lapangan EOR jika dibandingkan dengan sumur dan lapangan lainnya. Karakteristik geologi, batuan dan fluida reservoir, juga sangat mendukung dalam proses pendesakan dan pencampuran CO 2 dan fluida di dalam reservoir. Hasil identifikasi terhadap komposisi fluida yang berasal dari lapangan XJ, diketahui mengandung beberapa komponen gas rumah kaca, yaitu CO 2 0,59, N 2 0,93, dan CH 4 28,86, heptana 54,70, dan hidrokarbon lainnya. Khusus untuk heptana plus memiliki karakteristik seperti yang ditunjukkan pada Tabel 30. Tabel 30 Karakteristik fluida sumur XJ-140 Rahman 2005 Specific gravity C 7 BJ API gravity C 7 Berat Molekul BM C 7 0,8323 38,3 195,9 Berdasarkan hasil identifikasi tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa batasan nilai TTM yang dapat digunakan dalam proses injeksi minimum gas CO 2 ke dalam sumur injeksi di lapangan XJ adalah 2.589,7 psi. Batasan nilai TTM tersebut dapat digunakan dalam simulasi reservoir, yang bertujuan untuk dapat memprakirakan potensi perolehan migas hasil recovery dengan menggunakan metode EOR-miscible CO 2 flooding , dalam proses pengelolaan lapangan XJ.

5.2.10. Prakiraan Perolehan Minyak dan Volume CO

2 yang Dapat Diinjeksikan dengan Metode Rule of Thumb Hasil identifikasi sebelumnya menunjukkan bahwa lapangan XJ dan sumur XJ-140 merupakan lapangan dan sumur yang paling potensial dalam penerapan metode EOR-miscible CO 2 flooding . Langkah selanjutnya adalah membuat permodelan reservoir yang diperlukan dalam proses simulasi reservoir lapangan XJ dengan menggunakan injeksi CO 2 . Menurut ICCSSWG 2009, untuk memprakirakan potensi perolehan minyak hasil injeksi CO 2 dan volume CO 2 yang disimpan ke dalam reservoir adalah dengan menggunakan metode rule of thumb. Metode rule of thumb digunakan untuk memprakirakan potensi perolehan minyak hasil injeksi CO 2 dan volume CO 2 yang dapat disimpan sebelum dilakukan simulasi reservoir. Rule of thumb adalah metode yang sederhana dan diperlukan sebelum melakukan simulasi reservoir. Hal ini disebabkan metode tersebut memudahkan dalam prakiraan potensi pertambahan perolehan minyak dan CO 2 yang bisa disimpan ke dalam reservoir, sedangkan proses simulasi reservoir membutuhkan waktu yang lama dan data yang kompleks. Rule of thumb digunakan berdasarkan pengalaman pada beberapa lapangan injeksi CO 2 di dunia, sehingga dapat memberikan batasan yang dibutuhkan sebelum melakukan simulasi reservoir. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi Syahrial dan Bioletty 2007, yang menyatakan bahwa metode rule of thumb dapat digunakan untuk membuat beberapa prakiraan, yaitu pertama, pertambahan perolehan minyak, berdasarkan pengalaman pada beberapa proyek EOR dengan injeksi CO 2 , pertambahan perolehan minyak berkisar 8 - 16. Kedua, gross CO 2 utilization ratio McfBbl adalah jumlah total CO 2 yang diinjeksikan termasuk volume CO 2 yang dikembalikan ke reservoir selama proyek berlangsung, berdasarkan pengalaman harga utilization ration antara 5 - 10 McfBbl. Ketiga, netgross utilization adalah fraksi volume total injeksi CO 2 yang dapat disimpan volume CO 2 yang disimpan per total volume injeksi CO 2 , termasuk dengan CO 2 yang dikembalikan ke reservoir . Berdasarkan pengalaman asumsi volume CO 2 yang disimpan di reservoir setelah proyek berakhir adalah 0,5. Berdasarkan batasan nilai-nilai tersebut di atas, maka dapat diprakirakan potensi pertambahan perolehan minyak dan volume CO 2 yang dapat disimpan di dalam reservoir lapangan XJ. Berdasarkan cadangan minyak awal OOIP lapangan XJ sebesar 53,252 MMstb, maka potensi pertambahan perolehan minyak adalah sebesar 4,26 - 8,52 MMstb, dan CO 2 yang dapat dinjeksikan ke dalam reservoir adalah 1,15 - 4,6 Mton, seperti ditunjukkan pada Tabel 31. Tabel 31 Metode rule of thumb ICCSSWG 2009 Potensi McfBbl Incremental Oil Recovery OOIP 8 12 16 G ro ss C O 2 U ti li za ti o n 5 4,26 MMstb 6,39 MMstb 8,52 MMstb 1,15 Mton 1,73 Mton 2,30 Mton 7,5 4,26 MMstb 6,39 MMstb 8,52 MMstb 1,73 Mton 2,59 Mton 3,45 Mton 10 4,26 MMstb 6,39 MMstb 8,52 MMstb 2,30 Mton 3,45 Mton 4,60 Mton Batasan nilai-nilai tersebut di atas diperoleh berdasarkan hasil perhitungan antara cadangan minyak awal OOIP lapangan XJ sebesar 53,252 MMstb dengan potensi perolehan minyak atau incremental oil recovery OOIP sebesar 8 - 16. Hasil estimasi volume CO 2 yang dapat disimpan diperoleh berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan gross CO 2 utilization sebesar 5 - 10 MCFbbl. Berdasarkan hasil estimasi tersebut di atas, maka selanjutnya dapat diketahui bahwa prakiraan pertambahan perolehan minyak dari lapangan XJ dengan menggunakan metode rule of thumb adalah sebesar 6,39 MMstb. Khusus untuk gas CO 2 , maka dapat diketahui bahwa prakiraan potensi CO 2 yang dapat disimpan ke dalam reservoir lapangan XJ adalah sebesar 2,59 Mton.

5.2.11. Rancangan Proses Penyimpanan CO

2 Hasil identifikasi sebelumnya menunjukkan bahwa pertambahan perolehan minyak dari lapangan XJ dan volume CO 2 yang dapat disimpan ke dalam reservoir lapangan XJ dapat diprakirakan dengan menggunakan metode rule of thumb . Langkah selanjutnya adalah membuat permodelan simulasi reservoir yang diperlukan untuk memprakirakan kenaikan perolehan minyak dan volume CO 2 yang dapat disimpan di dalam reservoir lapangan XJ. Menurut Syahrial dan Bioletty 2007, bahwa tahapan-tahapan yang dilakukan dalam memprakirakan kenaikan perolehan minyak dan volume CO 2 yang bisa disimpan pada reservoir-reservoir yang telah dipilih adalah dengan menggunakan pemodelan simulasi reservoir, yaitu membuat model geologi pada reservoir yang terpilih, menggunakan metode numerical compositional simulation dan selanjutnya model simulasi divalidasi dengan sejarah produksi. Hal tersebut diperkuat oleh hasil analisis Marhaendrajana et al. 2004 dan Gunadi et al. 2005, yang menyatakan bahwa simulator reservoir compositional dapat digunakan untuk menentukan pertambahan perolehan minyak dari injeksi CO 2 , baik dengan proses pendesakan tak tercampur, maupun proses pendesakan tercampur. Skema injeksi meliputi injeksi secara continuous, slug dan water alternating gas WAG. Data fluida, core, log, well test, dan produksi diintegrasikan untuk membuat model dan karakterisasi reservoir, kemudian model reservoir tersebut divalidasi dengan data history matching produksi minyak, air, dan gas, dan tekanan reservoir. Menurut DPE-LPPM 2003, bahwa metode-metode volumetrik, material balance , decline curve analysis dan simulator numerik dengan model black oil dan simulator numerik dengan model komposisional dan metode EOR, dapat digunakan untuk menganalisis kelakuan lapangan migas pada masa yang akan datang dan dapat memperkirakan produksi migas dan cadangannya. Menurut Syahrial dan Bioletty 2007, sebelum melakukan simulasi reservoir tahap awal yang harus dilakukan adalah pemilihan dan penentuan reservoir yang mempunyai potensi untuk dapat diterapkannya teknologi injeksi CO 2 , yaitu pertama, berdasarkan cadangan minyak resevoir. Kedua, berdasarkan pada karakteristik fluida. Ketiga berdasarkan pada penentuan nilai tekanan tercampur minimum TTM pada masing-masing reservoir dengan menggunakan korelasi standar, dan memprakirakan potensi perolehan minyak hasil injeksi CO 2 dan volume CO 2 yang dapat disimpan dengan menggunakan metode rule of thumb . Tahap kedua adalah pengukuran laboratorium, bertujuan untuk mengetahui interaksi antara fluida reservoir dengan CO 2 dan melihat sejauh mana injeksi CO 2 bisa meningkatkan pertambahan perolehan minyak. Selain itu, ada beberapa pengukuran yang harus dilakukan terhadap percontoh batuan dan fluida reservoir yang berasal dari reservoir-reservoir yang telah dipilih berdasarkan hasil penyaringan, diantaranya yang biasa dilakukan adalah porositas, permeabilitas relatif, TTM, uji kelarutan CO 2 , analisis komposisi fluida reservoir, dan uji pertambahan perolehan minyak terhadap percontoh batuan. Hasil pengukuran laboratorium tersebut selanjutnya digunakan untuk permodelan simulasi numerik injeksi CO 2 . Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan oleh Rahman 2005, maka dapat diketahui bahwa data cadangan minyak awal OOIP lapangan XJ adalah sebesar 53,252 MMstb. Data-data hasil identifikasi terhadap model geologi dan geofisika lapangan XJ dapat ditunjukkan pada bagian metode penelitian, khususnya pada sub metode identifikasi data sekunder. Data input untuk proses simulasi injeksi CO 2 dapat ditunjukkan pada Gambar 27, 28 dan Lampiran B. Permodelan simulasi reservoir yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan model simulasi reservoir black oil single porosity 3 fasa 3 dimensi dengan tipe grid orthogonal corner point yang berdimensi 25 x 35 x 4 dengan jumlah grid sebesar 3.500 buah. Gas CO 2 yang diinjeksikan ke dalam reservoir merupakan gas yang berasal dari hasil rancangan proses penangkapan gas CO 2 , dengan menggunakan 8 sumur injeksi, yaitu XJ-48, XJ-49, XJ-52, XJ-78, XJ-133, XJ-169, XJ-182 dan XJ-206, dan 2 sumur produksi, yaitu XJ-140 dan XJ-50. Skenario pengembangan lapangan XJ dengan injeksi gas CO 2 dapat dilakukan dengan menginjeksikan gas CO 2 melalui sumur injeksi ke dalam zona gas. Hal ini sesuai dengan hasil simulasi reservoir yang dilakukan Rahman 2005, bahwa simulator CMG dapat digunakan untuk memodelkan lapisan F pada lapangan XJ dengan menggunakan model black oil, single porosity 3D 3 fasa dengan tipe grid orthogonal corner point yang berdimensi 65 x 80 x 3. Hasil simulasi reservoir sebelumnya di lapangan XJ menunjukkan adanya variasi dalam perolehan minyak dengan menggunakan model simulasi reservoir dalam usaha pengembangan lapangan XJ. Menurut Marhaendrajana et. al 2004, bahwa dengan injeksi gas CO 2 dapat menghasilkan perolehan minyak dari lapangan XJ sebesar 41,8 21,1 incremental to existing or 5,6 incremental to waterflood , dan menurut Gunadi et. al 2005, bahwa dengan injeksi gas CO 2 dapat menghasilkan perolehan minyak sebesar 45,82 24,62 incremental to existing ultimate primary recovery , or 9,13 incremental to waterflood. Hasil rancangan proses penyimpanan CO 2 dalam penelitian ini dengan menggunakan simulasi reservoir dengan cara injeksi CO 2 menunjukkan dapat memberikan kumulatif produksi minyak bumi dari lapangan XJ sebesar 5,075 MMstb. Proyek pengembangan lapangan XJ dengan metode EOR dapat berlangsung selama 20 tahun, yaitu dari tahun 2011 hingga 2030, dengan faktor rekoveri sebesar 9,53. Faktor rekoveri dapat dihitung berdasarkan rumus: Oil production MMstb Recovery factor = x 100 Cadangan minyak awal MMstb Berdasarkan hasil simulasi rancangan proses penyimpanan CO 2 tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa lapangan XJ layak untuk dikembangkan dengan proyek EOR selama 20 tahun, dari tahun 2011 hingga 2030. Jumlah kumulatif produksi minyak bumi hasil EOR yang dihasilkan sebesar 5,075 MMstb dengan faktor rekoveri 9,53. Perolehan minyak 5,075 MMstb tersebut diperoleh dengan menginjeksikan total volume CO 2 38,1 MMscfd selama 20 tahun, sehingga total CO 2 yang dapat disimpan secara permanen ke dalam reservoir 2,055 Mton. Hasil simulasi tersebut sudah sesuai dengan hasil prakiraan sebelumnya dengan menggunakan metode rule of thumb, yaitu dengan kisaran pertambahan perolehan minyak 6,39 MMstb, dan faktor rekoveri 12. Khusus untuk gas CO 2 yang dapat disimpan ke dalam reservoir di lapangan XJ adalah 2,59 Mton.

5.2.12. Validasi Model Simulasi dan Sejarah Produksi Migas

Model simulasi reservoir yang dihasilkan dalam penelitian ini, selanjutnya divalidasi dengan mencocokkan data keluaran dari model simulasi dengan sejarah produksi atau production history matching. Hasil validasi menunjukkan bahwa secara visual pola output dari simulasi sudah mengikuti pola data aktual dari data produksi selama setahun, yaitu tahun 1992, dan hasil simulasi reservoir sudah selaras plot match dengan sejarah produksi lapangan XJ. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka dapat diperoleh strategi pengelolaan reservoir yang optimum dan peramalan skenario pengembangan produksi lapangan XJ. Hasil validasi tersebut di atas menunjukkan bahwa struktur model simulasi reservoir yang dibangun adalah valid secara teoritis, sehingga model yang dibangun dapat mewakili kondisi nyata yang terjadi di lapangan XJ, seperti ditunjukkan pada Gambar 35. Gambar 35 Validasi model simulasi dan sejarah produksi minyak. Berdasarkan hasil validasi tersebut di atas maka dapat diketahui bahwa proyek pengembangan lapangan XJ layak untuk dilakukan. Hal ini disebabkan proses injeksi CO 2 ke dalam reservoir lapangan XJ dapat memberikan kumulatif produksi minyak yang cukup besar selama 20 tahun proyek EOR berlangsung.

5.2.13. Kesimpulan Hasil Rancangan Proses Penyimpanan CO

2 Hasil rancangan proses penyimpanan CO 2 dalam penelitian ini menunjukkan bahwa dengan simulasi reservoir injeksi CO 2 dapat memberikan kumulatif produksi minyak 5,075 MMstb. Proyek injeksi CO 2 berlangsung dari tahun 2011 hingga 2030, dengan recovery factor 9,53. Perolehan minyak 5,075 MMstb diperoleh dengan menginjeksikan total volume CO 2 38,1 MMscfd, dan total CO 2 yang dapat disimpan secara permanen ke dalam reservoir 2,055 Mton Hasil estimasi dengan metode rule of thumb menunjukkan prakiraan pertambahan perolehan minyak dari lapangan XJ 6,39 MMstb, dan volume CO 2 yang dapat dinjeksikan ke dalam reservoir 2,59 Mton. Hasil estimasi dalam perhitungan emisi GRK yang berasal dari hasil pengolahan minyak bumi hasil EOR dari lapangan XJ, dengan estimasi produksi migas hasil EOR pada tahun 2011 adalah sebesar 345.440 Bbltahun, atau 54.920,57 m 3 tahun. Berdasarkan asumsi 1 barrel minyak bumi = 0,1589873 cubic meters m 3 , maka dapat diketahui potensi emisi CO 2 , CH 4 , N 2 O, dan GRK yang dapat dihasilkan dari produksi migas hasil EOR. Potensi emisi GRK masing- masing sebesar 3.679,678 ton CO 2 tahun, 0,275 ton CH 4 minimaltahun, 14,829 ton CH 4 maksimaltahun, 0,035 ton N 2 Otahun, 3.696,34 ton CO 2 ekuivalen minimaltahun, dan 4.001,97 ton CO 2 ekuivalen maksimaltahun. Berdasarkan asumsi bahwa 1 cubic feet per day gas alam = 0,02831685 m 3 per day , jumlah atom C dalam hidrokarbon total berjumlah 37, dan jumlah fraksi mol total hidrokarbon sebesar 466,59 lb mole, maka dapat dilakukan perhitungan emisi GRK yang berasal dari hasil pengolahan gas alam hasil EOR dari lapangan XJ. Berdasarkan pada estimasi produksi gas alam sebesar 131,33 MMscftahun, atau 131.330.000 Mscf, atau 3.718.851,91 m 3 day, maka dapat diketahui jumlah emisi gas CO 2 , CH 4 , N 2 O dan GRK total yang dapat dihasilkan dan dilepaskan ke atmosfir dari industri migas di lapangan XJ. Potensi emisi GRK masing-masing sebesar 3.159.985,1 ton CO 2 tahun, 1.450,413 ton CH 4 tahun, 6,51142 x 10 -7 ton N 2 Otahun dan 3.190.443,81 ton CO 2 ekuivalentahun. Hasil estimasi potensi emisi gas CO 2 dan gas rumah kaca lainnya tersebut di atas dapat dilihat pada Lampiran B20. 5.3. Hasil dan Pembahasan Pemanfaatan dan Pengolahan Migas Hasil EOR 5.3.1. Hasil Identifikasi Lapangan dan Sumur EOR Potensial Hasil identifikasi terhadap karakteristik geologi, batuan dan fluida reservoir terhadap sumur EOR potensial, menunjukkan bahwa sumur XJ-140 dapat memenuhi kelayakan sebagai sumur EOR. Nilai kedalaman reservoir sebesar 3.757 feet, temperatur reservoir 197 o C, BJ API gravity sebesar 38,3 API, dan tekanan tercampur minimum sebesar 2.589,7 psi, menunjukkan bahwa proses tercampurnya fluida reservoir dengan gas CO 2 sudah bisa terjadi di dalam reservoir . Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa sumur XJ-140 sudah memenuhi kriteria sebagai sumur EOR. Hasil rancangan proses penyimpanan gas CO 2 dengan simulasi reservoir menunjukkan bahwa lapangan XJ dapat memberikan kumulatif produksi minyak bumi sebesar 5,075 MMstb, selama 20 tahun dari tahun 2011 hingga tahun 2030 dengan recovery factor sebesar 9,53. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa skenario pengembangan lapangan XJ dengan proyek EOR layak untuk dilakukan dengan menggunakan 8 buah sumur injeksi dan 2 buah sumur produksi.

5.3.2. Hasil Identifikasi Kelayakan Teknologi Pengolahan Migas EOR

Hasil identifikasi terhadap fluida reservoir, seperti ditunjukkan pada Tabel 18 menunjukkan bahwa lapangan XJ memiliki 3 fasa fluida, yaitu minyak, gas dan air, dengan konsentrasi CO 2 0,59, CH 4 28,86, dan heptana plus 54,7 pada komposisi gas. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mengolah migas hasil recovery perlu dilakukan penyesuaian teknologi terhadap komponen gas tersebut di atas, agar proses pengolahan migas dapat berlangsung lebih baik dan optimal. Berdasarkan komponen gas tersebut di atas, maka diperlukan beberapa peralatan produksi dalam proses pengolahan migas hasil EOR, seperti ditunjukkan pada Tabel 19. Pemilihan peralatan produksi disesuaikan dengan potensi cadangan migas dalam reservoir, kemampuan laju produksi migas hasil EOR dan umur produksi lapangan XJ. Proses pengolahan migas hasil EOR memerlukan beberapa tahap proses, dimulai dari perawatan sumur XJ hingga penyediaan peralatan tambahan, terutama dalam memisahkan gas CO 2 yang masih terkandung di dalam komposisi gas. Berdasarkan pada konsentrasi gas CO 2 yang sangat kecil, maka peralatan proses unit amin yang dibutuhkan dapat lebih murah dan menggunakan unit yang telah tersedia, dengan larutan DEA sebagai absorbent. Berdasarkan hasil identifikasi terhadap sumur EOR tersebut di atas, maka dapat dilakukan investasi awal dalam penyediaan peralatan pengolahan migas hasil EOR. Investasi dapat lebih ekonomis jika dapat memanfaatkan beberapa peralatan pengolahan migas yang telah tersedia dan masih layak digunakan dalam proses pengolahan migas, seperti separator, dehydrator dan oil tank, CO 2 removal unit , gathering line, gas dan condensate pipeline, compressor dan pump.

5.3.3. Uji Kelayakan Ekonomi Proyek EOR

Hasil identifikasi terhadap karakteristik reservoir dan kelayakan teknologi pengolahan migas hasil EOR, menunjukkan bahwa investasi proyek EOR di lapangan XJ sudah layak untuk dilakukan. Hasil analisis kelayakan ekonomi, menunjukkan bahwa investasi awal yang dibutuhkan adalah sebesar US 7.500.000 atau Rp. 67.462.500.000, dengan nilai kurs US1 = Rp. 8.995. Investasi awal kontraktor dalam proyek EOR tersebut terdiri dari beberapa investasi, yaitu investasi sub surface facilities, berupa well oil services terhadap sumur injeksi sebanyak 8 buah dan sumur produksi sebanyak 2 buah dengan total biaya sebesar US 1.500.000 atau Rp. 13.492.500.000. Investasi surface facilities berupa penyediaan peralatan flowline dan separator test sebesar US 150.000 atau Rp. 2.698.500.000, termasuk investasi field processing facilities sebesar US 6.000.000.000 atau Rp. 53.970.000.000. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijaya 2006, bahwa dalam perhitungan cash flow proyek digunakan model kontrak bagi hasil. Data produksi yang digunakan dalam perhitungan cash flow proyek EOR berdasarkan hasil forecasting peramalan produksi. Asumsi menggunakan data hipotesis sebagai base case dalam perhitungan cash flow proyek dan tidak berdasarkan pada nilai terbaru yang digunakan di lapangan. Penggunaan hasil forecasting produksi dan data hipotesis yang ada dapat dimasukkan dalam perhitungan cash flow investasi proyek EOR. Hasil perhitungan investasi kontraktor ditunjukkan pada Tabel 32. Tabel 32 Investasi awal kontraktor dalam proyek EOR DPE-LPPM 2003 NO. JENIS SATUAN VOLUME HARGA SATUAN JUMLAH US 1.000 US 1.000 Sub Surface Facilities : 1. Well EOR Services 1 2 unit unit 2 500,00 1.000,00 2. Well EOR Services 2 2 unit unit 2 250,00 500,00 Total 1.500,00 Surface Facilities : 3. Flowline 4 carbon steel inconnel unit 1 150,00 150,00 4. Well Pad 2 unit - - - - 5. Separator Test unit 1 150,00 150,00 Field Processing Facilities 6. Separator unit 1 1.000,00 1.000,00 7. Dehydrator unit 1 500,00 500,00 8. Condensate Stabilization - - - - 9. Oil Tank unit 1 250,00 250,00 10. Gas Plant Area - - - - 11. Water Handling Facilities unit 1 300,00 300,00 12. Monitoring and Controlling System unit 1 200,00 200,00 13. Fuel System unit 1 200,00 200,00 14. Scada System unit 1 200,00 200,00 15. Gathering Line 8 Inconnel 15 km unit 1 - - 16. CO2 Removal Unit unit 1 2.000,00 2.000,00 17. Compressor 6 HP unit 1 300,00 300,00 18. Pompa 2HP unit 1 250,00 250,00 19. Gas Pipeline 12 carbon steel 15 km unit 1 250,00 250,00 20. Condensate Pipeline 4 10 km unit 1 250,00 250,00 Total 6.000,00 JUMLAH INVESTASI 7.500,00 Berdasarkan hasil analisis tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa investasi awal dari kontraktor sangat dipengaruhi oleh karakteristik geologi, batuan dan fluida reservoir dari lapangan dan sumur EOR potensial. Hal ini dapat pula mempengaruhi spesifikasi teknologi pengolahan migas hasil EOR tersebut.

5.3.4. Peramalan Produksi Migas Lapangan EOR

Hasil peramalan produksi migas hasil EOR dari lapangan XJ selama 20 tahun, dari tahun 2011 hingga 2030, menunjukkan total produksi minyak bumi sebesar 5 MMstb dan gas alam sebesar 329 MMscf. Khusus untuk estimasi peramalan produksi minyak bumi tersebut di atas mengacu pada hasil kumulatif produksi minyak bumi dari hasil simulasi reservoir sebesar 5,075 MMstb. Peramalan produksi migas lapangan XJ dapat diestimasi secara statistik dengan menggunakan metode decline curve analysis terhadap sejarah produksi migas lapangan XJ dari tahun 1990 hingga 2005. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi DPE-LPPM 2003, yang menunjukkan bahwa potensi cadangan minyak bumi dan gas alam di lapangan XJ sampai tahun 2004 mengalami penurunan volume produksi dan cadangan, seperti ditunjukkan pada Gambar 36. Gambar 36 Profil decline curve produksi lapangan XJ DPE-LPPM 2003. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijaya 2006, yang menyatakan bahwa peramalan produksi lapangan migas dapat dilakukan dengan menggunakan decline curve analysis yang harus didukung oleh data produksi yang cukup panjang. Data tersebut harus didukung pula oleh kondisi produksi yang tidak berubah selama periode produksi, sehingga analisis decline rate dapat dipercaya. Menurut Permadi dan Rawati 2009, bahwa salah satu metode yang dapat digunakan untuk melakukan analisis dan evaluasi kinerja sumur migas adalah mengukur tingkat kapasitas produksi dan melakukan peramalan kinerja sumur di waktu yang akan datang. Analisis dilakukan terhadap data laju alir produksi sumur terhadap waktu. Interpretasi data terhadap gejala penurunan laju produksi ini dikenal sebagai decline curve analysis. Berdasarkan metode tersebut di atas, maka hasil diagnostik plot dari data produksi lapangan XJ dapat menghasilkan trendline garis lurus yang sudah sesuai plot match dengan trend data produksi lapangan XJ yang ada. Hal ini sesuai dengan pendapat Wijaya 2006, bahwa dari data produksi yang ada analisis rate decline dapat dilakukan dengan menggunakan diagnostik plot berupa log qiqt terhadap t4 empat tahun, seperti ditunjukkan pada Gambar 37 dan 38. Gambar 37 Diagnostik plot rate decline pada forecast minyak. Gambar 38 Diagnostik plot rate decline pada forecast gas. Diagnostik plot untuk forecast produksi minyak bumi yang diperoleh menghasilkan persamaan garis linear sebagai berikut : y = -0,015x – 0,564 Koefisien regresi yang dihasilkan dari diagnostik plot tersebut di atas adalah R 2 = 0,959, yang berarti trendline yang dihasilkan mendekati trend plot data produksi. Diagnostik plot untuk forecast produksi gas alam yang diperoleh menghasilkan persamaan garis linear sebagai berikut : y = -0,038x – 0,507 Koefisien regresi yang dihasilkan dari diagnostik plot tersebut di atas adalah R 2 = 0,968, yang berarti trendline yang dihasilkan mendekati trend plot data produksi. Tipe penurunan produksi lapangan XJ merupakan tipe exponential decline rate . Persamaan tersebut di atas selanjutnya digunakan dalam penurunan profil dan peramalan produksi lapangan XJ seperti ditunjukkan pada Gambar 39. Gambar 39 Peramalan produksi lapangan XJ dengan decline curve analysis. Berdasarkan hasil peramalan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa produksi migas hasil EOR dari lapangan XJ dapat diramalkan produksinya selama 20 tahun, dari tahun 2011 hingga 2030, dengan total produksi minyak bumi sebesar 5 MMstb dan gas alam sebesar 329 MMscf. Data peramalan produksi ini dapat digunakan untuk membuat estimasi cash flow investasi proyek EOR jika lapangan XJ diproduksikan kembali., seperti ditunjukkan pada Tabel 33. Tabel 33 Profil produksi lapangan XJ setelah peramalan produksi. Tahun Produksi Minyak Bbl Produksi Gas MMscf 2011 345,44 33,372 2012 333,71 30,577 2013 322,38 28,015 2014 311,44 25,668 2015 300,86 23,517 2016 290,65 21,547 2017 280,78 19,742 2018 271,25 18,088 2019 262,04 16,573 2020 253,14 15,184 2021 244,55 13,912 2022 236,25 12,688 2023 228,23 11,679 2024 220,48 10,700 2025 212,99 9,804 2026 205,76 9,009 2027 198,78 8,229 2028 192,03 7,540 2029 185,51 6,909 2030 179,21 6,329 Total 5.076 329,1 Berdasarkan peramalan produksi tersebut di atas, maka dapat diketahui kumulatif produksi minyak bumi dan gas alam dari lapangan XJ. Hal ini dibutuhkan dalam perhitungan umur proyek EOR dan kontrak kerjasama.

5.3.5. Perhitungan Investasi Proyek EOR

Berdasarkan hasil forecasting produksi migas hasil EOR dan asumsi dalam kontrak kerjasama, maka investasi proyek EOR pada lapangan XJ dapat dihitung. Investasi awal yang dibutuhkan sebesar US 7.500.000 Rp. 67.462.500.000. Keuntungan yang dapat diperoleh kontraktor dalam 20 tahun pengembangan proyek migas hasil EOR di lapangan XJ adalah US 405.565.040 Rp. 3.648.057.554.162. Pemasukan yang dapat diperoleh oleh Pemerintah Indonesia adalah US 65.652.150 Rp. 590.541.128.438, dengan kurs US 1 = Rp. 8.995. Berdasarkan hasil identifikasi kelayakan ekonomi proyek EOR seperti yang dijelaskan di metode penelitian, menunjukkan bahwa investasi proyek EOR layak untuk dilaksanakan di lapangan XJ. Berdasarkan hal itu, maka diperlukan beberapa asumsi, terumata mengenai kesepakatan kontrak kerjasama antara kontraktor dan pemerintah, dan perhitungan investasi. Hal tersebut harus disesuaikan dengan ketentuan sistem kontrak EOR, agar dapat mengevaluasi metode investasi dalam proyek EOR, seperti ditunjukkan pada Lampiran C1. Hal ini sesuai dengan hasil identifikasi DPE-LPPM 2003, yang menunjukkan bahwa dalam mengembangkan sumur tidak produktif diperlukan investasi kapital dan non kapital yang berguna dalam perhitungan investasi sub surface facilities dan surface facilities. Investasi yang digolongkan sebagai kapital adalah barang-barang yang dianggap memiliki pengurangan nilai atau depresiasi terhadap waktu dan umur barang. Bangunan, peralatan pemboran dan produksi, mesin-mesin, alat transportasi dan fasilitas produksi merupakan contoh investasi yang mengalami penurunan nilai setelah digunakan dalam jangka waktu tertentu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Giatman 2007, bahwa biaya yang sering digunakan dalam investasi dapat dibedakan atas, pertama, biaya investasi adalah biaya yang ditanamkan dalam rangka menyiapkan kebutuhan usaha untuk siap beroperasi dengan baik. Kedua, biaya operasional, yaitu biaya yang dikeluarkan dalam rangka menjalankan aktivitas usaha yang sesuai dengan tujuan. Ketiga, biaya perawatan, yaitu biaya yang diperuntukkan dalam rangka menjaga atau menjamin performance kerja fasilitas atau peralatan agar selalu prima dan siap untuk dioperasikan. Hal tersebut di atas diperkuat oleh pendapat Wijaya 2006, bahwa dalam sistem kontrak bagi hasil, penggolongan suatu investasi apakah itu bagian kapital atau non-kapital bersifat tidak pasti. Berdasarkan hal itu, dilakukan perjanjian terlebih dahulu antara kontraktor dengan pemerintah, yang bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam penetapan investasi kapital dan non-kapital. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa investasi proyek EOR di lapangan XJ membutuhkan biaya yang cukup besar yang dapat dikeluarkan oleh kontraktor. Pengeluaran tersebut terutama dalam pengadaan peralatan produksi pengolahan minyak bumi dan gas alam, dan keuntungan yang diperoleh kontraktor dapat digunakan untuk menutupi investasi awal dalam pengadaan fasilitas permukaan pengolahan migas hasil EOR.

5.3.6. Perhitungan Cash Flow Investasi Proyek EOR

Hasil perhitungan terhadap cash flow investasi menunjukkan keuntungan yang positif dalam investasi proyek EOR di lapangan XJ. Hal ini ditunjukkan dengan investasi awal US 7.500.000 Rp. 67.462.500.000 dan internal rate of return IRR minimum attractive rate of return MARR, dapat diperoleh net present value NPV kontraktor 15 247.000 US Rp. 2.219.469.000, internal rate of return IRR 17,41, dan pay back of period PBP dapat dicapai pada tahun 2015, yaitu selama 4 tahun, 4 bulan, jika proyek dimulai tahun 2011, dan indeks profitabilitas 1,01. Rincian cash flow dapat dilihat pada Lampiran C2. Hal tersebut di atas sesuai dengan hasil analisis Giatman 2007, yang menyatakan bahwa cash flow yang digunakan adalah cash flow investasi yang bersifat estimasi atau prediktif. Hal ini disebabkan karena kegiatan evaluasi investasi pada umumnya dilakukan sebelum investasi tersebut dilaksanakan, sehingga perlu dilakukan estimasi atau perkiraan terhadap cash flow yang dapat terjadi apabila rencana investasi tersebut dilaksanakan. Hal tersebut diperkuat oleh Wijaya 2006, yang menyatakan bahwa dalam perhitungan cash flow proyek yang menggunakan model kontrak bagi hasil, data produksi yang digunakan berdasarkan hasil peramalan produksi. Perhitungan menggunakan data hipotetis yang dapat digunakan sebagai base case dalam perhitungan cash flow proyek.

5.3.7. Uji Sensitivitas Cash Flow Investasi Proyek EOR

Hasil perhitungan cash flow tersebut di atas menunjukkan bahwa NPV dan IRR merupakan parameter penting dalam investasi proyek EOR di lapangan XJ. Berdasarkan hal itu maka perlu dilakukan uji sensitivitas terhadap kedua parameter tersebut. Hasil uji sensitivitas seperti ditunjukkan pada Tabel 34. Tabel 34 Nilai perubahan uji sensitivitas terhadap NPV dan IRR base case. Base Case 0 Oil Price 92,00 USbbl PBP 4,45 Tahun Extraction Cost 5,00 USbbl NPV 15 246,74 US Substitute Fuel Price Gas 3,28 USMMBTU IRR 17,41 Capital Investation 5.250,00 US PI 1,01 Case I Oil Price Change 0,20 0,20 Oil Price USbbl 73,60 110,40 PBP 4,445 4,445 NPV 15 US 243,188 250,301 IRR 17,377 17,440 PI 1,007 1,006 Case II Extraction Cost Change 0,20 0,20 Extraction Cost USbbl 4,00 6,00 PBP 4,553 4,255 NPV 15 US 380,01 113,48 IRR 18,680 16,115 PI 1,010 1,003 Case II Substitute Fuel Price Change 0,20 0,20 Substitute Fuel Price USMMBTU 2,62 3,94 PBP 4,445 4,445 NPV 15 US 246,745 246,745 IRR 17,408 17,408 PI 1,006 1,006 Case V Capital Investation Change 0,20 0,20 Capital Investation US 4.200,00 6.300,00 PBP 5,277 3,006 NPV 15 US 217,029 710,518 IRR 13,06 22,62 PI 0,994 1,018 Hal ini sesuai dengan pendapat Giatman 2007, yang menyatakan bahwa uji sensitivitas dibutuhkan dalam rangka mengetahui sejauh mana dampak parameter-parameter yang telah ditetapkan sebelumnya. Hal ini disebabkan karena adanya faktor situasi dan kondisi selama umur investasi, sehingga perubahan tersebut hasilnya dapat berpengaruh secara signifikan pada keputusan yang telah diambil. Batasan nilai-nilai perubahan yang dapat mengubah kembali keputusan sebelumnya, disebut tingkat sensitivitas dari suatu parameter yang dapat diuji. Menurut Husnan dan Muhammad 2008, bahwa ketidakpastian berarti makin banyak kemungkinan yang akan terjadi. Berdasarkan kondisi tersebut, apabila dihadapkan pada masalah ketidakpastian dalam penaksiran cash flow, maka uji sensitivitas perlu dicoba untuk mengetahui apa yang akan terjadi. Pendapat tersebut diperkuat oleh hasil analisis Ristono dan Puryani 2011, bahwa data yang digunakan dalam analisis ekonomi sebagian besar diperoleh berdasarkan perkiraan, sehingga ketelitiannya perlu dipertimbangkan pengaruhnya terhadap keputusan yang diambil. Keputusan tersebut dipengaruhi oleh variasi dari beberapa data, sehingga perlu dilakukan evaluasi yang disebut sebagai analisis sensitivitas. Pilihan alternatif ternyata apabila berubah akibat perubahan data tertentu, maka dikatakan keputusan tersebut sensitif terhadap perkiraan data, dan sebaliknya jika suatu pilihan alternatif tidak berubah terhadap berbagai perubahan data, maka dikatakan bahwa keputusan tersebut tidak sensitif. Hal ini lebih diperjelas oleh hasil analisis Gray et al. 2007, yang menyatakan bahwa mengingat adanya ketidakpastian diantara banyak parameter, maka perlu dilakukan suatu analisis sensitivitas dengan mengubah-ubah nilai parameter pokok dan melihat pengaruhnya terhadap NPV proyek. Analisis sensitivitas juga merupakan unsur pokok dalam analisis resiko, yang bertujuan untuk menentukan bahwa proyek akan memberikann NPV yang bernilai negatif. Hal ini dilakukan dengan memeriksa hasil berbagai kombinasi parameter pokok, sehingga diusahakan dapat mengukur probabilitas terjadinya setiap kombinasi. Menurut Kuswadi 2007, dalam kenyataannya, unsur-unsur perhitungan break even point BEP bisa berubah atau diubah sesuai dengan keadaan yang dihadapi atau sesuai dengan kebutuhan, apabila produksi naik atau turun 20. Hasil uji sensitivitas perhitungan cash flow investasi proyek EOR terhadap indikator keekonomian proyek, yaitu parameter NPV, dapat dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan yang digunakan adalah 20 lebih rendah pada kondisi base case dan 20 lebih tinggi discount factor 20 pada kondisi base case, seperti ditunjukkan pada Gambar 40. Gambar 40 Uji sensitivitas terhadap NPV kontraktor. Berdasarkan hasil uji sensitivitas terhadap parameter NPV tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa perubahan pada nilai capital investation dan extraction cost berpengaruh sangat nyata terhadap kelangsungan investasi proyek EOR. Perubahan kecil terlihat pada parameter pay back of period yang merupakan target utama penilaian kontraktor dalam berinvestasi pada proyek EOR. Hasil uji sensitivitas discount factor parameter perhitungan cash flow investasi proyek EOR terhadap indikator keekonomian proyek, yaitu IRR, dapat dilakukan dengan asumsi bahwa perubahan yang digunakan adalah 20 lebih rendah pada kondisi base case dan 20 lebih tinggi discount factor 20 pada kondisi base case, seperti ditunjukkan pada Gambar 41. Gambar 41 Uji sensitivitas terhadap IRR kontraktor. Berdasarkan hasil uji sensitivitas terhadap parameter IRR tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa perubahan pada nilai capital investation dan extraction cost sangat berpengaruh nyata terhadap kelangsungan investasi proyek EOR. Perubahan terlihat jelas pada parameter pay back of period, yang merupakan target utama penilaian kontraktor dalam investasi proyek EOR. Berdasarkan hasil uji sensitivitas tersebut di atas, maka dapat diketahui bahwa proyek EOR tersebut layak untuk dilakukan, walaupun terjadi penurunan estimasi produksi minyak dan kenaikan biaya investasi sampai 20. Strategi- strategi yang dapat dilakukan agar biaya investasi dapat ditekan, diantaranya adalah menekan pembelian peralatan yang tidak perlu, disain peralatan yang efisien dengan memakai teknologi yang efektif, penggunaan peralatan produksi buatan dari dalam negeri, dan lain sebagainya. Hasil analisis dari uji sensivitas pada setiap parameter perubahan dijelaskan sebagai berikut:

a. Uji Sensitivitas Terhadap Perubahan Harga Minyak