6471
Landasan Teori
1. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah
Setiap manusia dalam kehidupannya selalu akan dihadapkan pada suatu masalah yang memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan untuk memecahkannya. Pembelajaran berbasis
masalah PBM disebut juga Problem Based Instrction. Pembelajaran berbasis masalah merupakan sebagai pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah sebagai titik tolak starting point
pembelajaran. Masalah –masalah yang dapat dijadikan sebagai sarana belajar adalah masalah yang
memenuhi konteks dunia nyata real world, yang akrab dengan kehidupan sehari –hari para siswa.
Melalui masalah-masalah kontekstual ini para siswa menemukan kembali pengetahuan konsep- konsep dan ide-ide yang esensial dari materi pelajaran dan membangunnya ke dalam sturuktur
kognitif, senada dengan yang dikatakan oleh Nurhadi 2004 pengajaran berbasis masalah adalah suatu pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berfikir kritis dan penalatan terhadap suatu masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pembelajaran berdasarkan masalah adalah suatu pembelajaran yang lebih menekankan pada aspek kognitif siswa dan pembelajarannya berpusat kepada siswa.. Kemudian diperkuat oleh Arends
Trianto, 2008:78 pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalah yang atutentik dengan maksud untuk menyususn pengetahuan
mereka sendiri, mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat lebih tinggi, mengembangkan kemandirian dan percaya diri.
Dalam pendekatan pembelajaran berbasis masalah ditekankan bahwa pembelajaran dikendalikan dengan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran berdasarkan masalah dimulai dengan memecahkan masalah, dan
masalah yang diajukan kepada siswa harus mampu memberikan informasi pengetahuan baru sehingga siswa memperoleh pengetahuan baru sebelum mereka dapat memecahkan masalah itu. Berarti apabila kita
menggunakan pendekatan pembelajaran berbasis masalah pada proses belajar mengajar salah satu karakteristiknya adalah masalah diketemukan terlebih dahulu. Hal ini berbeda dengan proses belajar mengajar
yang biasa dilakukan pada umumnya yaitu masalah disajikan setelah pemahaman konsep, prinsip dan keterampilan.
Dari uraian diatas peneliti menyimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis masalah, pembelajarannya lebih menekankan pada aspek kognitif siswa. Pembelajaran diawali dengan
memberikan masalah. Masalah yang diajukan dalam pembelajaran berdasarkan masalah haruslah bersifat top-down artinya diawali dengan masalah yang kompleks, dilanjutkan dengan masalah-
6472 masalah yang spesifik dengan maksud mencari solusi masalah kompleks tersebut. Dalam
pembelajaran dengan model pembelajaran berdasarkan masalah, guru harus mengupayakan siswa agar dapat dengan sendirinya mengkonstruk konsep maupun prinsip-prinsip matematika.
Pembelajaran yang akan dilakukan harus terlebih dahulu dirancang oleh guru, dan guru hanya bertugas sebagai fasilitator dan pembimbing.
2. PEMBELAJARAN KONVENSIONAL
Pembelajaran secara konvensional adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang guru kepada siswa di dalam kelas dengan cara berbicara di awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh disertai
tanya jawab. Pada pembelajaran konvensional dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus menerus berbicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal pada
waktu-waktu yang diperlukan saja. Proses pembelajaran matematika yang berlangsung saat ini yaitu pembelajaran dimulai dari
teori kemudian diberikan contoh dan diikuti dengan soal latihan, dengan menjadikan guru sebagai pusat pembelajaran. Soedjadi 2001 menyatakan bahwa pembelajaran matematika yang dilakukan
selama ini telah menjadi kebiasaan para guru menyajikan pelajaran dengan urutan sebagai berikut: 1 dengarkan teoridefinisiteorema, 2 diberikan contoh-contoh, 3 diberikan latihan soal-soal. Dalam
latihan soal ini baru diberikan bentuk soal cerita yang mungkin terkait dengan terapan matematika atau kehidupan sehari-hari. Lebih lanjut dinyatakan bahwa pembelajaran dengan secara konvensional
memiliki cirri-ciri, yaitu: 1 pembelajaran berpusat pada guru, 2 terjadi passive learning, 3 interaksi di antara siswa kurang, 4 tidak ada kelompok-kelompok kooperatif dan 5 penilaian
bersifat sporadis. Hadi 2005 menyatakan beberapa hal yang menjadi ciri pembelajaran berpusat pada guru, guru menyampaikan pelajaran dengan menggunakan metode ceramah atau ekspositori
sementara para siswa mencatatnya pada buku catatan. Dari uraian di atas, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pembelajaran
konvensional adalah suatu kegiatan belajar mengajar yang selama ini kebanyakan dilakukan oleh guru dimana guru mengajar secara klasikal yang didalamnya aktivitas guru mendominasi kelas dengan
menggunakan pembelajaran konvensional, dan siswa hanya menerima saja apa-apa yang disampaikan oleh guru, begitupun aktivitas siswa untuk menyampaikan pendapat sangat kurang, sehingga siswa
lebih pasif dalam belajar dan belajar siswa kurang bermakna karena lebih banyak hapalan. 3.
Kemampuan Penalaran Matematika
Kemampuan penalaran merupakan salah satu kompetensi dasar matematika disamping pemahaman, komunikasi dan pemecahan masalah. Penalaran merupakan suatu proses berfikir dalam
6473 rangka menarik kesimpulan dari fakta- fakta yang telah diketahui siswa sebelumnya. Berfikir
dilakukan dengan cara menghubungkan antara bagian-bagian informasi yang ada pada diri seseorang dengan masalah yang sedang dihadapi Berfikir dilakukan dengan cara menghubungkan antara bagian-
bagian informasi yang ada pada diri seseorang dengan masalah yang sedang dihadapi.
Selama mempelajari matematika di kelas, aplikasi penalaran sering ditemukan meskipun tidak secara formal yang disebut belajar bernalar. Kemudian Suriasumantri 2005:42 juga menyatakan penalaran
merupakan suatu proses berpikir dalam menarik suatu kesimpulan yang berupa pengetahuan. Diperkuat oleh Artzt dan Yalo Femia 1999 merumuskan bahwa penalaran matematis adalah bagian dari berfikir matematis
yang meliputi membuat perumuman dan menarik kesimpulan sahih tentang gagasan-gagasan dan bagaimana gagasan tersebut saling terkait. Kesimpulan yang bersifat umum dapat ditarik dari kasus kasus yang bersifat
individual disebut penalaran induktif. Tetapi dapat pula sebaliknya, dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat individual, penalaran seperti itu disebut penalaran deduktif.
Kemampuan penalaran yang dimiliki oleh siswa adalah kemampuan memberi alasan yang masuk akal, belajar untuk bernalar dan pembuktian adalah siswa mampu menggunakan pearan pada proses dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
Berdasarkan uraian di atas, kemampuan penalaran dalam penelitian ini atau dalam pembelajaran matematika yang harus diukur yaitu dengan menghadapkan siswa kepada suatu masalah untuk dipecahkan atau
diselesaikan. Siswa diharapkan memiliki kemampuan untuk dapat menentukan kesamaan hubungan suatu pola bilangan, dapat menarik kesimpulan umum dari kemungkinan suatu pola bilangan, dapat menarik kesimpulan
dari premis-premis dengan memperkuat anteseden dan konsekuen, siswa dapat menarik kesimpulan dari premis-premis bentuk hipotetik.
Metode Penelitian 1.
Populasi
Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa SMA Negeri 1 Kualuh Selatan kelas X. Pada kelas X terdapat 7 kelas dengan jumlah siswa keseluruhan 250 siswa. Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil
sampel 1 sekolah sebanyak 74 orang siswa yang terdiri dari 2 kelas dari 7 kelas paralel, masing-masing 37 orang siswa pada kelas kontrol dan 37 orang siswa pada kelas eksperimen.
2. Teknik Pengumpulan Data