2
Kerajaan Bali terletak di satu pulau kecil yang tidak jauh dari Jawa Timur. Dalam perkembagan sejarahnya, Bali mempunyai hubungan erat dengan Pulau
Jawa karena letak kedua pulau ini berdekatan. Bahkan ketika Kerajaan Majapahit runtuh, banyak rakyat Majapahit yang melarikan diri dan menetap disana. Sampai
sekarang ada kepercayaan bahwa sebagain dari masyarakat Bali dianggap
pewaris tradisi Majapahit. b.
Kehidupan Politik
Mengingat kurangnya sumber-sumber atau bukti dari Kerajaan Bali, maka sistem dan bentuk pemerintahan raja-raja Bali kuno tidak dapat diketahui dengan
jelas. Raja-raja Bali kuno yang pernah berkuasa diantaranya:
Raja Sri Kesari Warmadewa
Raja Sri Kesari Warmadewa adalah raja pertama dan pendiri Dinasti Warmadewa. Pemerintahan Raja Sri Kesari Warmadewa yang
mempunyai istana di Singadwala berhasil diketahui dari Prasasti Sanur 835 C913 M. Dalam prasasti itu disebutkan bahwa Raja Sri
Kesari Warmadewa berhasil mengalahkan musuh-musuhnya di daerh pedalaman.
Raja Ugrasena
Raja Ugrasena 915-942 M memerintah Kerajaan Bali menggantikan Raja Sri Kesari Warmadewa. Pusat pemerintahannya terletak di
Singhadwala. Masa pemerintahan Raja Ugrasena meninggalkan 9 buah prasasti. Prasasti-prasasti itu berisi tentang pembebasan pajak
terhadap daerah-daerah tertentu. Disamping itu, juga terdapat prasasti yang memberitakan tentang pembangunan tempat-tempat suci.
Sistem dan bentuk pemerintahan pada masa itu sudah teratur, terutama tentang pemberian tugas kepada pejabat-pejabat istana.
Raja Tabanendra Warmadewa
Raja Tabanendra menjadi raja Bali menggantikan Raja Ugrasena. Ia memerintah bersama permaisurinya yang bernama Sang Ratu Luhur
Subhadrika Dharadewi. Masa pemerintahan dari Raja Tabanendra Warmadewa tidak diketahui, sebab kurangnya berita-berita dari
prasasti yang menyangkut pemerintahan dari raja tersebut.
Raja Jayasingha Warmadewa
Pengganti Raja Tabanendra Warmadewa adalah Raja Jayasingha Warmadewa. Namun, bagaimana bentuk sistem pemerintahan dan
keadaan kerajaan tidak dapat diketaui secara pasti.
Raja Jayasadhu Warmadewa
Masa pemerintahan raja inipun tidak berhasil diketahui dengan pasti.
3
Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi
Pada tahun 983 M, Kerajaan Bali diperintah oleh seorang raja putri yang bernama Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Tetapi asal-usul
putri ini tidak pernah diketahui dengan jelas. Namun ada beberapa ahli yang menafsirkan bahwa ia adalah putri Raja Mpu Sendok Dinasti
Isyana.
Dharma Udayana Warmadewa
Dharma Udayana Warmadewa memerintah Kerajaan Bali pada 989- 1022 M. Pada masa pemerintahannya, hubungan kerajaan Bali
dengan kerajaan-kerajaan di Jawa Timur berjalan baik. Pada masa inilah penulisan prasasti-prasasti dengan menggunakan huruf dan
Bahasa Jawa kuno dimulai.
Raja Marakata
Dengan meninggalnya Raja Udayana, maka Kerajaan Bali diperintah oleh putranya yang kedua, yaitu Raja Marataka. Namun ia
memerintah tidak terlalu lama dan tahun 1025 M meninggal dunia.
Raja Anak Wungsu
Raja Anak Wungsu memerintah pada 1049-1077 M. Dia adalah Raja Bali yang berhasil mempersatukan seluruh wilayah Bali. Pada masa
pemerintahannya, kehidupan rakyat aman dan sejahtera.
Raja Jaya Sakti
Pemerintahan Raja Jaya Sakti tidak begitu jelas diketahui, karena kurangnya prasasti-prasasti yang menunjukkan keberadaan sistem
pemerintahannya.
Raja Bedahulu
Raja Bali kuno yang terakhir memerintah tahun 1343 M adalah Sri Astasura Ratna Bhumi Banten yang lebih dikenal dengan sebutan Raja
Bedahulu. Dalam menjalankan pemerintahannya, Raja Bedahulu dibantu oleh dua orang patihnya yang bernama Kebo Iwa dan
Pasunggrigis. Ketika dilancarkan ekspedisi Majapahit di bawah pimpinan Gajah Mada ke
Bali, Kerajaan Bali tidak dapat bertahan lagi dan akhirnya menjadi bagian
kekuasaan Kerajaan Majapahit. c.
Kehidupan Sosial
Kehidupan sosial Kerajaan Bali terbagi menjadi beberapa struktur sosial,
diantaranya: a
Triwangsa
4
Ketika Bali jatuh ke tangan Majapahit, sistem kehidupan sosial di Bali terdiri dari bangsawan Jawa dan para pembesar kerajaan. Sedangkan
rakyat Bali dianggap sebagai rakyat jajahan yang tidak mempunyai kekuatan apa-apa.
b Anak Jaba
Disamping itu, terdapat pula istilah Jero dan Jaba di Bali yang membedakan golongan orang-orang yang berada di dalam atau di luar
puri keraton. Istilah Anak Jaba Bahasa Bali adalah orang yang tidak memegang pemerintahan, tetapi tidak dapat disamakan dengan
Sudra di India.
c Wong Majapahit
Setelah runtuhnya Kerajaan Majapahit dan Pulau Jawa yang dikuasai oleh Islam, maka sebagaian penduduk Majapahit yang tidak mau
menerima Islam menyingkir ke Bali. Mereka menyebut dirinya
Wong Majapahit
atau
Bali Majapahit.
Penduduk asli Majapahit menyingkir ke daerah pedalaman seperti Trunyan di tepi Danau Batur dan di
Tenganan Bali sebelah timur.
d. Kehidupan Ekonomi
Umumnya masyarakat Bali sejak masa lampau hidup dari bercocok tanam. Hal itu diketahui dari berita prasasti-prasasti yang antara lain menyebut sawah,
parlak sawah kering, gaja lading, kebwan atau kebon kebun, huma, kasuwakan pengairan sawah. Dalam prasasti tersebut, disebutkan istilah cara
pengolahan sawah sampai menuai padi seperti amabakti pembukaan tanah, mluku membaja tanah,tanam menanam padi, mantun menyiangi padi, ahani
menuai padi, dan nutu menumbuk padi. Dengan demikian, pada abad ke 11 M para petani sudah mengenal cara pengolahan tanah seperti yang dikenal dan
dikerjakan petani sekarang. Jenis tanaman yang sudah dikenal pada waktu itu di Bali antara lain padi,hano
enau, tals talas, keladi, nyuh kelapa, pucang pinang, biyu pisang, kapas dan sarwa bija padi-padian. Selain bercocok tanam rakyat juga memelihara
binatang ternak seperti sampi sapi, kambing, babi, anjing, ayam, kuda dan
kerbau. e.
Kehidupan Budaya
Pada prasasti-prasasti sebelum pemerintahan Raja Anak Wungsu, telah disebut beberapa jenis seni yang ada pada waktu itu. Tetapi baru pada zaman
Raja Anak Wungsu, kita dapat membedakan jenis seni ke dalam dua kelompok besar, yaitu seni Keraton dan seni rakyat yang biasanya berkeliling menghibur
rakyat. Adanya istilah seni keraton tidak berarti bahwa seni ini tertutup bagi
5
rakyat. Terkadang seni keraton dipertunjukkan kepada masyarakat di desa-desa. Dalam Prasasti Julah yang berangka tahun 987 M yang menyebutkan adanya
rombongan seni baik I haji untuk raja maupun ambaran keliling yang datang ke Desa Julah. Sangat Sulit untuk mengetahui berapa jumlah pemain, namun
demikian mereka mendapat imbalan upah untuk kemampuan seni. 2.
Kerajaan Pajajaran a.
Letak Geografis
Setelah runtuhnya Kerajaan Tarumanegara, tidak pernah diberitakan tentang berdirinya kerajaan di Jawa Barat. Walaupun di Desa Cangkuang dekat Leles
Garut ditemukan satu candi, namun tidak dapat memperjelas keadaan ini. Para ahli masih memperdebatkan apakah candi itu berasal dari zaman yang tua atau
bukan. Pada mulanya para ahli berpendapat bahwa di Jawa Barat hanya terdapat satu
kerajaan, yaitu Kerajaan Tarumanegara. Namun, setelah ditemukannya berita- berita pendukung, akhirnya diketahui bahwa di Jawa Barat berdiri dan berkuasa
satu kerajaan yang bernama Kerajaan Padjajaran, tetapi tidak pernah diketahui dengan pasti pusat pemerintahan Kerajaan Padjajaran itu.
b. Kehidupan Politik
Bentuk dan sistem pemerintahan raja-raja Padjajaran hanya diketahui dari beberapa orang saja. Raja-raja yang diketahui pernah memerintah di Kerajaan
Padjajaran diantaranya sebagai berikut.
Maharaja Jayabhupati
Dalam prasasti ditulis Maharaja Jayabhupati menyebut dirinya Haji-ri- Sunda. Sebutan ini bertujuan untuk meyakinkan kedudukannya
sebagai raja Kerajaan Padjajaran. Raja Jayabhupati memeluk agama Hindu beraliran Waisnawa. Pada masa pemerintahan Raja Jayabhupati
pusat pemerintahan diperkirakan berada di daerah Pakuan Pajajaran dan kemudian pindah ke Kawali.
Rahyang Niskala Wastu Kencana
Raja ini naik tahta menggantikan Raja Maharaja Jayabhupati. Pusat pemerintahannya terletak di Kawali dan istananya bernama
Surawisesa.
Rahyang Dewa Niskala
Raja Dewa Niskala atau Rahyang Ningrat Kencana, menjadi raja menggantikan Rahyang Niskala Wastu Kencana. Namun tidak
diketahui bagaimana sistem pemerintahannya.
Sri Baduga Maharaja
6
Sri Baduga Maharaja bertahta di pangkuan Padjajaran. Pada masa pemerintahannya, terjadi pertempuran yang sangat besar dalam kita
pararaton
disebut dengan
Perang Bubat.
Peristiwa ini terjadi tahun 1357 M. Dalam pertempuran itu, semua pasukan Pajajaran gugur
termasuk Raja Sri Baduga sendiri beserta putrinya.
Hyang Wuni Sora
Raja ini berkuasa menggantikan Raja Sri Baduga Maharaja. Setelah ia memerintah berturut-turut digantikan oleh Prabu Niskala Wastu
Kencana 1371-1474 M, Tohaan 1475-1482 M yang berkedudukan di Galuh, Ratu Jaya Dewata 1482-1521 M.
Ratu SamianPrabu Surawisesa
Pada masa pemerintahannya, pada tahun 1512 M dan 1521 M, ia berkunjung ke Malaka untuk meminta bantuan Portugis dalam
menghadapi Kerajaan Demak. Namun, bantuan yang diharapkan itu ternyata sia-sia karena pelabuhan terbesar Kerajaan Padjajaran yaitu
Sunda Kelapa sudah dikuasai oleh pasukan Kerajaan Demak di bawah pimpinan Fatahillah. Akibatnya, hubungan Pajajaran dengan dunia
luar terputus.
Prabu Ratu Dewata 1535-1543
Raja ini memerintah menggantikan Prabu Surawisesa. Pada masa pemerintahannya, terjadi serangan-serangan dari Kerajaan Banten yang dipimpin
oleh Maulana Hasanuddin, dibantu oleh anaknya Maulana Yusuf. Berkali-kali pasukan Banten Islam berusaha merebut ibukota Pajajaran tahun 1579 M.
Peristiwa mengakibatkan runtuhnya Kerajaan Hindu Pajajaran di Jawa Barat. c.
Kehidupan Sosial
Kehidupan masyarakat Padjajaran dapat digolongkan menjadi:
Golongan seniman seperti pemain gamelan, pemain wayang, penari.
Golongan petani.
Golongan pedagang.
Golongan yang dianggap jahat, yaitu tukang copet, tukang rampas, begal, maling dan sebagainya.
d. Kehidupan Ekonomi
Kehidupan Ekonomi kerajaan Pajajaran terbagi menjadi 2 aspek, yakni:
Perdagangan Laut
Kerajaan Padjajaran memiliki enam pelabuhan penting, yakni pelabuhan Banten, Pontang, Cigede, Tamgara, Kelapa Sunda Kelapa atau Jakarta
sekarang, dan Ciamuk mungkin Pamanukan Sekarang. Setiap pelabuhan dikepalai oleh seorang syahbandar yang bertanggung jawab
7
kepada raja dan bertindak sebagai wakil raja di bandar-bandar yang dikuasai. Melalui keenam pelabuhan itu, Kerajaan Padjajaran melakukan
perdagangan dengan daerah atau negara lain.
Perdagangan Darat
Kerajaan Padjajaran juga memiliki lalu lintas perdagangan darat yang cukup penting. Jalan darat itu berpusat di Pakuan Padjajaran, ibukota
kerajaan. Jalan yang satu menuju ke arah Timur dan yang lain menuju ke arah Barat.
Jalan menuju kearah Timur menghubungkan Pakuan Pajajaran dengan Karang Sambung yang terletak ditepi sungai Cimanuk, melalui Cileungsi
dan Cibarusa lalu membelok ke Karawang. Dari Tanjung Pura ini kemudiaan diteruskan ke Cikao dan Purwakarta, dan berakhir di Karang
Sambung. Sedangkan jalan yang lain menuju ke arah barat, mulai dari Pakuan
Padjajaran melalui Jayasinga dan Rangkasbitung, menuju Serang dan Berakhir di Banten. Jalan darat lain dari Pakuan Padjajaran menuju Ciampea mulai dari
Muara Cianten. Melalui jalan darat dan sungai tersebut hasil bumi Kerajaan Padjajaran diperdagangkan. Melalui jalan itu pula bahan yang diperlukan oleh
penduduk yang berada didaerah pedalaman disalurkan. Dengan demikian sistem perekonomian di Kerajaan Padjajaran sudah berkembang dan sudah maju saat itu.
e. Kehidupan Budaya
Sejak zaman Kerajaan Tarumanegara, kehidupan kebudayaan rakyat Jawa Barat rakyat Sunda dipengaruhi oleh Budaya Hindu. Pengaruh agama Hindu
terhadap Kerajaan Tarumanegaradapat diketahui dari :
Arca-arca Wisnu di daerah Cibuaya dan arca-arca Rajarsi.
Kitab
Parahyangan
dan kitab
Sanghyang Siksakanda.
Cerita-cerita dalam sastra Sunda kuno bercorak Hindu. 3.
Kerajaan Majapahit a.
Letak Geografis
Kerajaan Majapahit terletak di Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Dapat dipastikan bahwa Ibu Kota dari Kerajaan Majapahit itu sendiri berpusat di Situs
Trowulan yang mana ditempat itulah diperkirakan berdirinya keratin dari
Kerajaan Majapahit itu sendiri. b.
Kehidupan Politik
Sebagaimana telah diuraikan bahwa Raja Kertanegara wafat pada tahun 1292 M, ketika itu pusat Kerajaan Singasari diserbu secara mendadak
oleh Jayakatwang keturunan Raja Kediri. Dalam seranga itu Raden Wijaya