Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
Pendidikan karakter di sekolah dapat dikembangkan dan dioptimalkan melalui pembelajaran. Namun, masih ada masalah
ketidaktepatan mengenai makna pendidikan karakter yang beredar di masyarakat. Masyarakat masih mendefinisikan pendidikan karakter itu
hanya mata pelajaran agama dan kewarganegaraan, pendidikan karakter itu pelajaran budi pekerti, pendidikan karakter adalah pelajaran baru, dan
masih banyak definisi yang salah mengenai pendidikan karakter Dharma Kesuma dkk, 2011:5, padahal semua mata pelajaran yang terdapat di
sekolah dapat dikembangkan untuk menyampaikan pendidikan karakter. Tidak terkecuali pelajaran yang dapat dikembangkan adalah matematika.
Matematika adalah konsep abstrak yang tersusun secara hirarkis dan penalarannya deduktif Herman Hudojo, 1988:5 . Pembelajaran
matematika ikut berperan dalam perkembangan pendidikan karakter pada siswa. Upaya ini dilakukan agar matematika tidak hanya pada penguasaan
materi. Karakteristik dalam matematika secara tidak langsung mengajarkan cara berpikir cerdas, bertanggung jawab, terbuka, kreatif,
inovatif, produktif, berpikir secara umum, dan konsisten. Menurut Dharma Kesuma 2011:10, penguasaan akademik diposisikan sebagai media atau
sarana untuk mencapai tujuan pengembangan karakter. Maka, untuk mengembangkan dan menumbuhkan karakter pada diri siswa harus ada
niat dan usaha dari tiap bagian di sekolah demikian pula dengan SMP Bentara Wacana Muntilan.
SMP Bentara Wacana Muntilan merupakan salah satu sekolah swasta kristen di Kecamatan Muntilan Kabupaten Magelang. Dari hasil
Ujian Nasional UN 2015, sekolah berhasil mendapatkan peringkat 9 tingkat SMP Negeri dan swasta se-kabupaten Magelang. Siswa yang
diterima menjadi siswa di SMP Bentara Wacana berasal dari berbagai latar belakang sekolah asal. Siswa tidak harus memiliki kemampuan yang tinggi
untuk dapat bersekolah di SMP Bentara Wacana Muntilan, karena sekolah ini menerima berbagai kemampuan murid yang mendaftar, tanpa adanya
seleksi khusus. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti di kelas VII SMP Bentara Wacana Muntilan pada bulan Agustus 2015 menunjukkan bahwa
sekolah sudah menanamkan karakter. Karakter merupakan kebiasaan yang mengarahkan tindakan seseorang. Seperti, kegiatan pembelajaran yang
dimulai pada pukul 07.00 pagi, tetapi 10 menit sebelum bel masuk siswa diwajibkan sudah berada di lingkungan sekolah, jika siswa terlambat maka
harus melapor ke guru piket dan mendapat poin hukuman. Aturan tersebut menanamkan nilai karakter yaitu disiplin waktu. Dan, waktu 10 menit
sebelum pembelajaran digunakan untuk renungan pagi. Kegiatan yang dilakukan sebelum pembelajaran menanamkan nilai karakter yaitu
religiusitas. Setiap kelas VII memiliki organisasi kelas. Organisasi kelas terdiri dari ketua, wakil ketua, sekretaris, bendahara. Dengan adanya
organisasi diharapkan siswa yang memiliki jabatan dapat bertanggung PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
jawab dengan tugasnya. Siswa juga dilatih bertanggung jawab dengan adanya jadwal piket. Apabila siswa tidak melaksanakan piket, maka siswa
tersebut mendapatkan poin hukuman. Berdasarkan pengamatan peneliti,menunjukkan bahwa proses
pembelajaran matematika berjalan dengan cukup baik. Guru matematika pada kelas VII masih menggunakan metode pembelajaran ceramah dan
tanya jawab. Guru menyadari kelemahan dari metode tersebut, sehingga pembelajaran terkadang siswa cepat jenuh dan bosan saat pembelajaran
matematika berlangsung. Saat siswa diberikan kesempatan oleh guru menanyakan hal yang belum dimengerti, hanya beberapa siswa yang
bertanya pada guru. Jika tidak ada siswa yang bertanya, guru tetap melanjutkan materi lanjutan tanpa menunjuk siswa untuk bertanya atau
melanjutkan dengan latihan soal. Masih banyak siswa yang belum memahami materi yang dijelaskan, namun tidak mau bertanya. Dan masih
ada siswa yang tidak mau menjelaskan ke teman yang belum paham. Sehingga, keaktifan kelas belum terbentuk saat pembelajaran matematika
dan belum terlihat kerja sama antar siswa. Ketika guru meminta mengerjakan latihan soal banyak siswa yang masih kebingungan dan
malah menjadikan siswa tidak mau mengerjakan latihan soal. . Siswa yang sudah paham materi yandijelaskan dapat mengerjakan
latihan soal yang diberikan guru dengan baik. Namun, masih banyak siswa yang belum memahami penjelasan guru kebingungan saat mengerjakan
soal yang diberikan guru. Ketika ada siswa lain yang bertanya pada saat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
guru berkeliling dalam kelas, Siswa yang tidak dapat mengerjakan soal tersebut punya kesempatan untuk mencontek hasil pekerjaan teman yang
dapat menyelesaikan soal yang diberikan guru. Siswa yang hanya mencontek tidak peduli dengan penyelesaian soal tersebut. Siswa hanya
menyalin pekerjaan milik teman tanpa pemahaman bagaimana cara menyelesaikan soal tersebut. Hal ini terlihat ketika pengerjaan soal di
dalam kelas. Kondisi ini menunjukkan kurangnya tanggung jawab siswa untuk memahami materi yang diajarkan dan menyelesaikan tugas yang
diberikan guru saat pembelajaran di sekolah. Peneliti juga melihat masih banyak siswa yang tidak mengerjakan
pekerjaan rumah ketika guru memberikan tugas rumah untuk siswa. Tidak sedikit siswa yang hanya menyalin pekerjaan rumah milik teman lain yang
sudah mengerjakan. Kemudian, peneliti berusaha mencari keterangan dari siswa yang menyalin pekerjaan teman melalui wawancara. Siswa
mengungkapkan alasan siswa menyalin pekerjaan milik teman lain, karena siswa tersebut tidak menemukan penyelesaian dan takut dimarahi guru jika
mencontek tugas di sekolah dan pekerjaan rumah. Keadaan seperti ini menunjukkan kurangnya tanggung jawab siswa untuk mengerjakan tugas
rumah yang diberikan oleh guru. Dan saat diadakan kuis ataupun ulangan sebagai prestasi belajar, banyak siswa yang mendapatkan nilai jelek.
Sehingga, prestasi belajar yang didapat siswa kurang maksimal. Peneliti juga melakukan wawancara dengan guru matematika di
kelas VII. Sebenarnya sekolah sudah memiliki model pembelajaran PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kelompok dengan jam di luar jam pembelajaran. Jam tersebut dinamakan jam tutor. Jam tutor tersebut dapat digunakan semua pelajaran, dan jam
tutor tersebut dikoordinasi dengan jadwal tutor yang sudah diatur. Jam tutor adalah jam belajar kelompok siswa dengan anggota kelompok yang
memiliki kemampuan heterogen dengan menunjuk salah satu siswa sebagai ketua atau yang membimbing anggota dalam kelompok yang
belum memahami materi tanpa adanya aturan dalam pembelajaran kelompok. Tetapi pada kenyataannya saat jam tutor siswa malah terlihat
mengobrol hal yang tidak berkaitan dengan materi dengan teman sekelompoknya. Dan saat pembelajaran biasa, masih jarang guru di
sekolah ini yang menggunakan model pembelajaran berkelompok. Kondisi ini yang mengharuskan guru untuk memikirkan cara atau
metode yang tepat dalam memfasilitasi siswa agar siswa dapat lebih memahami materi matematika dengan baik dan dapat mengembangkan
karakter dalam diri siswa tersebut. Guru harus bisa membuat pembelajaran menarik dan menyenangkan. Alternatif model pembelajaran yang dapat
digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif diharapkan kelas menjadi aktif dan dapat
memfasilitasi siswa untuk memahami materi serta menyampaikan pendidikan karakter di dalamnya. Melalui model pembelajaran ini siswa
dapat mengemukakan pemikirannya, saling bertukar pendapat, saling bekerja sama jika ada teman dalam kelompoknya yang mengalami
kesulitan Rusman, 2012:203 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dari penelitian sejenis yang dilakukan oleh Agathon Charis Irawan,2012 dengan menerapkan pembelajaran kooperatif tipe STAD di
SMP Pangudi Luhur Gantiwarno dapat meningkatkan sikap siswa dan hasil belajar siswa baik individu maupun kelompok. Dengan model
pembelajaran kooperatif ini, siswa dapat memiliki dua bentuk tanggung jawab belajar yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama
anggota kelompok untuk belajar Rusman, 2012: 203. Melihat penguasaan siswa terhadap materi matematika khususnya pokok bahasan
bilangan pecahan, maka dalam penelitian ini model pembelajaran yang dipilih adalah model pembelajaran kooperatif tipe STAD Student Teams
Achievement Division, karena pada model ini siswa menempati posisi
sangat dominan dalam proses pembelajaran dan terjadinya kerja sama dalam kelompok. Pada model pembelajaran kooperatif STAD memiliki
aturan dalam pembelajarannya. Dengan pemilihan model ini, diharapkan pembelajaran yang terjadi dapat lebih bermakna dan mengembangkan
karakter setiap siswa. Sehingga, masalah utama yang akan menjadi objek kajian dalam
penelitian ini adalah penerapan model STAD Student Teams Achievement Division
dalam mengetahui perbedaan sikap tanggung jawab siswa dan prestasi belajar dalam pembelajaran matematika pada materi bilangan
pecahan pada siswa kelas VII B SMP Bentara Wacana Muntilan. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI