pertama  merupakan  sampiran  dan  dua  baris  terakhir  merupakan  isi  pantun. Menurut Kamus Dewan dalam Media 2011: 10 pantun adalah sejenis puisi yang
terdiri dari empat baris yang mempunyai pembayang dan maksud. Berdasarkan  pendapat  para  ahli  di  atas  dapat  disimpulkan  bawa  pantun
adalah  karya  sastra  yang  termasuk  salah  satu  jenis  puisi  lama  yang  asli  dari Indonesia    yang  terdiri  atas  empat  baris  atau  lebih  yang  bersajak  bersilih  atau
bersilang yaitu a-b-a-b, baris pertama dan kedua disebut sampiran dan baris ketiga dan  keempat  isi,  jumlah  suku  kata  dalam  tiap  baris  antara  delapan  sampai  dua
belas.
2.2.1.2 Ciri-ciri Pantun
Pantun terdiri atas empat larik, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b. Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua
baris  pertama,  kerap  kali  berkaitan  dengan  alam  mencirikan  budaya  agraris masyarakat  pendukungnya,  dan  biasanya  tak  punya  hubungan  dengan  bagian
kedua  yang  menyampaikan  maksud  lain  selain  mengantarkan  rimasajak.  Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut Sadikin
2010: 15. Rizal  2010:14  ciri-ciri  pantun  adalah  bentuk  puisi  yang  mempunyai  ciri
a  setiap  baris  terdiri  atas  8-10  suku  kata;  b  terdiri  atas  4  baris;  c  setiap  bait paling banyak terdiri atas 4 kata; d baris pertama dan kedua dinamakan sampiran;
e baris ketiga dan keempat dinamakan isi; f mementingkan rima akhir dan rumus rima itu disebut dengan ab-ab, maksudnya bunyi akhir baris pertama sama dengan
bunyi  akhir  baris  ketiga,  baris  kedua  sama  dengan  baris  keempat.   Menurut
Suprapto 2009:6 pantun mempunyai ciri a tiap satu bait terdiri atas empat baris; b bait berima akhir silang a-b-a-b, artinya bunyi akhir baris pertama sama dengan
bunyi  akhir  baris  ketiga  dan  bunyi  akhir  baris  kedua  sama  dengan  bunyi  akhir baris  keempat;  c  tiap  baris  terdiri  atas  3-5  kata  atau  8-12  suku  kata;  c  baris
pertama dan kedua merupakan sampiran; d baris ketiga dan keempat merupakan isi pantun.
Menurut  Nursisto  2000:11  syarat-syarat  pantun  sebagai  berikut  a  tiap bait  terdiri  atas  empat  baris;  b  tiap  baris  terdiri  atas  8  sampai  12  suku  kata;  c
sajaknya  berumus  abab;  d  kedua  baris  pertama  merupakan  sampiran  sedangkan isinya terdapat pada kedua baris terakhir. Senada dengan pendapat Nursisto, Natia
2008:72  mengemukakan  ada  4  syarat  atau  ciri-ciri  pantun  yaitu  a  setiap  bait terdiri  atas  empat  baris; b  setiap  baris  terdiri  atas  empat  patah  kata  atau  delapan
sampai dua belas suku kata; c baris  pertama  dan  kedua  merupakan  sampiran, baris  ketiga  dan  keempat sebagai isi; d bersajak  a-b-a-b.
Senada  dengan  pendapat  di  atas  menurut  Pangesti  2014:7-8  lazimnya pantun  terdiri  atas  empat  larik,  setiap  baris  terdiri  8-12  suku  kata,  bersajak  akhir
dengan  pola  a-b-a-b  tidak  boleh  a-a-b-b,  atau  a-b-b-a.      Semua  bentuk  pantun terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama,
kerap  kali  berkaitan  dengan  alam  mencirikan  budaya  agraris  masyarakat pendukungnya,  dan  biasanya  hubungan  dengan  bagian  yang  kedua  yang
menyampaikan maksud  selain untuk  mengantarkan rimasajak. Dua baris terakhir merupakan  isi,  yang  merupakan  tujuan  dari  pantun  tersebut.  Lazimnya  pantun
terdiri  atas  empat  larik  atau  empat  baris  bila  dituliskan,  bersajak  akhir  dengan pola a-b-a-b. Terdiri atas dua bagian yaitu sampiran dan isi Agni 2009:6.
Natia  2008:76  mengemukakan  mengenai  hubungan  antara  sampiran  dan isi  pantun  ada  dua  pendapat.  Ada  yang  mengatakan  bahwa  antara  kedua  bagian
pantun  itu  ada  hubungannya.  Golongan  ini  diwakili  oleh  :  Prof.  Pijnappel,  Prof. Husein  Djajadiningrat,  Amir  Hamzah.  Golongan  lain  mengatakan  tak  ada
hubungan. Sampiran pantun hanya merupakan sangkutan irama dan bunyi bagi isi pantun. Golongan kedua ini diwakili oleh : Prof. Ch. A. van Ophuysen, Abdullah
bin   Abdulkadir   Munsyi.   Menurut   Sutan   Takdir   Alisjahbana   dalam   Sadikin 2010:16  fungsi  sampiran  terutama  untuk  menyiapkan  rima  dan  irama  untuk
mempermudah  pendengar  memahami  isi  pantun.  Ini  dapat  dipahami  karena pantun  merupakan  sastra  lisan.  Meskipun  pada  umumnya  sampiran  tak
membayangkan isi. Hooykaass  dalam  Fenny:  2009  mengatakan  bahwa  pantun  yang  baik,
terdapat  hubungan  makna  tersembunyi  dalam  sampiran,  sedangkan  pada  pantun kurang  baik,  hubungan  tersebut  semata-mata  hanya  untuk  keperluan  persamaan
bunyi.  Pendapat  Hooykaass  sejalan  dengan  pendapat  Tenas  Effendy  dalam Fenny:    2009    yang    mengatakan    pantun    yang    baik    dengan    sebutan    pantun
sempurna  atau  penuh,  dan  pantun  yang  kurang  baik  dengan  sebutan  pantun  tak penuh  karena  sampiran  dan  isi  sama-sama  mengandung  makna  yang  dalam.
Sampiran  dan  isi  terdapat  hubungan  yang  saling  berkaitan,  oleh  karena  itu  tidak boleh membuat sampiran asal jadi hanya untuk menyamakan bunyi baris pertama
dan baris ketiga dan baris kedua dengan baris keempat.
Berdasarkan  pendapat para ahli di  atas,  dapat  disimpulkan  bahwa  ciri- ciri  pantun  adalah  terdiri  atas  empat  baris,  terdiri  atas  4-6  kata,  bersajak  dengan
pola  a-b-a-b  artinya  bunyi  akhir  baris  pertama  sama  dengan  bunyi  akhir  baris ketiga  dan  bunyi  akhir  baris  kedua  sama  dengan  bunyi  akhir  baris  keempat,  tiap
baris   terdiri   atas   delapan   sampai   dua   belas   suku   kata,  baris  pertama  dan kedua    merupakan    sampiran    untuk    mempermudah    pendengar    memahami    isi
pantun, dan baris ketiga dan keempat sebagai isi.
2.2.1.3 Jenis-jenis Pantun