kwong atau peng robinson, sedangkan di fasa cair digunakan model-model
koefisien aktivitas seperti kent-eisenberg, li-mather, electrolyte non random two liquid
NRTL, dan electrolyte extended long range ELR. Menurut Hartanto et al. 2009, penelitian awal dalam bentuk simulasi
terhadap proses absorpsi CO
2
ini diperlukan untuk membantu memprediksi, merancang, dan mengevaluasi proses sesungguhnya, dan di dalam simulasi ini
diperlukan model KUC yang dapat merepresentasikan kesetimbangan CO
2
dalam pelarut alkanolamin, baik pada alkanolamin tunggal, maupun campuran dengan
promotor atau activator. Semakin banyak penggunaan promotor atau activator
pada pelarut alkanolamin, maka diperlukan model KUC yang dapat merepresentasikan kesetimbangan CO
2
pada pelarut tunggal dan pada campuran dengan promotor atau activator. Model ini digunakan dalam simulasi absorpsi
CO
2
untuk membantu dalam merancang dan mengevaluasi proses sesungguhnya.
2.14. Proses Penyimpanan Gas CO
2
2.14.1. Karakteristik Gas CO
2
sebagai Fluida Pendesak a. Kelarutan Gas CO
2
Di dalam Minyak
Menurut Holm 1959, kelarutan CO
2
dalam minyak pada temperatur 125
o
F dan tekanan yang berbeda-beda menunjukkan peningkatan harga kelarutan CO
2
sampai sekitar 1.600 psi. Pada penambahan diatas 160 psi kelarutan CO
2
tetap, dengan harga kelarutan CO
2
yang sudah tidak berubah lagi ini disebabkan sudah terjadi percampuran antara CO
2
dan minyak pada tekanan tersebut. Kelarutan CO
2
sangat tinggi dalam berbagai macam hidrokarbon, khususnya untuk komponen tunggal seperti heksana. Hal ini disebabkan molekul C
5 +
yang terkandung di dalamnya cukup besar. Adanya unsur C
1
di dalam kandungan minyak akan menurunkan kelarutan CO
2
sehingga percampuran sulit tercapai.
b. Pengembangan Volume Minyak
Menurut Simon dan Graue 1965, CO
2
yang terlarut dalam minyak akan menambah volume cairan yang disebabkan oleh pengembangan volume minyak
oil swelling. Derajat dari swelling disebut sebagai faktor swelling yang besarnya
merupakan perbandingan antara volume campuran minyak dan CO
2
terlarut pada tekanan dan temperatur saturasi dengan volume minyak sebelum CO
2
terlarut pada tekanan atmosfir dan temperatur saturasi, atau dengan rumus berikut:
Menurut Simon dan Graue 1965, kondisi jenuh dapat menghasilkan sejumlah data tentang faktor swelling. Hasil analisis data tersebut di atas yang
digambarkan sebagai hubungan antara faktor swelling, fraksi mol CO
2
terlarut dan ukuran molekul minyak, sehingga dapat diketahui bahwa faktor swelling bukan
hanya merupakan fungsi dari banyaknya CO
2
yang terlarut, tetapi juga fungsi dari ukuran molekul minyak. Korelasi antara tekanan pendesakan dengan faktor
swelling , dengan sebuah harga tekanan yang dapat menyebabkan faktor swelling
berharga maksimum, yaitu tekanan dengan proses pencampuran telah terjadi.
c. Penurunan Viskositas Minyak
Menurut Simon dan Graue 1965, pengembangan volume minyak swelling oleh karena kelarutan CO
2
dapat menyebabkan viskositas minyak menjadi berkurang, selanjutnya akibat dari kondisi tersebut adalah perbandingan
antara viskositas campuran minyak dan CO
2
dengan viskositas minyak oil in place µ
m
µ
o
menjadi bertambah. Bertambahnya perbandingan tersebut menyebabkan efisiensi penyapuan akan menjadi lebih baik. Viskositas minyak dapat bertambah
dengan diturunkannya tekanan saturasi, yaitu untuk minyak yang lebih kecil viskositasnya pertambahan tersebut akan lebih baik daripada minyak yang
mempunyai viskositas lebih besar.
d. Ekstraksi Komponen Hidrokarbon dalam Minyak