22 Ketika lahan di daerah hulu tata guna lahannya berubah maka terjadi
peningkatan debit air permukaan, akibatnya di daerah hilir mendapatkan debit yang berlebih yang dampaknya pada musim hujan terjadi banjir dan
tingkat kekeruhan yang meningkat karena telah terjadi erosi aliran gully erosion dan erosi permukaan tanah surface erosion sekaligus
menimbulkan sedimentasi pada aliran sungai dan lainnya sampai dengan ke muara sungai sehingga menimbulkan pendangkalan. Akibatnya di laut
terjadi akresi yang mempengaruhi longshore transport sediment di pantai. Dampak akresi pantai suatu lokasi adalah gerusan pantai yang dikenal
dengan sebutan abrasi di tempat lainnya Kodoatie et al. 2008, namun sebaliknya pada musim kemarau karena daerah resapan air telah berkurang
dan seluruhnya mengalir ke hilir menimbulkan bencana kekeringan yang meningkat pula luasan cakupannya baik itu terjadi di daerah hulu apalagi di
daerah hilirnya. Akibatnya sumberdaya air bukan lagi sebagai water for life air untuk kehidupan, tapi menjadi water and disaster air dan bencana
untuk itu diperlukan keterpaduan mengatasi banjir dan kelangkaan air tersebut dengan upaya-upaya menyeluruh dan terpadu.
2.2 Daur Hidrologi dan Akuifer
Berdasarkan siklus air atau daur hidrologi, air yang diuapkan oleh matahari dan angin dari laut dan daratan akan terbawa oleh pergerakan
udara. Selanjutnya terjadi proses pendinginan yang mengakibatkan uap air akan terkondensasikan menjadi butiran-butiran air yang turun ke bumi
sebagai air hujan. Air hujan yang jatuh ke permukaan tanah sebagian akan meresap ke dalam tanah, sebagian kecil akan diuapkan kembali dan
sebagian besar akan mengalir ke permukaan sebagai aliran permukaan run off. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian akan disimpan dalam
lapisan pembawa air aquifer dapat berupa air tanah dangkal atau air tanah bebas maupun air tanah dalam. Air tanah dangkal atau air tanah bebas
umumnya akan muncul di daerah-daerah dengan elevasi yang lebih rendah
23 sebagai mata air ataupun mengalir ke dalam sungai-sungai atau danau yang
berada pada arah aliran air tanah dangkal bebas tersebut sebagai air permukaan. Aliran air tanah maupun air permukaan pada akhirnya akan
kembali ke laut dan membentuk daur hidrologi kembali secara terus- menerus, sebagaimana disajikan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Siklus Air dalam Pola Penyebaran Sumber Daya Air di suatu Wilayah
Prinsip peresapan dan pelepasan air tanah mengikuti hukum hidrolika yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi, terutama dipengaruhi oleh kondisi
geologi setempat seperti jenis tanah dan batuan, porositas, permeabilitas, kemiringan lereng, dan lainnya. Dalam hal ini, air tanah merupakan air yang
terdapat di bawah permukaan tanah yang mengisi rongga-rongga dalam lapisan geologi atau yang disebut juga sebagai akuifer. Menurut Wilson
1993 bahwa akuifer atau pehantar adalah lapisan pembawa air tanah atau lapisan dalam bumi yang mengandung air. Akuifer ini terdiri dari bahan
lepas berupa pasir atau kerikil atau bahan yang mengeras seperti batu pasir atau batu gamping. Batu gamping bersifat nisbi kedap, tetapi dapat larut
dalam air, sehingga sering memiliki kekar atau “lorong” yang lebar-lebar yang membuat batuan itu secara keseluruhan serupa dengan batuan
sarang yang mempunyai kemampuan untuk memegang air dan bertindak sebagai lapisan pembawa air. Air tanah mempengaruhi dan sangat
dipengaruhi oleh bahan-bahan mineral yang berhubungan langsung dengan
24 air tersebut. Air tanah melarutkan mineral dan formasi mineral dan
menyimpannya pada permukaan batuan. Air tanah juga diisi oleh aliran air dari permukaan dan melepaskan ke badan air dan atau sungai, danau yang
berada di bawah levelnya. Pada proses peresapan dan pelepasan air tanah tersebut terdapat dua
jenis kondisi air tanah, yaitu: 1 air tanah tak tertekan, dan 2 air tanah tertekan. Air tanah tak tertekan unconfined aquifer merupakan air tanah
yang umumnya menempati lapisan tanah pada bagian atas atau disebut pula air tanah dangkal atau air tanah bebas. Adapun air tanah tertekan confined
aquifer umumnya menempati lapisan yang ada di bawahnya atau disebut pula sebagai air tanah dalam. Kedua kondisi air tanah tersebut dalam
hubungannya dengan siklus air dalam akuifer disajikan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.2 Siklus Air Tanah dalam suatu Akuifer DAS. Secara garis besar sumber-sumber air yang terdapat pada kawasan
penelitian terbagi menjadi: 1 Air Tanah: Air tanah dangkal, air tanah dalam yang termasuk dalam air bawah tanah adalah air yang terdapat dalam
lapisan tanah atau batuan yang mengandung air di bawah permukaan tanah termasuk mata air; 2 Mata Air: Air Tanah yang muncul ke permukaan
atau tempat air tanah yang keluar sebagai aliran permukaan; dan 3 Air
25 Permukaan: Sungai, danau atau waduk. Sementara itu potensi air angkasa
air hujan tercakup dalam pembahasan potensi air permukaan. Artinya air tanah yang terdapat pada permukaan tanah tidak termasuk air laut yang
berada di laut maupun di darat. Keberadaan tentang sumber-sumber air permukaan maupun air
tanah telah didefinisikan pada Peraturan Pemerintah PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air,
dimana sumber air didefinisikan sebagai wadah air yang terdapat di atas permukaan seperti sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara, serta yang
di bawah permukaan termasuk dalam pengertian ini akuifer dan mata air.
2.3 Kebijakan Lingkungan