Penilaian dalam Pembelajaran Ekstrakurikuler Bahasa Inggris

54 suatu penilaian. Berkas portofolio dapat berupa kumpulan hasil ulangan harian, makalah, hasil karya maupun kliping baik itu berupa tugas individu maupun kelompok yang dapat menunjukkan perkembangan belajar siswa. Penilaian portofolio dapat dilakukan melalui kriteria tertentu yang selanjutnya ditindaklanjuti maupun diberikan umpan balik. 4 Penilaian Tertulis Penilaian tertulis merupakan jenis penilaian yang paling banyak digunakan karena dianggap simpel, bervariatif, dan efisien dalam membuat, mengerjakan, maupun dalam mengoreksi jawaban siswa. Menurut Abdul Majid 2007: 195, tes tertulis merupakan tes dalam bentuk bahan tulisan baik soal maupun jawabannya. Penilaian tertulis memiliki beberapa bentuk yakni tes objektif pilihan ganda, benar- salah, dan menjodohkan, tes non-objektif, dan uraian. Penilaian ini dapat dilakukan secara singkat dan berkala sehingga pada setiap pembelajaranpun guru akan mampu mengukur ketercapaian tujuan dan memantau perkembangan belajar siswa. Penilaian pembelajaran Ekstrakurikuler Bahasa Inggris EBI dalam penelitian ini mengacu pada pedoman umum pembelajaran berdasarkan Permendikbud Nomor 81A Tahun 2013, pedoman pengembangan program ekstrakurikuler berdasarkan Permendikbud Nomor 62 Tahun 2014, dan Implementasi Pembelajaran dalam Kurikulum 2013 yang meliputi penilaian autentik baik pada proses pembelajaran maupun penilaian hasil belajar yang pada pelaporan akhir menggunakan penilaian kualitatif. 55

E. Perkembangan Bahasa Siswa Sekolah Dasar

Proses pertumbuhan fisik atau jasmani manusia diikuti oleh perkembangan intelektual dan emosional, perkembangan sosial, moral, dan sikap serta perkembangan bahasa. Menurut Cameron 2001: 5, “Language provides the child with the new tool, opens up new opportunities for doing things and for organising information through the use of words as symbols. Perolehan simbol-simbol bahasa berjalan sesuai dengan tahapan perkembangan bahasa manusia. Menurut Carins dan Cairns dalam Crain, 1994: 528-532, perkembangan bahasa manusia melalui tahap, 1 bahasa awal, 2 pengucapan satu kata, 3 pengucapan dua kata, 4 pengembangan gramatika, 5 perubahan-perubahan, 6 mendekati gramatika orang dewasa, dan 7 universalia. Masa bahasa anak usia sekolah dasar 7-11 tahun berada pada tahap linguistik. Jalongo 2007: 64 mengklasifikasikan perkembangan bahasa anak dalam tahap pralinguistik dan linguistik dimana pada masing-masing tahap memiliki tingkatan perkembangan bahasa masing-masing yaitu, 1 prelinguistic-speech-type sounds but no words approximately birth-11 months, 2 one-word utterance approximately 1-2 years, 3 making words into phrases approximately 2-3 years, 4 using complete sentences approximately 4-6 years, and 5 using language symbolically reading and writing approximately 6 years and up. Tahap perkembangan yang terakhir dari Jalongo dikuatkan oleh Scott Ytreberg 1 990: 4 bahwa, ”By the age of ten children can understand abstracts, understand symbols beginning with words, and generalise and 56 systematise ”. Dari pendapat tersebut, diketahui bahwa anak usia sekolah dasar yang berusia 7 hingga 12 tahun memulai perkembangan bahasa pada tingkat ke 5 yaitu sudah mampu membaca dan menulis. Berdasarkan aspek kebahasaan, Otto 2014: 3 menyebutkan,”When children are requiring language, they are developing five different aspects, or components, of language knowledge: phonological, semantic, syntactic, morphemic, and pragmatic”. Perkembangan bunyi bahasa fonologi anak telah berkembang dengan mulai mengenal dan menyerap berbagai bunyi dan perbedaannya melalui pengalaman membaca dan menulis. “,,, during this time, children’s phonological knowledge is increasingly influenced by their experiences with reading and writing ” Otto, 2014: 285. Oleh karena itu strategi pembelajaran disampaikan dengan menekankan kegiatan membaca dan menulis untuk memperkenalkan berbagai perbedaan bunyi melalui kosakata sederhana yang telah diperoleh pada tahapan sebelumnya. Perkembangan semantik makna bahasa anak berkembang dengan pesat sejalan dengan penguasaan kosa kata serta penggolongannya yang bergantung pada banyaknya interaksi yang dilakukan oleh anak dengan lingkungan baik di rumah maupun di sekolah. Penggolongan ini dapat dilihat dari kemampuan anak untuk memahami antonim, sinonim, teka-teki, dan spesialisasi kosa kata. Otto 2014: 292 menyimpulkan,”Primary-age children appear to use their morphemic, phonological, and semantic knowledge in comprehending and creating riddles ”. Selain menerima dan memahami konsep yang melekat pada kata tersebut, anak juga mampu menggunakan menggunakan bahasa kiasan. 57 Menurut Huilt Howard dalam Otto, 2014: 291,”In creating a metaphor, a child must be able to see the ways two objects or settings are similar on a more abstract or symbolic level ”. Perkembangan sintaks atau tata bahasa anak semakin terlihat dari kemampuan menggunakan pakem-pakem dalam penggunaan bahasa termasuk susunan kata dan pengucapannya serta mengenal struktur kalimat pasif. Otto 2014: 292 menyebutkan,”During the primary years, children’s language development is characterized by increasing syntactic complexity, a clearer understanding of how pronouns are used, and greater comprehension and use of sentences with passive voice structure ”. Tingkat kerumitan struktur kalimat yang digunakan terlihat baik dengan munculnya kemampuan menyusun kata dan kalimat gabungan setara dan bertingkat. Pencapaian ini dipengaruhi oleh penggunaan bahasa itu sendiri baik di rumah, sekolah, lingkungan masyarakat, maupun oleh tingkat pemaknaan anak. Perkembangan bentuk bahasa morfologi terlihat dari kemampuan siswa menyusun dan memahami perubahan atau turunan dari kata dasarnya. Owens dalam Otto, 2014: 295 menjelaskan,”Derivational morphemes are bound morphemes used with words stem that change the way a specific word functions in a sentences”. Perkembangan pengetahuan mengenai kegunaan bahasa pragmatis anak usia sekolah dasar telah mencapai pada penggunaan bahasa dalam konteks yang tepat. Anak sudah mampu penggunakan bahasa santun untuk percakapan formal, percakapan di rumah maupun pada percakapan yang 58 melibatkan bahasan tertentu. Hal ini berkaitan dengan perkembangan- perkembangan kemampuan bahasa yang telah dijelaskan sebelumnya. Owens dalam Otto: 2014:298 mengemukakan,”During the primary years, children begin to make specific requests for clarification and become increasingly more competent in conversat ion”. Pembelajaran Bahasa Inggris sebagai bahasa kedua akan membantu meningkatkan kemampuan penguasaan dwi bahasa bahkan multi bahasa pada anak. Menurut Sri Rumini dan Siti Sundari 2004: 46, setelah anak masuk sekolah, perkembangan jumlah kosa kata sangat mencolok. Ia menambahkan bahwa ternyata kemampuan anak menggunakan dwi bahasa sejak masa kanak- kanak dapat memiliki kepandaian bahasa tersebut melebihi orang-orang yang menggunakan dwi bahasa setelah dewasa, karena masa peka untuk belajar dwi bahasa terjadi pada anak yang berumur 2-10 tahun. Dikuatkan oleh penelitian Hurlock 1978: 189 bahwa anak kelas satu mengetahui rata-rata antara 20.000 dan 24.000 atau 5 sampai 6 persen dari kata yang ada dalam kamus baku. Anak kelas enam mengetahui kira-kira 50.000 kata....”. Berdasarkan pada pengertian tersebut, penelitian ini dikaitkan dengan kegiatan pembelajaran yang mendukung dan sesuai dengan perkembangan bahasa anak yakni membaca dan menulis.

F. Peran Lingkungan Kampung Turis dalam Pembelajaran Bahasa Inggris

Lingkungan internal maupun eksternal sekolah seperti masyarakat memberikan pengaruh terhadap pembelajaran yang berlangsung. Lingkungan 59 internal sekolah yang dibangun melalui kebijakan-kebijakan sekolah seperti budaya tertentu dapat mendorong capaian tujuan satuan pendidikan serta membantu menjaga dan memelihara nilai-nilai yang ditanamkan melalui pembelajaran di dalam kelas. Lingkungan eksternal sekolah mencakup kegiatan, benda, budaya, atau orang yang berada di luar lingkungan sekolah namun berpengaruh terhadap pembelajaran maupun penanaman nilai di sekolah. Menurut Fuad Ihsan 2003: 101 beberapa pengaruh yang dimiliki oleh masyarakat terhadap sekolah yakni, 1 sebagai arah dalam menentukan tujuan, 2 sebagai masukan dalam menentukan proses belajar mengajar, 3 sebagai sumber belajar, 4 sebagai pemberi dana dan fasilitas lainnya, dan 5 sebagai laboratorium guna pengembangan dan penelitian sekolah. Kurikulum pendidikan yang disampaikan di sekolah tidak terlepas dari kebutuhan masyarakat sehingga sekolah turut mencapai tujuan yang dikehendaki oleh masyarakat. Hal ini dikuatkan oleh Tanner Lackney 2006: 18 yang berpendapat bahwa pengaruh utama dalam pengembangan masyarakat sekolah adalah, “. . . . . that advocated community schools that center the curriculum around the lives of students while involving members of the community as educational resources”. Upaya mendorong warga sekolah yang menjadi pusat kurikulum di lingkungan sekitar siswa dapat dilakukan dengan mengikutsertakan anggota masyarakat sekitar sebagai sumber belajar melalui komunikasi dan koordinasi untuk menunjang keberhasilan proses pembelajaran baik sebagai penasehat, sumber belajar yang akan bersinggungan langsung dengan siswa, maupun sebagai lapangan kegiatan