7
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bagian landasan teori ini dibahas beberapa hal terkait dengan teori-teori dalam penelitian. Landasan teori ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu kajian pustaka
dan kerangka berpikir.
A. Kajian Pustaka
Berikut dipaparkan pandangan beberapa ahli tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan dalam penelitian ini:
1. Implementasi Implementasi menurut Kamus Bahasa Indonesia 2008:299 adalah
pelaksanaan, penerapan. Menurut Sanjaya 2009:25 menyatakan bahwa implementasi adalah pelaksanaan dari strategi dan penetapan sumber daya.
Pengertian implementasi dari Lyer, dkk dalam Ferry dan Makhfud 2009:157 adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan
yang spesifik. Berdasarkan ketiga pengertian tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
pengertian implementasi adalah penerapan atau pelaksanaan dari rencana tindakan dan strategi untuk mencapai tujuan yang spesifik.
2. Perangkat Pembelajaran Pengertian perangkat pembelajaran menurut Trianto 2010: 96 adalah
perangkat yang digunakan dalam pengelolaan proses pembelajaran. Trianto
juga mengemukakan bahwa perangkat pembelajaran meliputi silabus, Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, Lembar Kegiatan Siswa LKS,
instrumen evaluasi atau tes hasil belajar dan media pembelajaran. Berdasarkan pendapat Trianto tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
perangkat pembelajaran merupakan sekumpulan sarana yang digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran yang terdiri dari bahan ajar,
silabus, RPP, LKS, dan soal evaluasi. Perangkat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain:
a. Silabus Badan Standar Nasional Pendidikan BSNP dalam Sanjaya 2009:
54 menyatakan bahwa silabus merupakan rencana pembelajaran pada suatu mata pelajaran. Silabus dapat juga berupa rencana pembelajaran
untuk sekelompok mata pelajaran atau tema tertentu. Komponen silabus mencakup
standar kompetensi,
kompetensi dasar,
materi pokokpembelajaran, kegiatan pembelajaran dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian. Menurut Rusman 2011:4 silabus merupakan acuan pengembangan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
memuat identitas mata pelajaran atau tema pelajaran, standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pelajaran, kegiatan pembelajaran
indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Menurut Muslich 2007:23 silabus adalah penjabaran standar
kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
Dari ketiga pengertian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa silabus adalah garis besar pembelajaran atau materi pembelajaran yang
terdiri dari
standar kompetensi,
kompetensi dasar,
materi pokokpembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian
kompetensi untuk penilaian, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
b. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP Sanjaya 2009: 59 menyatakan bahwa RPP adalah program
perencanaan yang disusun sebagai pedoman dalam proses pembelajaran. Komponen RPP meliputi tujuan pembelajaran, materi pelajaran, metode,
media dan sumber pembelajaran serta evaluasi. Gagne dan Briggs dalam Majid 2008:96 mengemukakan bahwa rencana pembelajaran yang baik
mengandung tiga komponen yaitu: 1 tujuan pengajaran, 2 materi pelajaranbahan ajar, pendekatan dan metode mengajar, media
pengajaran dan pengalaman belajar, dan 3 evaluasi keberhasilan. Menurut Mulyasa 2008:154 RPP yang baik adalah RPP yang
memberikan petunjuk yang operasional tentang apa-apa yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran, dari awal guru masuk ke kelas
sampai akhir pembelajaran.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa RPP adalah rancangan pembelajaran yang disusun sebagai pedoman yang
memberikan petunjuk operasional tentang hal yang harus dilakukan guru dalam pembelajaran.
c. Lembar Kerja Siswa LKS Trianto 2010: 222 menyatakan bahwa lembar kerja siswa LKS
merupakan panduan yang diperlukan saat melakukan suatu pemecahan masalah dan penyelidikan. LKS memuat sekumpulan kegiatan yang
harus dilakukan siswa untuk memperoleh pemahaman sesuai indikator yang ingin dicapai. Majid 2008: 176 berpendapat bahwa LKS adalah
lembaran-lembaran berisi tugas yang harus diselesaikan siswa, selain itu LKS juga memuat petunjuk dan langkah-langkah penyelesaian tugas.
Tugas yang terdapat di dalam LKS harus sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai.
Berdasarkan paparan tersebut dapat disimpulkan bahwa LKS adalah lembar yang berisi kegiatan-kegiatan yang harus dikerjakan siswa
untuk memperoleh pemahaman sesuai indikator yang ingin dicapai. d. Bahan Ajar
Menurut Majid 2008: 173 bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guruinstruktur dalam melaksanakan
kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar mempermudah siswa di dalam mempelajari kompetensi secara runtut. Bahan ajar dapat berupa bahan
tertulis maupun bahan tidak tertulis. Haryati 2008:10 mengemukakan bahwa bahan ajar berisikan tentang pengetahuan kognitif, keterampilan
psikomotoriklifeskill dan mina atau sikap afektif yang harus dipelajari dan dikuasai siswa sebagai subyek didik. Haryati juga
menyebutkan bahwa bahan ajar terdiri dari konsep, fakta, prosedural, prinsip dan sikap atau nilai.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan guru dalam
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan yang dimaksud bisa berupa bahan tertulis maupun bahan tidak tertulis.
e. Soal Evaluasi Menurut Harjanto 2008: 227 menyatakan bahwa evaluasi
pengajaran adalah penilaian terhadap pertumbuhan dan kemajuan siswa kearah tujuan yang ditetapkan. Hasil penilaian dapat dinyatakan secara
kualitatif maupun kuantitatif. Evaluasi digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan maupun keberhasilan peserta didik dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Sedangkan Guba dan Lincoln dalam Sanjaya 2008: 241 mengemukakan bahwa evaluasi merupakan suatu proses
memberikan pertimbangan mengenai nilai dan arti sesuatu yang dipertimbangkan evaluation.
Evaluasi dapat diberikan dalam bentuk soal. Berdasarkan pengertian kedua ahli tersebut, peneliti dapat menyimpulkan bahwa soal
evaluasi adalah soal yang diberikan kepada siswa untuk memberikan pertimbangan tentang nilai dan arti terhadap pertumbuhan dan kemajuan
siswa ke arah tujuan yang ditetapkan. 3. Pecahan
a. Pengertian Pecahan Heruman 2008: 43 berpendapat bahwa pecahan adalah bilangan
yang menyatakan bagian dari sesuatu yang utuh. Marsigit 2009: 34 mengungkapkan bahwa bilangan yang dinyatakan dalam bentuk
, dengan a dan b adalah bilangan bulat, b
0, dan b bukan faktor dari a. Bilangan a disebut pembilang dan b disebut penyebut, b tidak sama
dengan 0 karena b merupakan unit dasar keutuhan, jika 0 berarti tidak ada unit lengkap yang dapat digunakan untuk membandingkan bagian-
bagian lain atau tidak terdefinisikan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Hatfield, dkk 1993: 326 “since b represent the basic unit of
wholeness, b cannot equal 0 because it would mean that there was no complete unit with which to compare other portions
” Dari paparan di atas dapat disimpulkan bahwa pecahan adalah
bilangan yang menyatakan bagian dari keseluruhan bagian yang utuh yang dinyatakan dalam bentuk
dengan syarat a dan b adalah bilangan bulat, b
0, dan a bukan kelipatan dari b.
b. Penjumlahan pecahan Penjumlahan pecahan merupakan salah satu materi pelajaran yang
dipelajari siswa kelas IV semester 2. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan materi penjumlahan pecahan berpenyebut sama dan
penjumlahan pecahan berpenyebut berbeda. Berikut pengertian kedua penjumlahan tersebut.
1 Penjumlahan pecahan berpenyebut sama Sukayati 2003: 20 mengemukakan bahwa penjumlahan
berpenyebut sama dapat diperoleh hasilnya dengan menjumlahkan pembilangnya sedangkan penyebutnya tetap. Marsigit 2009: 51
menyatakan bahwa pecahan yang sama penyebutnya dapat dijumlahkan dengan menggunakan rumus berikut.
, dengan c 0.
Contoh: Jawab: :
2 Penjumlahan pecahan berpenyebut beda Sukayati
2003:12 berpendapat
bahwa cara
untuk menjumlahkan pecahan yang berbeda penyebutnya dapat dilakukan
dengan menyamakan penyebutnya terlebih dahulu kemudian baru dijumlahkan pembilangnya. Penyebut dari dua pecahan atau lebih
dapat disamakan menggunakan KPK atau mencari pecahan senilai dari bilangan tersebut.
a Penjumlahan pecahan
berpenyebut berbeda
dengan menggunakan pecahan senilai
Contoh: Bentuk yang senilai dengan
adalah ,
, … Bentuk yang senilai dengan
adalah ,
, … Pecahan yang senilai dengan
dan yang berpenyebut sama
adalah dan
Jadi, : b Penjumlahan pecahan berpenyebut sama dengan menggunakan
KPK Contoh:
Jawab: penyebut kedua pecahan adalah 3 dan 2, maka dicari KPK dari 3 dan 2 yaitu 6.
Jadi,
4. Pendekatan Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI a. Pengertian Pendidikan Matematika Realistik Indonesia
Menurut Suryanto 2010: 37 Pendidikan Matematika Realistik Indonesia PMRI adalah pendidikan matematika sebagai hasil adaptasi
dari Realistic Mathematic Education yang diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi, dan kehidupan masyarakat Indonesia. Wijaya 2011:
21 menjelaskan bahwa pendidikan matematika realistik Indonesia menggunakan permasalahan realistik sebagai dasar untuk membangun
konsep matematika atau sumber pembelajaran a source of learning. Supinah 2008: 15 berpendapat bahwa konsep matematika realistik
sesuai dengan kebutuhan untuk memperbaiki pendidikan matematika di Indonesia. PMRI diharapkan mampu mengembangkan daya nalar serta
meningkatkan pemahaman siswa tentang konsep-konsep matematika. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas peneliti dapat
menyimpulkan bahwa pendekatan PMRI adalah salah satu pendekatan pembelajaran matematika yang dikembangkan dari Realistic
Matematic Education RME yang dirancang untuk pembelajaran matematika di sekolah yang disesuaikan dengan kondisi dan budaya
Indonesia. b. Prinsip-prinsip PMRI
Suryanto 2010: 42 menyatakan bahwa terdapat beberapa prinsip PMRI yaitu:
1 Penemuan kembali secara terbimbingGuided Re-invention Prinsip Guided Re-Invention merupakan penekanan pada
“penemuan kembali” secara terbimbing. Siswa diharapkan mampu membangun dan menemukan kembali ide-ide dan konsep-konsep
matematis melalui permasalahan kontekstual. Siswa diberi
kebebasan untuk menuangkan gagasan dalam menyelesaikan permasalahan yang ada.
2 Matematisasi progresif Progressive Mathematization Prinsip
Progressive Mathematization
menekankan “matematisasi” atau “pematematikaan”, yang dapat diartikan
sebagai “upaya yang mengarah ke pemikiran matematis”. De Lange dalam Wijaya 2011: 42 membagi matematisasi menjadi
dua, yaitu matematisasi horizontal berawal dari masalah kontekstual yang diberikan dan berakhir pada matematika formal
dan matematisasi vertikal dari matematika formal ke matematika formal yang lebih luas atau lebih tinggi atau lebih rumit.
Matematisasi horizontal merupakan proses penalaran dari dunia nyata ke simbol-simbol matematika. Matematisasi vertikal
merupakan proses pengembangan model matematika yang diperoleh pada matematisasi horizontal sebagi dasar pengembangan
konsep yang lebih formal. 3 Fenomena didaktis Didactical Phenomenology
Pada prinsip ini pembelajaran dengan pendekatan PMRI diarahkan pada pembelajaran yang bersifat mendidik dan
menekankan pentingnya
masalah kontekstual
untuk memperkenalkan topik-topik matematika kepada siswa. Selama
pembelajaran guru tidak memberitahukan konsep, aturan, cara,
sifat, serta model matematis kepada siswa. Penekanan pada prinsip ini terletak pada usaha siswa menemukan konsep melalui
permasalahan kontekstual yang disajikan. 4 Membangun model secara mandiri Self-develop Model
Terdapat dua model dalam prinsip pengembangan model secara mandiri yaitu model of dan model for. Model of masih dapat
disebut matematika informal. Model ini berpangkal dari masalah kontekstual dan menuju ke matematika formal sedangkan model for
merupakan model yang lebih umum yang dikembangkan melalui generalisasi
atau formalisasi.
Siswa diharapkan
mampu mengembangkan
sendiri model-model
atau cara-cara
menyelesaikan permasalahan
kontekstual selama
proses pembelajaran. Model yang digunakan siswa dapat berupa model
sederhana atau hampir sama dengan masalah kontekstualnya. Model berfungsi untuk menjembatani proses berpikir dari yang
paling dikenal siswa, ke arah proses berpikir yang lebih formal. c. Karakteristik PMRI
PMRI memiliki lima karakteristik. Berikut adalah kelima karakteristik dari PMRI:
1 Penggunaan konteks Menurut Wijaya 2012: 31 suatu pengetahuan akan menjadi
bermakna bagi siswa jika proses belajar melibatkan masalah realistik
atau dilaksanakan dalam dan dengan suatu konteks. Johnson 2010: 34 menyatakan bahwa kata konteks dipahami sebagai pola
hubungan-hubungan di dalam lingkungan langsung sesorang. Penggunaan konteks dalam pembelajaran PMRI ditujukan untuk
membangun dan menemukan konsep oleh siswa sendiri. Menurut Suryanto 2010: 44 yang dimaksud konteks adalah lingkungan siswa
yang nyata baik aspek budaya maupun aspek geografis. Konteks di dalam PMRI tidak selalu diartikan konkret atau benda nyata tetapi
dapat juga yang telah dipahami oleh siswa atau dapat dibayangkan oleh siswa. Bentuk dari konteks tidak harus berupa masalah dunia
nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan
dalam pikiran siswa Wijaya 2012: 21. 2 Penggunaan model
Penggunaan model berfungsi sebagai jembatan bridge dari pengetahuan dan matematika tingkat konkret menuju matematika
tingkat formal Wijaya, 2012: 22. Model dapat bermacam- macam,model konkret dapat berupa benda, atau semikonkret berupa
gambar atau skema. Model ini ditujukan untuk membantu siswa berpikir dari konkret ke abstrak atau dari abstrak ke abstrak lain.
Terdapat dua macam model dalam PMRI yaitu model of dan model for. model of adalah model yang menggambarkan situasi konteks.
Sedangkan model for adalah model yang dikembangkan siswa yang mengarah pada pencarian solusi secara sistematis Wijaya, 2012: 47.
3 Penggunaan kontribusi siswa atau pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Kontribusi siswa sangat penting untuk diperhatikan dalam suatu pembelajaran. Kontribusi dibutuhkan untuk memperbaiki atau
memperluas konstruksi sehubungan dengan pemecahan masalah kontekstual. Kontribusi siswa dalam pembelajaran dapat berupa ide,
atau variasi cara pemecahan masalah. Hal itu mengacu pada pendapat Frudenthal dalam Wijaya bahwa matematika tidak diberikan kepada
siswa sebagai suatu produk yang siap dipakai tetapi sebagai suatu konsep yang dibangun oleh siswa maka dalam PMRI siswa
ditempatkan sebagai subjek belajar Wijaya, 2012: 22. 4 Penggunaan interaktivitas siswa
Proses belajar siswa menjadi lebih singkat dan bermakna pada saat siswa saling mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan
mereka. Manfaat dari interaksi dalam pembelajaran matematika yaitu menggabungkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara
simultan Wijaya, 2012:23. 5 Memanfaatkan keterkaitan intertwining
Konsep-konsep dalam matematika saling terkait. Melalui keterkaitan,
satu pelajaran
matematika diharapkan
dapat mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika
secara bersamaan Wijaya: 2012: 23.
B. Kerangka Berpikir