Perumusan Masalah Pengembangan kebijakan pembayaran jasa lingkungan dalam pengelolaan air minum studi kasus DAS Cisadane Hulu

9 banyak orang yang belum mendapatkan jasa lingkungan yang layak atas pengusahaan air minum. Kedua, potensi perkembangan pemasaran jasa air pada saat sekarang cukup menjanjikan. Kertiga, pentingnya peningkatan kapasitas para pemangku kepentingan yang bergerak dan terkait dalam usaha jasa air yang ramah lingkungan, antara lain: a pemerintah pusat dan daerah, lintas sektoral, regional danatau wilayah, b masyarakat, c swasta atau badan usaha, d lembaga swadaya masyarakat LSM, dan e lembaga donor. Penelitian ini mencoba menguraikan pentingnya analisis kebijakan atas pengelolaan sumberdaya air baku yang dimanfaatkan untuk air minum yang secara kompleksitas kebijakan diperlihatkan pada Lampiran Tabel 6.1; selain itu pentingnya analisis terhadap pembayaran jasa lingkungan PJL bagi kelestariaan lingkungan yang mampu menghasilkan: a nilai pembayaran jasa lingkungan dan prinsip-prinsip kebijakan yang berkaitan dengan mekanisme PJL; dan b faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan lingkungan atas pengelolaan air bersih minum.

1.2 Perumusan Masalah

Masalah adanya sifat keterbatasan atas sumberdaya air timbul karena adanya kecenderungan overuse atau penggunaan yang berlebih sehingga sangat mengganggu potensi orang lain untuk memanfaatkannya. Kecenderungan overuse dapat menyebabkan congestion, hal ini terjadi karena ketidakseimbangan antara supply dan demand pada waktu tertentu. Kecenderungan overuse akan mengarah pada degradasi dan deplesi sumberdaya air. Dengan perkataan lain, penyediaan supply sumberdaya air dapat menjadi semakin kritis, sementara permintaannya menjadi terus meningkat sehingga akan mengalami banyak kejadian periode defisit air. Selain itu dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat telah mengakibatkan peningkatan terhadap permintaan demand air bersih, apabila standar kehidupan masyarakat menjadi meningkat terutama di wilayah perkotaan, sehingga konsumsi air perkapita 10 juga akan menjadi meningkat. Keadaan ini menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan air sudah berkaitan dengan kemajuan ekonomi; maka diperlukan adanya sistem insentif yang kuat untuk menghemat air berupa harga air yang tepat the right price berdasarkan nilai keekonomiannya dengan memperhatikan perlindungannya di hulu dan didukung oleh sistem kelembagaan yang benar the right institution. Masalah adanya biaya cost yang harus dikeluarkan untuk membatasi akses pada sumberdaya untuk pihak-pihak lain yang menjadi pemanfaat, seperti halnya barang publik public goods atau CPRs memiliki permasalahan yang sama yaitu kehadiran pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tetapi tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan mengatur pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan dimaksud. Kecenderungan overuse yang melampaui batas akan mengancam pada keberlanjutan sistem produksi dalam pengelolaan air minum. Permasalahan lingkungan dalam pengelolaan air minum disebabkan antara lain karena adanya interaksi yang tidak harmonis antara aktivitas ekonomi dengan eksistensi dan terbatasnya kapasitas air baku dalam upaya memenuhi kebutuhan manusia dan daya dukung lingkungan yang menurun. Peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat telah mengakibatkan peningkatan terhadap permintaan demand air bersih minum terutama bila standar kehidupan masyarakat menjadi meningkat di wilayah perkotaan, sehingga konsumsi air per kapita meningkat pula. Data BPDAS 2007 menyatakan bahwa debit rata-rata per bulan di DAS Cisadane adalah 17 335 ldetik, tertinggi pada Desember 38 275 ldetik dan terendah pada bulan Agustus 1 107 ldetik. Mata air di Kabupaten dan Kota Bogor berjumlah 105 dan 58 diantaranya berada di wilayah DAS Cisadane, telah dieksploitasi sekitar 55 mata air dan 13 mata air diantaranya perlu mendapat perhatian. Satu mata air tingkat kekritisannya masuk dalam kategori sangat prioritas dalam hal penanganannya yaitu mata air Curuggalong Caringin; ada mata air yang masuk kategori prioritas ada 10 mata air dan 2 mata air agak prioritas yang secara administratif tersebar di Kecamatan-kecamatan 11 Cijeruk, Cigombong, Caringin, dan Ciawi, Kabupaten Bogor. Selain itu di DAS Cisadane hulu, ada 4 mata air yang terletak di Kabupaten Bogor tetapi keempat mata air tersebut Tangkil, Bantar Kambing, Palasari, dan Kota Batu digunakan untuk kepentingan PDAM Kota Bogor, sedangkan PDAM Kabupaten Bogor adalah mata air Cibedug, Citiis, Cijeruk dan Ciburial. Menurut BPSDA 2009, pemanfatan air permukaan sepanjang DAS Cisadane untuk penggunaan air bersih, terdapat 15 titik diantaranya: PDAM Kota Bogor di Cipaku dengan pengambilan air 777 600 m 3 bulan dan di Intake Ciherang Pondok 2 073 600 m 3 bulan. Daerah aliran sungai DAS dipandang sebagai suatu sistem dimana semua komponen penyusunnya saling berinteraksi satu sama lain khususnya hubungan antara hulu dengan hilir; dimana keberlangsungan pengelolaan DAS dan konservasi tanah dalam jangka panjang sangat ditentukan oleh keseimbangan tercapainya manfaat sosial ekonomi dan terpeliharanya fungsi lingkungan. Terjadinya gangguan atau kerusakan salah satu komponen ekosistem tersebut menyebabkan gangguan pada keseluruhan sistem yang ada. Permasalahan di DAS Cisadane hulu terbagi dalam tiga aspek. Pertama, aspek biofisik, meliputi: 1 tingkat erosi, 2 sedimentasi sungai 3 penggunaan, penggarapan, dan konservasi lahan 4 penanaman pohon. Kedua, aspek kelembagaan, yaitu: 1 peraturan perundang-undangan, 2 mekanisme insentif, 3 kelembagaan masyarakat setempat. Ketiga, aspek sosial, budaya dan ekonomi, meliputi: 1 tingginya tekanan penduduk, 2 ketergantungan penduduk terhadap lahan, 3 respon penduduk terhadap sistem penggarapan dan konservasi lahan, 5 pengusahaan sumber air baku untuk air minum, 6 konflik kepentingan antar stakeholders, 7 pengelolaan kebijakan sumberdaya air, dan 8 kompensasi atas penggunaan jasa lingkungan, sebagaimana disajikan pada Gambar 1.2. 12 Gambar 1.2 Perumusan Masalah DAS Cisadane Hulu dalam Kebijakan PJL Penen- tuan Biore- gion Sumber Air Identi- fikasi Potensi Sumber Air Potensi Kuan- titas dan Kualitas Sumber Air Kebu- tuhan Air Lokal Kebu- tuhan Air antar Wilayah Kebijakan Perlindungan Resapan Air dan Petani di Hulu Perlunya Analisis Kebijakan PJL dalam Pengelolaan SPAM Dana Kompensasi Air Mekanisme Transfer Dana Konservasi Sumber Air Komitmen Stakeholders Proses Negosiasi MoU Kontribusi Nilai Ekonomi Air SISI PENAWARAN SD AIR Pemanfaat Sumber- daya Air Pengelola Penyedia Sumberdaya Air Seller di Hulu BAGAIMANA KEBIJAKAN PEMBAYARAN JASA LINGKUNGAN AIR MINUM? BAGAIMANA PEMERINTAH MENGATUR PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR ? Jaminan Kontinuitas Pasokan Air Proses Transfer dan Transaksi ? SISI PERMINTAAN SD AIR DAS CISADANE HULU Masalah Biofisik: Pengendali Erosi, Sedi- mentasi, Reboisasi, Pertanian Konservasi Masalah Sosial, Budaya, Ekonomi: Jumlah Penduduk, Konflik, Ketergantungan terhadap Lahan, Pemanfaatan Air, Nilai Kompensasi Masalah Kelembagaan: Peraturan, Perundang- undangan, Mekanisme In- sentif, Kelembagaan Lokal KESEIMBANGAN EKOSISTEM ALAMI: 1 Pengelolaan tanah; 2 Pengelolaan Sumberdaya Air; 3 Pengelolaan hutan; 4 Pembinaan Manusia penerangan; penyuluhan; diklat; dan pendampingan Pengusahaan SD Air Pertambahan Penduduk Deplesi SDA Hutan, Lahan, Air Ketersediaan SD Air Berkurang Supply - Demand Air 13 Hubungan hulu penyedia dan hilir pemanfaat dalam pengelolaan air minum menjelaskan bahwa antara aktor, ruang dan waktu saling terkait interconnected, terjadi saling ketergantungan interdependent dan membentuk suatu sistem ekologis, sehingga ketersediaan sumberdaya air di wilayah hilir perkotaan tergantung kepada upaya konservasi lingkungan lahan hutan di daerah aliran sungai atau DAS di wilayah hulu. Menurut Acreman 2004; Johnson et al. 2001 menyatakan bahwa bagian hulu DAS umumnya merupakan daerah resapan air yang mengalirkan air ke daerah hilir, sehingga keterkaitan antara hulu dan hilir sangat kuat; artinya wilayah hilir tidak mungkin mendapatkan pasokan air minum berkelanjutan secara kuantitas dan kualitas yang memadai bila kondisi ekosistem wilayah hulu yang menjadi resapan airnya terganggu. Komponen antar pemanfaat air minum dan penyedia jasa air dapat menyeimbangkan ekosistem sehingga dapat berlangsung dan berfungsi dengan baik dan berkelanjutan, sehingga diperlukan adanya aliran feedback atas penggunaan bahan dan energi berupa pembebanan biaya kompensasi atas penggunaan jasa lingkungan berupa pembayaran dengan sejumlah uang tertentu dari pengguna users pay principle kepada penghasil jasa lingkungan sesuai dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan PJL, hal ini dikarenakan pengguna di hilir merupakan beneficiaries dan penyedia jasa di hulu sebagai supplier. Hal ini dapat dipahami bila terjadi gangguan di hulu, maka daya dukung lingkungan untuk melakukan peresapan air akan menjadi terganggu dan masyarakat di hilir akan kekurangan pasokan air; atau para pemanfaat air minum telah melakukan pemanfaatan berlebihan atau overuse dimana pihak-pihak yang mendapatkan manfaat tersebut tidak berkontribusi pada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk menyediakan, memelihara dan mengatur pemanfaatan serta perbaikan atau pemulihan kawasan konservasi sebagai daerah resapan air. Untuk itu pentingnya pembayaran jasa lingkungan transfer of payment environmental services tersebut dari pemanfaat dapat digunakan sebagai dana konservasi dan rehabilitasi atau pemulihan kerusakan atas sumberdaya alam dan 14 lingkungan di wiliyah hulu. Dengan adanya dana konservasi tersebut maka penyedia jasa di hulu dapat melakukan pemeliharaan dan perbaikan kualitas lingkungan terutama di kawasan resapan air di hulu yang berlangsung secara berkelanjutan. Hubungan demikian telah lama menjadi perhatian para ekonom, ekolog dan hidrolog dalam bingkai penilaian ekonomi air economic valuation of water, terutama semenjak meningkatnya pertumbuhan kelangkaan air bersih dan terjadinya peningkatan persaingan diantara sektor yang menggunakan air, sehingga isu-isu pengalokasian air menjadi semakin meningkat pula, khususnya di DAS Cisadane hulu yang terdapat persaingan diantara konsumen air baik di hulu up stream ataupun di hilir down stream ataupun alokasi air antar wilayah seperti penggunaan air oleh masyarakat perkotaan baik digunakan oleh rumah tangga, komersial ataupun industri dan wisata air dengan penggunan air oleh masyarakat perdesaan pertanian oleh petani. Penetapan nilai besaran kompensasi yang diberikan pengguna kepada penyedia jasa lingkungan dalam ekonomi lingkungan, nilai keuntungan yang diperoleh tidak mempunyai nilai pasar non marketable; hal ini dikarenakan bersifat eksternalitas, dimana keuntungan atau manfaat pengelolaan lingkungan atau kerugian dan biaya kerusakan lingkungan berada di luar sistem pasar. Aplikasi ekonomi lingkungan dalam kebijakan perlindungan dan perbaikan lingkungan menghadapi beberapa permasalahan, misalnya sulitnya mengidentifikasi dan mengkuantifikasi jasa lingkungan, sulitnya valuasi keuntungan dan tingginya biaya serta adanya faktor waktu diskonto, termasuk penilaian jasa lingkungan berdasarkan pada kesediaan orang untuk membayar jasa lingkungan yang lebih baik variasi kompensasi atau kesediaan menerima pembayaran bila diperoleh jasa yang lebih inferior variasi ekuivalen. Pembiayaan atas pengambilan dan pemanfaatan jasa lingkungan air minum yang menganut dasar filosofis users pay principle dan ecocentrism 15 adalah dengan menerapkan pembayaran jasa lingkungan. Pembayaran jasa lingkungan PJL air ini merupakan suatu konsep sebagai wujud penghargaan dan upaya pelestarian terhadap sumber daya alam yang diharapkan dapat menjaga ekosistem daerah tangkapan air water cathment area yang ada di hulu dan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat hulu yang turut andil dan berperan dalam upaya konservasi alam di kawasan tersebut secara berkelanjutan. PJL memberikan arti penting dalam hal keberlanjutan sumberdaya air, mengapa? Pertama, karena masih banyak orang yang belum mendapatkan jasa lingkungan yang layak atas pengambilan dan pemanfaatan air minum. Kedua, potensi perkembangan pemasaran jasa air minum pada saat sekarang cukup menjanjikan dan mempunyai nilai ekonomis. Ketiga, bahwa konsep PJl air minum ini dibangun dengan kerangka pikir hubungan hulu dan hilir sebagai hubungan sistem keterkaitan terintegrasi. Keberadaan air bersih minum di dataran rendah atau oleh para pemanfaat air minum dalam hal ini hilir sangat bergantung pada ketersediaan air yang ada di kawasan hulu, sehingga menciptakan reward atau penghargaan yang diberikan oleh para pemanfaat air yang diwujudkan dalam kerangka pembayaran jasa lingkungan untuk tujuan perbaikan dan pemeliharaan kawasan resapan air dengan melakukan konservasi danatau restorasi hutan di kawasan hulu daerah aliran sungai. Berdasarkan keadaan sebagaimana telah diuraikan, maka permasalahan yang ingin ditelaah dalam penelitian pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Apakah masyarakat dan pemanfaat air minum di DAS Cisadane hulu telah memperhatikan pembayaran jasa lingkungan? 2 Bagaimana partisipasi dan pola perilaku masyarakat dalam melakukan konservasi di DAS Cisadane Hulu? 3 Apakah pengelolaan air minum atau pengembangan sistem penyediaan air minum SPAM di DAS Cisadane hulu telah memperhatikan nilai ekonomi yang berbasis pada ekologi atau paradigma ekosentrisme? 16 4 Bagaimana implikasi kebijakan dalam pengelolaan air minum air bersih melalui instrumen ekonomi berbasis ekologi bagi para pengelola pengembangan SPAM atau pemanfaat air minum?

1.3 Tujuan Penelitian