Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
yang dihasilkan dari 26 sampel kelas eksperimen dan 26 sampel kelas kontrol dengan taraf signifikan
α = 0,05 sebesar 1,68. Nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda sehingga menghasilkan uji perbedaan dua rata-rata uji-t hasil pretest
yang diperoleh menunjukkan bahwa t
hitung
−1,27 t
tabel
1,68, sehingga memenuhi kriteria dimana H
diterima dan hipotesis alternatif H
a
ditolak dengan kata lain tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor
pretest kelas eksperimen dengan rata-rata skor pretest kelas kontrol.
Sedangkan pada uji perbedaan dua rata-rata hasil posttest dengan rata-rata
kelas eksperimen sebesar 73,35 dan rata-rata kelas kontrol sebesar 58,15 menghasilkan t
hitung
sebesar 4,64. Dari 26 sampel kelas eksperimen dan 26 sampel kelas kontrol dengan taraf signifikan
α = 0,05 dihasilkan t
tabel
sebesar 1,68. Menunjukkan hasil yang berbeda dengan hasil uji perbedaan dua rata-
rata pada hasil pretest, hasil uji perbedaan dua rata-rata uji-t hasil posttest yang diperoleh menunjukkan bahwa t
hitung
4,64 t
tabel
1,68, sehingga memenuhi kriteria dimana H
ditolak dan hipotesis alternatif H
a
diterima. Dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata
skor posttest kelas eksperimen dengan rata-rata skor posttest kelas kontrol dimana model inkuiri yang diterapkan menunjukkan peningkatan yang
signifikan terhadap kemampuan berpikir kreatif siswa pada kelas eksperimen. Dengan kata lain, terdapat pengaruh yang signifikan penerapan model inkuiri
terhadap perkembangan kemampuan berpikir kreatif siswa pada konsep hidrolisis garam.
Dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri siswa terlibat langsung dalam setiap tahap pembelajarannya. Menurut Eggen dan Kauchack
tahapan model inkuiri adalah merumuskan pertanyaan atau permasalahan, merumuskan hipotesis, mengumpulkan data, menguji hipotesisanalisis data
dan membuat kesimpulan.
1
Melalui keterlibatan siswa secara langsung dalam setiap tahap pembelajaran membantu melatih kemampuan berpikir kreatif
siswa karena siswa belajar mandiri dalam menemukan pembuktian kebenaran
1
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, Proses Pembelajaran Kreatif dan Inovatif dalam Kelas, Cet. 1; Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2010, h. 95
suatu konsep. Jadi siswa tidak hanya sekedar mendengarkan dan menerima informasi begitu saja tapi mentelaah dan mengembangkan informasi yang
didapatnya sehingga kemampuan berpikir kreatifnya dapat dikembangkan secara lebih maksimal. Keterlaksanaan tahapan model inkuiri terbimbing yang
dilakukan siswa selama proses pembelajaran teramati dari hasil observasi sebesar 81,2 dengan kriteria penilaian sangat baik. Hal ini menunjukkan
bahwa penerapan model inkuiri terbimbing yang dilakukan pada kelas eksperimen terlaksana dengan sangat baik.
Selanjutnya dapat kita amati kemampuan berpikir kreatif yang berkembang dari hasil pretest dan posttest kedua sampel kelas penelitian
dengan lebih terperinci pada tiap indikator berpikir kreatif. Perhitungan tiap indikator berpikir kreatif hasil pretest kedua sampel kelas penelitian
menunjukkan hasil yang sama. Indikator terendah berada pada kriteria tidak kreatif sedangkan indikator tertinggi berada pada kriteria cukup kreatif. Hal
ini menunjukkan bahwa kemampuan berpikir kreatif siswa sangat minim yaitu dibawah kriteria kreatif.
Sedangkan pada hasil posttest, kelas eksperimen mengalami peningkatan yang maksimal disetiap indikator berpikir kreatif dari pada kelas
kontrol. Indikator berpikir lancar fluency kelas eksperimen berada pada kriteria sangat kreatif sedangkan kelas kontrol hanya berada pada kriteria
cukup kreatif. Hal ini berarti bahwa pada kelas eksperimen siswa lebih mampu mencetuskan banyak gagasan yang relevan. Indikator berpikir luwes
flexibility kelas eksperimen berada pada kriteria kreatif sedangkan kelas kontrol hanya berada pada kriteria cukup kreatif. Hal ini berarti bahwa pada
kelas eksperimen siswa lebih mampu menghasilkan gagasan, jawaban, atau pertanyaan yang bervariasi sehingga siswa dapat melihat masalah dari sudut
pandang yang berbeda serta mencari banyak alternatif atau arah yang berbeda- beda. Indikator berpikir merinci elaboration kelas eksperimen dan kelas
kontrol berada pada kriteria yang sama yaitu kreatif. Hal ini berarti bahwa pada kelas eksperimen dan kelas kontrol siswa mampu mengembangkan dan
memperkaya atau memperluas suatu gagasan atau ide sehingga menjadi lebih
menarik. Indikator berpikir orisinal originality kelas eksperimen berada pada kriteria sangat kreatif sedangkan kelas kontrol hanya berada pada kriteria
kreatif. Hal ini berarti bahwa pada kelas eksperimen siswa lebih mampu melahirkan ungkapan yang baru dan unik.
Ketercapaian yang maksimal kelas eksperimen pada setiap indikator berpikir kreatif disebabkan karena penggunaan model inkuiri dalam proses
pembelajaran. Melalui model inkuiri siswa dilatih menggunakan segala potensinya kognitif, afektif dan psikomotor, terutama proses mentalnya
untuk menemukan sendiri konsep-konsep atau prinsip-prinsip IPA layaknya seorang ilmuan sehingga siswa
dapat menemukan “konsep diri”, kritis dan kreatif.
2
Sedangkan penggunaan model pembelajaran konvensional dapat dijadikan salah satu penyebab rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa.
Karena proses pembelajarannya hanya berorientasi pada penguasaan sejumlah informasikonsep belaka, penekanannya lebih pada hapalan tanpa
dikembangkan dan ditelaah secara terperinci oleh siswa tersebut sehingga kemampuan kreatif siswa tidak dilatih karena siswa sekedar menerima
instruksi tanpa diberi kesempatan menemukan sendiri suatu konsep. Akibatnya potensi kreatif siswa tak dapat dikembangkan. Hal ini senada
dengan yang dikemukakan oleh Parnes, bahwa siswa menerima begitu banyak instruksi bagaimana melakukan sesuatu di sekolah, di rumah, dan di dalam
pekerjaan sehingga kebanyakan dari siswa kehilangan hampir setiap kesempatan untuk kreatif.
3
Pada kelas eksperimen, perhitungan tiap indikator berpikir kreatif hasil posttest menunjukkan peningkatan. Pada hasil pretest indikator nilai terendah
berada pada kriteria tidak kreatif meningkat hingga kriteria kreatif pada hasil posttest. Sedangkan, hasil pretest indikator nilai tertinggi berada pada kriteria
cukup kreatif meningkat hingga kriteria sangat kreatif dengan presentase 97,10 pada hasil posttest, peningkatan yang sangat signifikanmaksimal
2
Moh. Amin, Mengajarkan Ilmu Pengetahuan Alam IPA Dengan Menggunakan Metode “Discovery” dan “Inquiry”, Jakarta:P2LPTK, 1987, h. vii
3
Utami Munandar, Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat Jakarta : Rineka Cipta, 2009, h. 11
dengan presentase hampir mencapai 100. Peningkatan yang maksimal tersebut disebabkan karena penerapan model inkuri terbimbing dalam proses
pembelajaran yang memberikan kesempatan pada siswa terlibat langsung dalam setiap tahap pembelajarannya. Akibatnya, potensi kreatif siswa dapat
dikembangkan tanpa terbatasi oleh peraturan dan persyaratan yang membatasi. Pada hasil posttest indikator nilai tertinggi berada pada indikator berpikir
lancar dengan kriteria sangat kreatif. Hal ini berarti bahwa melalui penerapan model inkuiri terbimbing siswa lebih mampu menghasilkan banyak gagasan,
jawaban dan penyelesaian masalah serta memikirkan lebih dari satu jawaban dengan sangat kreatif.
Sedangkan pada kelas kontrol, perhitungan hasil pretest indikator nilai terendah berada pada kriteria tidak kreatif meningkat hanya pada kriteria
cukup kreatif pada hasil posttest dengan presentase jawaban kurang dari 50. Sedangkan, hasil pretest indikator nilai tertinggi berada pada kriteria cukup
kreatif meningkat hingga kriteria kreatif pada hasil posttest dengan presentase jawaban kurang dari 70. Hal ini berarti bahwa peningkatan kemampuan
berpikir kreatif siswa yang terjadi pada kelas kontrol belum secara maksimal. Peningkatan yang tidak maksimal tersebut disebabkan karena proses
pembelajaran yang dilakukan hanya sebatas pada pemberian informasikonsep belaka dari seorang guru sehingga tidak memberikan kesempatan pada siswa
terlibat langsung dalam setiap tahap pembelajarannya. Akibatnya, potensi kreatif siswa tidak dapat dikembangkan.
Dari uraian diatas, jelaslah bahwa model inkuiri terbimbing mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa secara lebih maksimal
karena model inkuiri menekankan kepada aktivitas siswa secara maksimal untuk mencari dan menemukan artinya siswa bertindak sebagai subjek
belajar.
4
Jadi, model inkuiri terbimbing tidak hanya sebatas pada kegiatan mendengarkan tapi juga terlibat langsung dalam kegiatan mengatakan dan
melakukan. Sedangkan model pembelajaran tidak secara inkuiri atau secara
4
Retno Dwi Suyanti, Strategi Pembelajaran Kimia, Cet. 1; Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010, h. 44
konvensional, siswa bertindak sebagai objek belajar artinya aktivitas siswa hanya sebatas kegiatan mendengarkan dan menerima informasi yang diberikan
oleh guru tanpa dikembangkan dan ditelaah secara terperinci oleh siswa tersebut. Jika siswa hanya melakukan kegiatan mendengar, maka siswa ingat
20 dari yang mereka dengar. Sedangkan, jika siswa melakukan kegiatan mengatakan dan melakukan, maka siswa ingat 90 dari yang mereka katakan
dan lakukan.
5
Peneliti mengamati beberapa perbedaan dan perubahan sikap pada kelas kontrol dan kelas eksperimen dengan penggunan model pembelajaran
yang berbeda di kedua kelas tersebut. Pada kelas eksperimen yang menggunakan model inkuiri ketika mempelajari konsep hidrolisis garam siswa
lebih antusias mengikuti setiap langkah pembelajaran yang dilakukan dari pada kelas kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional.
Salah satu ciri antusiasme siswa pada kelas eksperimen adalah dimana siswa lebih aktif bertanya dan antusias melakukan eksperimen dari pada siswa kelas
kontrol yang cenderung pasif. Inkuiri menyediakan siswa beraneka ragam pengalaman konkrit dan pembelajaran aktif yang mendorong dan memberikan
ruang dan peluang kepada siswa untuk mengambil inisiatif dalam mengembang keterampilan pemecahan masalah, pengambilan keputusan, dan
penelitian sehingga memungkinkan mereka pebelajar sepanjang hayat.
6
Pada proses pembelajaran secara konvensional tampak keterlibatan siswa sangat
minimal. Guru banyak berperan aktif menjelaskan materi, sedangkan siswa cenderung pasif dan lebih banyak menunggu penjelasan materi dari guru
daripada mencari dan menemukan sendiri pengetahuan, keterampilan serta sikap yang mereka butuhkan. Hal ini menyebabkan kemampuan berpikir
kreatif siswa tidak terlatih dengan baik. Dalam proses penelitian, terungkap beberapa faktor yang menjadi
dasar sebab efektifnya penggunaan model inkuiri terbimbing dalam meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa. Pertama, pada kelas
5
Masnur Muslich, KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Cet 6;Jakarta : PT Bumi Aksara, 2009, h. 75
6
Sofan Amri dan Iif Khoiru Ahmadi, op. cit., h. 94
eksperimen yang menggunakan model inkuiri terbimbing pembelajaran diarahkan pada suatu proses belajar dalam hal mencari dan menemukan
pembuktian terhadap kesimpulan dari konsep hidrolisis garam. Kedua, pembelajaran memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
serangkaian tahapan pembelajaran secara mandiri melalui LKS yang telah disusun agar mampu mengungkap kemampuan berpikir kreatif siswa. Ketiga,
pembelajaran memberikan kepercayaan kapada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri. Kepercayaan terhadap gagasan sendiri ini membuat
banyak variasi gagasan yang dihasilkan siswa serta meningkatkan orisinalitas dalam tiap gagasan siswa tersebut.
Retno menjelaskan bahwasanya model inkuiri akan efektif apabila: 1 guru mengharapkan siswa dapat menemukan sendiri jawaban dari suatu
permasalahan sehingga penguasaan materi bukan tujuan utama karena ynag terpenting adalah proses belajar, 2 bahan pelajaran yang akan diajarkan
adalah berupa kesimpulan yang perlu pembuktian, 3 proses pembelajaran berangkat dari rasa ingin tahu siswa terhadap sesuatu, 4 siswa adalah anak
yang memiliki kemauan dan kemapuan berpikir, 5 jumlah siswa tidak terlalu banyak agar mudah dikendalikan, dan 6 guru memiliki banyak waktu untuk
melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa.
7
7
Retno Dwi Suyanti, loc. cit.
62