Latar Belakang Sensitivitas Harga serta Pengembangan Produk dan Layanan di de Koffie-pot Coffee Shop, Bogor

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting yang memberikan kontribusi bagi Perekonomian Nasional. Kontribusi sektor pertanian terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto PDB pada periode tahun 2004 sampai dengan tahun 2006 semakin meningkat. Kontribusi sektor pertanian pada tahun 2004 sebesar 329.124,6 miliar rupiah dan mengalami peningkatan pada tahun 2005 menjadi sebesar 363.928,8 miliar rupiah. Pada tahun 2006, kontribusi sektor pertanian meningkat secara signifikan menjadi 430.493,9 miliar rupiah. Berdasarkan Tabel 1, dapat disimpulkan terjadi peningkatan kontribusi sektor pertanian pada tahun 2004-2006 sebesar 30,80 persen. Tabel 1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Pasar miliar rupiah Lapangan usaha 2004 2005 2006 Pertanian, peternakan, Kehutanan, Perikanan 329.124,6 363.928,8 430.493,9 Pertambangan dan penggalian 205.252,0 308.339,1 354.626,9 Industri pengolahan 644.342,6 771.724,0 936.361,9 Listrik, gas, dan air bersih 23.730,3 26.693,5 30.398,5 Konstruksi 151.247,6 195.775,9 249.127,8 Perdagangan, hotel, dan restoran 368.555,9 430.154,2 496.336,2 Transportasi dan komunikasi 142.292,0 180.968,7 230.921,6 Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 194.410,9 230.587,2 271.543,1 Jasa-jasa 236.870,3 276.789,0 338.385,8 Produk domestik bruto 2.295.826,2 2.784.960,4 3.338.195,7 Sumber : Badan Pusat Statistik, 2007. Catatan : angka sementara Kemajuan di sektor pertanian yang semakin meningkat sesuai dengan pernyataan Daryanto dalam AGRINA yang menyatakan bahwa kinerja sektor pertanian tahun 2007 menyumbang 4,3 persen terhadap Pertumbuhan Ekonomi Nasional dan PDB pada tahun 2008 diramalkan akan tumbuh sebesar 6,5 persen. Pada tahun 2005 dan tahun 2006, kontribusi sektor pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi sebesar 12 persen dan 56 persen. 1 Subsektor perkebunan mempunyai peranan penting dalam pembangunan sektor pertanian terutama sebagai penghasil devisa dan memberikan kontribusi terhadap PDB. Menurut Manggabarani, devisa yang dihasilkan dari subsektor perkebunan pada tahun 2005 sampai dengan Bulan Mei 2006 sebesar 9.141 juta US dari 4.584 juta US, atau mengalami kenaikan sebesar 34,27 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun 2005. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap PDB Nasional tahun 2005 sebesar 2,12 persen atau sekitar 57,73 trilyun rupiah. Kontribusi subsektor perkebunan terhadap sektor pertanian sebesar 15,82 persen pada tahun yang sama. Manggabarani 2007 menyatakan bahwa kinerja pembangunan perkebunan tahun 2007 secara agregat telah mencapai target, bahkan melebihi target yang ditetapkan. 2 Subsektor perkebunan Indonesia mempunyai berbagai macam jenis komoditas. Salah satu jenis komoditas perkebunan yaitu kopi merupakan salah satu tanaman perkebunan yang jumlah produksinya dari tahun 2000 sampai tahun 2008 meningkat dengan rata-rata pertumbuhan jumlah produksi sebesar 646.800,44 ton. 1 Arief Daryanto. 2008. Agribisnis, Masa Kini dan Masa Depan. AGRINA. Januari. 2008. Hal 4. 2 Achmad Manggabarani. www.deptan.go.id. diakses tanggal 7 Maret 2008 Tabel 2 Produksi Kopi Nasional Tahun 2000-2008 Tahun Jumlah Produksi ton Pertumbuhan 2000 554.574,00 4,30 2001 569.234,00 2,64 2002 682.019,00 19,81 2003 671.255,00 1,57 2004 647.386,00 3,55 2005 640.365,00 1,08 2006 682.158,00 6,52 2007 686.763,00 0,67 2008 687.450,00 0,10 Rata-rata 646.800,44 3,09 Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007 Catatan : angka sementara Berdasarkan data produksi kopi Nasional pada Tabel 2 yang membuktikan bahwa dalam kurun waktu tahun 2000 sampai tahun 2006, produksi kopi Nasional mengalami peningkatan sebesar 23 persen dan diramalkan pada tahun 2007 sampai tahun 2008 akan terus meningkat walaupun pada tahun 2003 sampai tahun 2005 mengalami penurunan jumlah produksi. Penurunan produksi tersebut terjadi pada tahun 2003, tahun 2004, dan tahun 2005 masing-masing sebesar 1.57 persen, 3.55 persen, dan 1.08 persen. Selain jumlah produksi kopi Nasional meningkat, tingkat konsumsi kopi dalam negeri juga mengalami peningkatan. Konsumsi kopi dalam negeri Indonesia berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada periode tahun 2002 sampai tahun 2006 konsumsi kopi terjadi peningkatan sebesar 41,67 persen. Tabel 3 Konsumsi Kopi Dalam Negeri Indonesia Tahun 2002-2006 Tahun Jumlah ton Peningkatan 2002 120.000 - 2003 109.980 -8,35 2004 120.000 8,35 2005 150.000 25,00 2006 170.000 13,33 Sumber : ICO Coffee Statistics dan Asosiasi Eksportir Kopi Indonesia AEKI dalam Direktorat Jenderal Perkebunan, 2007 Pada tahun 2003 sempat mengalami penurunan tingkat konsumsi sebesar 8,35 persen, namun pada tahun 2004 mengalami peningkatan sebesar 8,35 persen. Tahun 2005 dan 2006, konsumsi kopi dalam negeri mengalami peningkatan masing-masing sebesar 25 persen dan 13,33 persen. Biji kopi dapat digiling menjadi serbuk kopi yang kemudian dikemas dan dipasarkan. Serbuk kopi yang telah dikemas dengan baik pada umumnya dipasarkan ke kedai-kedai kopi, supermarket, dan coffee shop. Akan tetapi, terdapat kopi yang dijual dalam keadaan biji kopi utuh tanpa digiling sehingga konsumen dapat menggiling biji kopi dengan menggunakan alat penggiling kopi portable. Seiring dengan perkembangan gaya hidup, komoditas kopi telah mengalami perkembangan dari komposisi maupun variasi rasa. Minuman kopi mengalami perkembangan variasi rasa antara lain coffee latte yang merupakan campuran minuman kopi dengan tambahan susu dan cappuccino yang merupakan minuman kopi dengan campuran cokelat serta tambahan kayu manis untuk memperkuat aroma minuman kopi yang disajikan. Perkembangan komoditas kopi juga berimbas pada pelayanan maupun desain interior dan eksterior coffee shop. Hal ini dapat dilihat dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, jumlah coffee shop yang menawarkan berbagai macam sajian kopi dan kenyamanan semakin bertambah. Desain interior dengan kursi yang nyaman serta dilengkapi dengan berbagai macam fasilitas seperti TV kabel, hot spots, dan live music mampu membuat pengunjung menghabiskan waktu berlama-lama hanya untuk menikmati kopi maupun sekedar melepas kejenuhan. Perkembangan fungsi coffee shop saat ini tidak hanya sebagai tempat untuk minum kopi tetapi juga sebagai tempat bersantai maupun transaksi bisnis sehingga menyebabkan jumlah coffee shop semakin bertambah. Bertambahnya jumlah coffee shop yang berasal dari luar negeri maupun dalam negeri merupakan fenomena yang sedang melanda kota-kota besar di Indonesia. Beberapa coffee shop yang telah hadir di Indonesia antara lain Starbucks Coffee, Coffee Bean, Coffee Club, Java Bay, dan Segafredo Espresso. Merebaknya jumlah coffee shop ternyata juga terjadi di Kota Bogor. Keberadaan Starbucks Coffee, Kedai Telapak, de Koffie-pot, de Planters, dan Multi Point coffee corner menyebabkan iklim persaingan bisnis coffee shop di Kota Bogor semakin ketat. Keadaan persaingan yang semakin ketat tersebut membuat pelaku bisnis coffee shop harus mampu memberikan produk dengan kualitas yang baik dan pelayanan unggul untuk tetap eksis sekaligus berhasil dalam mempertahankan konsumen. Jenis kopi dalam negeri yang banyak diperdagangkan dan mempunyai nilai jual yang relatif tinggi antara lain kopi Arabika dan kopi Robusta. Indonesia menyumbang sepuluh persen dari total produksi kopi Arabika dan 90 persen dari total produksi kopi Robusta. Kopi Arabika merupakan kopi tradisional dan berkualitas tinggi, sedangkan kopi Robusta dengan rasa lebih pahit dan asam lebih banyak dimanfaatkan karena aromanya. Harga komoditas kopi Arabika dan kopi Robusta dalam negeri berdasarkan Tabel 4 cenderung berfluktuasi. Jenis kopi Arabika pada tahun 2001 sampai tahun 2002 terjadi penurunan harga sebesar Rp 837. Pada tahun 2003 harga kopi Arabika menurun mencapai Rp 10.462. Harga kopi Arabika kembali mengalami peningkatan sebesar Rp 5.800 pada tahun 2004. Harga kopi Arabika dalam negeri pada tahun 2005 menurun kembali menjadi Rp 10.847 namun diramalkan akan meningkat menjadi Rp 10.850 sampai pertengahan tahun 2006. Fluktuasi harga tersebut juga terjadi pada kopi Robusta. Tabel 4 Perubahan Harga Komoditas Kopi Arabika dan Kopi Robusta Dalam Negeri Periode Tahun 2001-2006 Komoditi Unit Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Kopi Arabika RpKg 12.470 11.633 10.462 16.626 10.847 10.850 Kopi Robusta RpKg 5.318 4.940 4.379 5.329 8.800 10.013 Sumber : Statistik Perkebunan Indonesia 2004-2006 Kopi, Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006 Catatan : sampai dengan September 2006 Keadaan ini membuat para pelaku bisnis coffee shop yang bahan baku utama produknya berasal dari kopi dalam negeri memerlukan perumusan strategi harga yang tepat untuk mempertahankan konsumen. Salah satu pelaku bisnis coffee shop adalah de Koffie-pot yang berbahan baku utama biji kopi dalam negeri. Oleh karena itu, diperlukan strategi harga yang tepat untuk mempertahankan konsumen di de Koffie-pot.

1.2 Perumusan Masalah