6288
dilakukan dengan menggunakan internet. Penggunaan internet memungkinkan organisasi untuk mendapatkan data survei gaji dari berbagai sumber baik organisasi pemerintah maupun organisasi bisnis di beberapa negara.
Banyak perusahaan yang tergantung pada hasil survei yang diterbitkan oleh berbagai perusahaan komersial, perhimpunan profesional, dan badan pemerintah. Misalnya Biro Statistik Tenaga Kerja setiap tahun
melakukan 3 jenis survei: 1 survei upah wilayah; 2 survei upah industri; dan 3 survei upah profesional, administrasi, tenaga teknis, dan juru tulisclerical Dessler, 1997.
Tujuan survei gajiupah antara lain untuk mencapai keadilan eksternal. Untuk mencapai keadilan ekternal dibutuhkan: a survei upah berdasarkan pasar eksternal; b menentukan kebijakan kompensasi;
dan c mengembangkan struktur tingkat kompensasi Schuler Jackson, 1996. Sebagian besar organisasi menggunakan data survei ini untuk membantu menentukan kompensasi dalam organisasi mereka Flippo,
1994.
4. Penutup
Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa atas kerja mereka di suatu organisasi. Kompensasi biasanya terdiri dari kompensasi langsung dan tidak langsung. Kompensasi
langsung meliputi gaji pokok atau upahwages dan gaji variabelinsentif, sedangkan kompensasi tidak langsung berupa tunjangan-tunjanganbenefits yang diberikan oleh organisasi kepada karyawannya. Tujuan pemberian
kompensasi antara lain untuk menarik orang-orang yang berkualitas agar bergabung ke dalam organisasi, untuk memotivasi anggota organisasi agar lebih produktif, dan untuk mempertahankan karyawan agar tetap bekerja di
dalam organisasi. Penentuan kompensasi dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, seperti penawaran dan
permintaan tenaga kerja, serikat pekerja, peraturan pemerintah, kemampuan organisasi dan sebagainya. Keadilan merupakan salah satu faktor penting dalam menentukan kompensasi, baik keadilan internal maupun
eksternal. Untuk menjamin keadilan internal organisasi dapat melakukan evaluasi pekerjaan, sedangkan untuk memastikan keadilan eksternal dapat dilakukan dengan survei gajiupah.
Daftar Pustaka
Dessler, Gary. 1997. Manajemen Personalia, Edisi Ketiga, Jakarta: Erlangga Flippo, Edwin B. 1994. Manajemen Personalia, Edisi Keenam, Jilid 2, Terjemahan, Jakarta: Erlangga
Handoko, T. Hani, 1995. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE. Hasibuan, Malayu S.P. 1994. Manajemen Sumberdaya Manusia: Dasar dan Kunci Keberhasilan, Jakarta:
CV. Haji Masagung. Madura, Jeff, 2001. Pengantar Bisnis, Buku 2, Terjemahan, Jakarta: Salemba Empat
Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu, 2000. Manajemen Sumberdaya Manusia Perusahaan, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mathis, Robert L. Jackson, John H. 2001. Manajemen Sumberdaya Manusia, Buku I, Jakarta: Salemba Empat.
6289
Mathis, Robert L. Jackson, John H. 2002. Manajemen Sumberdaya Manusia, Buku 2, Jakarta: Salemba Empat.
Schuler, Randall S. Jackson, Susan E. 1996. Manajemen Sumberdaya Manusia, Edisi Keenam, Jilid I, Jakarta: Erlangga.
Schuler, Randall S. Jackson, Susan E. 1996. Manajemen Sumberdaya Manusia, Edisi Keenam, Jilid 2, Jakarta: Erlangga.
Siagian, Sondang P. 1997. Manajemen Sumberdaya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. Tjahjono, Achmad 1996.
“Kompensasi Insentif Sebagai Alat Untuk Memotivasi Anggota Organisasi Dalam Upaya Mencapai Tujuan Organisasi”, Kajian Bisnis, No. 8, Halaman 34-41, Yogyakarta: STIE
Widya Wiwaha.
PENYELESAIAN SENGKETA TANAH ULAYAT PADA MASYARAKAT ADAT BATAK Taufik Siregar, SH, M.Hum
2
ABSTRAK
Sebelum lahirnya peraturan perundang-undangan Agraria, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, dan Undang-undang lainnya yang selama dipakai sebagai acuan dalam menyelesaian sengketa tanah
ulayat di seluruh Indonesia, masyarakat Sumatera Utara telah memiliki model tersendiri dalam upaya pengelolaan tanah ulayat melalui wadah Dalihan na Tolu yang terus diamalkan, dipatuhi dan diwariskan
secara turun temurun oleh generasi penerusnya. Mayoritas masyarakat Dalihan na Tolu saling mengetahui batas tanah ulayat mereka. Bukan itu saja, mereka juga saling mengetahui batas kepemilikan tanah setiap
anggota masyarakat adat Dalihan na Tolu. Akibatnya, jika ada orang lain yang melakukan penyerobotan tanah, baik dari anggota masyarakat Dalihan na Tolu maupun dari pihak lain, maka secara otomatis anggota
masyarakat lainnya melakukan perlawanan dan pembelaan secara bersamaan. Semua orang yang tergabung
2
Dosen Yayasan Univ. Medan Area Selatan UMA
6290
dalam komunitas masyarakat Dalihan na Tolu dapat memberikan kesaksian secara ril berdasarkan data-data adat mereka.
A. Pendahuluan
Berbagai data menunjukkan bahwa telah terjadi berbagai sengketa yang berkenaan dengan pengelolaan tanah ulayat, seperti perampasan tanah ulayat masyarakat Duyu seluas 102 hektar di Palu Barat Sulawesi
Tengah oleh PT Duta Darma Bakti 1998, penyerobotan tanah ulayat suku Talang Mamak di Indragiri Hulu Riau seluas 4.100 hektar oleh PT Inecda Mei 2003, perebutan tanah ulayat Melayu Deli pasca berakhirnya
Ijin Operasional Hak Guna Usaha HGU dari PT. Perkebunan Nusantara II Tanjung Morawa Sumatera Utara 2006, penyerobotan tanah ulayat milik komunitas terpencil suku Baduy di Desa Kanekes, di Kecamatan
Leuwidamar, Kabupaten Lebak Banten 2006, penyerobotan tanah ulayat Pangean di Kecamatan Logas Tanah Darat provinsi Riau oleh PT. Citra 2007, konflik tanah ulayat antara penduduk Desa Muaro Pingai dengan
Desa Saniang Bakar, Kabupaten Solok, Sumatera Barat 2008, dan lainnya. Semua kejadian tersebut, dapat diatasi dan diselesaikan oleh masyarakat Dalihan na Tolu, tanpa harus
menggunakan jalur pengadilan. Sebab dalam konsep masyarakat adat Dalihan na Tolu, telah diatur tentang penyelesaian sengketa tanah ulayat, seperti prosedur penggunaan tanah ulayat, sistem musyawarah dan
prosedur penyelesaian sengketa tanah ulayat, batas tanah ulayat dengan tanah milik perseorangan. Selain itu pula bahwa semua anggota masyarakat yang tergabung dalam masyarakat Dalihan na Tolu, selalu kenal-
mengenal satu sama lain dikarenakan oleh adanya hubungan kekeluargaan di antara salah satu dari tiga unsur kekeluargaan yang terkandung dalam Dalihan na Tolu yakni: Kahanggi semua keluarga atau keturunan yang
memiliki hubungan sedarah dari pihak ayah dan tidak termasuk hubungan keluarga sedarah dari pihak ibu, Anak boru semua keluarga dari pihak menantu, dan Mora semua keluarga yang berasal dari pihak mertua.
Kentalnya ikatan persaudaraan yang terjalin dalam konsep masyarakat Dalihan nan Tolu ini, secara otomatis akan memberikan peranan besar dalam memberikan solusi penyelesaian sengketa tanah ulayat di
Sumatera. Untuk menjawab semua permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini maka penelitian dimulai
dengan melakukan inventarisasi dan analisis terhadap segala instrumen ketentuan peraturan perundang- undangan yang terkait dengan penyelesaian sengketa tanah ulayat yang telah dilakukan baik oleh masyarakat
Dalihan na Tolu maupun pemerintah, peranan tokoh adat dan pemerintah dalam penyelesaian sengketa tanah ulayat berbasis masyarakat Dalihan na Tolu, sistem musyawarah dan prosedur penyelesaian sengketa yang
diselenggarakan dalam masyarakat Dalihan na Tolu. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terutama adalah pendekatan yuridis normatif
dan yuridis sosiologis sosio legal approach atau pendekatan hukum sosiologisempiris, mengingat permasalahan utama yang diteliti dan dikaji dalam penelitian ini berkaitan dengan upaya penemuan model
pengaturan hukum tentang penyelesaian sengketa tanah ulayat berbasis masyarakat Dalihan na Tolu di Sumatera Utara.
6291
B. Pembahasan
Sebelum lahirnya peraturan perundang-undangan Agraria, Kitab Undang-undang Hukum Pidana KUHP, dan Undang-undang lainnya yang selama dipakai sebagai acuan dalam menyelesaian sengketa tanah
ulayat di seluruh Indonesia, masyarakat Sumatera Utara telah memiliki model tersendiri dalam upaya pengelolaan tanah ulayat melalui wadah Dalihan na Tolu yang terus diamalkan, dipatuhi dan diwariskan secara turun temurun
oleh generasi penerusnya. dalihan na tolu artinya tungku nan tiga, yakni tiga buah batu yang dipakai sebagai landasan atau tumpuan
periuk untuk memasak. unsur masyarakat dalihan na tolu dimaksud adalah: mora, yakni semua keluarga yang berasal dari pihak mertua. kahanggi adalah semua keluarga atau keturunan yang memiliki hubungan sedarah dari
pihak ayah dan tidak termasuk hubungan keluarga sedarah dari pihak ibu; 1. konsep masyarakat dalihan na tolu dalam pengelolaan tanah ulayat
Dalam pengelolaan dan penyelesaian sengketa tanah ulayat, masyarakat Dalihan na Tolu selalu mengedepankan prinsip musyawarah, persaudaraan, persahabatan dan kerukunan. Menyangkut masalah ini
Menteri Kehutanan memberikan contoh bahwa Sumatera Utara adalah suatu daerah yang pantas dijadikan model dalam pengelolaan tanah ulayat di Indonesia.
Hebatnya lagi, mayoritas masyarakat Dalihan na Tolu saling mengetahui batas tanah ulayat mereka. Bukan itu saja, mereka juga saling mengetahui batas kepemilikan tanah setiap anggota masyarakat adat
Dalihan na Tolu. Akibatnya, jika ada orang lain yang melakukan penyerobotan tanah, baik dari anggota masyarakat Dalihan na Tolu maupun dari pihak lain, maka secara otomatis anggota masyarakat lainnya
melakukan perlawanan dan pembelaan secara bersamaan. Semua orang yang tergabung dalam komunitas masyarakat Dalihan na Tolu dapat memberikan kesaksian secara ril berdasarkan data-data adat mereka.
Sebenarnya masyarakat adat Dalihan na Tolu tidak keberatan tanah ulayatnya dikelola oleh pihak lain, seperti pengusaha, asalkan dapat dipenuhi beberapa prosedur yang berlaku dalam masyarakat adat setempat,
yakni: a. Siapa saja boleh mengggarap tanah ulayat, asalkan memakai atas nama salah seorang dari tokoh
masyarakat adat; b. Bagi pengelola dan penggarap tanah ulayat, harus menyisihkan 13 keuntungan untuk mengisi taloban
yang ada di desa di mana tanah ulayat itu berada; c. Siapa saja yang akan mengelola tanah adat tersebut, harus diputuskan oleh para hatobangon, disetujui
oleh raja dan mendapat dukungan dari masyarakat adat Dalihan na Tolu.
2. Penyelesaian Sengketa Tanah Ulayat dalam Masyarakat Dalihan na Tolu