20 fungsi pemasaran. Sedangkan untuk menganalisis efisiensi pemasaran secara
kuantitatif digunakan alat analisis marjin pemasaran, farmer’s share, rasio
keuntungan terhadap biaya pemasaran. Perbedaan penelitian yang dilakukan ini dengan penelitian Hutabarat 2012,
Prihatin 2012, Putro 2014, Widayanti 2008, dan Purba 2010 adalah perbedaan tempat dan waktu penelitian. Penelitian ini dilakukan di Desa
Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat selama bulan Februari hingga April 2015. Komoditas yang menjadi objek penelitian ini juga
berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hutabarat 2012, Prihatin 2012 dan Putro 2014, komoditas yang menjadi objek penelitian ini adalah ubi jalar.
Metode yang digunakan sama dengan metode yang digunakan pada penelitian yang dilakukan Hutabarat 2012, Prihatin 2012, Putro 2014, Widayanti 2008,
dan Purba 2010 dengan tujuan untuk mencari pemasaran yang efisien.
Tabel 4 Penelitian
21 21
Tabel 4 Penelitian terdahulu
No
JudulPeneliti Permasalahan
Tujuan Metode
Hasil
1. Hutabarat
2012 melakukan
penelitian mengenasi
sistem tataniaga
komoditas brokoli di Desa Tugu,
Kecamatan Cisarua,
Kabupaten Bogor Besarnya
margin tataniaga yang terbentuk
dan fluktuasi harga Menganalisis
sistem tataniaga brokoli yang
dilakukan pada kelompok tani Suka Tani di Desa
Tugu Utara 1.Lembaga dan saluran
tataniaga 2.Fungsi-fungsi tataniaga
3.Margin tataniaga 4.Farmer;s Share
5.Rasio
Keuntungan Terhadap Biaya
1.Terdapat tiga pola saluran tataniaga brokoli di Desa Tugu Utara. Adapun saluran tersebut adalah
sebagai berikut: salutan satu: Petani - Pedagang Pengumpul Desa - Pedagang Besar - Pedagang
Pengecer - Konsumen Akhir, saluran dua: Petani - Pedagang Pengecer - Konsumen Akhir
2.Saluran tataniaga brokoli yang paling efisien adalah saluran satu. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan sebaran harga yang tidak berbeda secara signifikan yaitu sebesar Rp 12.000,00Kg,
dan rasio keuntungan terhadap biaya yaitu sebesar 2,16.
2. Prihatin 2012 Analisis
Tataniaga Kubis
di Kelurahan
Agung Lawangan,
Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar
Alam, Provinsi Sumatera Selatan
Posisi tawar-menawar
sering tidak seimbang di mana petani dikalahkan
dengan kepentingan
lembaga tataniaga lain serta fluktuasi harga
Menganalisis saluran
tataniaga dan
fungsi- fungsi yang dijalankan
oleh lembaga-lembaga
tataniaga, serta struktur pasar dan perilaku pasar
yang terjadi serta efisiensi tataniaga yang terjadi
1.Lembaga dan saluran tataniaga
2.Fungsi-fungsi tataniaga 3.Margin tataniaga
4.Farmer’s Share 5.Rasio
keuntungan terhadap biaya
1.Terdapat lima saluran yang terbentuk dalam tataniaga kubis yaitu 1 petani
– pedagang pengumpul tingkat desa - pedagang pengumpul
pasar lokal – pedagang pemgecer local –
konsumen akhir local, 2 petani – pedagang
pengumpul tingkat desa – pedagang pengumpul
pasar luar kota non-lokal - pedagang pengecer luar kota non-lokal
– konsumen akhir non- lokal, 3 petani - pedagang pengumpul pasar
luar kota non-lokal – pedagang pengecer luar
kota non lokal – konsumen akhir non lokal,
4 petani – pedagang pengecer lokal –
konsumen akhir lokal, 5 petani – konsumen
akhir lokal 2.Hasil analisis tataniaga menunjukkan bahwa
masing-masing lembaga memiliki sebaran margin dan keuntungan yang berbeda-beda sesuai fumgsi
tataniaga yang dilakukan. Nilai margin tataniaga terbesar terbentuk pada saluran II dan saluran III
yaitu 66,67 persen. Pada saluran I dan IV nilai
22
margin tataniaga yaitu 50,00 persen, 45,00 persen. Pada saluran V tidak terbentuk margin
tataniaga karena petani menjual kubis langsung ke konsumen akhir lokal.
Farmer’s share terbesar diperoleh pada saluran V yaitu 100,00
perse. Saluran II dan saluran II merupakan saluran tataniaga dengan nilai
farmer’s share terendah yaitu 33,33 persen. Pada saluran I dan
saluran IV nilai farmer’s share nya masing-
masing yaitu 50,00 persen dan 55,00 persen. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya yang terbesar
terdapat pada saluran I yaitu 3,44 dan yang terendah terdapat pada saluran IV yaitu 2,63.
Pada saluran II dan saluran III nilai rasio keuntungan terhadap biaya yaitu 2,68 dan 2,74.
Volume penjualan terbesar terdapat pada saluran III yaitu 134,4 ton, sedangkan volume penjualan
terkecil terdapat pada saluran II yaitu 4,00 ton. Pada saluran I volume penjualan menempati
urutan terbesar kedua yaitu 117,4 ton. Volume penjualan pada saluran IV dan saluran V yaitu
16,15 ton dan 40,45 ton. Berdasarkan uraian tersebut maka saluran yang relatif lebih efisien
yaitu saluran I dan Saluran III.
3. Putro
2014 Analisis
Tataniaga Tebu
di Kecamatan
Trangkil, Kabupaten
Pati, Jawa
Tengah Posisi tawar bargaining
position rendah dalam pendistribusian
tebu sehingga
petani membutuhkan
peran pedagang perantara dalam
mendistribusikan tebu ke pabrik
gula. Peran
pedagang perantara
tersebut menimbulkan
Menganalisis sistem
tataniaga tebu
di Kecamatan
Trangkil, Menganalisis
tingkat efisiensi sistem tataniaga
pada saluran tataniaga tebu
di Kecamatan
Trangkil dengan
pendekatan marjin
tataniaga, farmer’s share,
1.Lembaga dan saluran tataniaga
2.Fungsi-fungsi tataniaga 3.Margin tataniaga
4.Farmer’s share 5.Rasio
keuntungan terhadap biaya
1.Penelitian ini mengambil responden sebanyak 33 petani dengan volume tebu sebesar 504.880
kuintal. Terdapat empat saluran tataniaga tebu yang berada di Kecamatan Trangkil. Saluran
pertama dilalui oleh tiga lembaga tataniaga yaitu, petani tebu, kelompok tani, dan pabrik gula yang
diikuti sebanyak 16 petani atau sebesar 48,5 persen. Saluran kedua tataniaga tebu melalui tiga
lembaga tataniaga yaitu petani tebu, penebas, dan pabrik gula yang diikuti oleh empat petani atau
23
struktur pasar yang tidak sempurna.
dan rasio
biaya dan
keuntungan sebesar 12,1 persen. Saluran ketiga tataniaga tebu
melalui tiga lembaga tataniaga yaitu petani tebu, penempur, dan pabrik gula yang diikuti oleh tiga
petani atau 34 sebesar 9,1 persen. Saluran tataniaga yang terakhir diikuti oleh 10 petani atau
sebesar 30,0 persen yang merupakan saluran tataniaga terpendek yaitu petani dan pabrik gula.
2.Berdasarkan analisis marjin tataniaga pada saluran tataniaga satu dan empat sebesar 0 persen.
Saluran tataniaga satu dan empat memiliki volume penyaluran tebu sebesar 430.280 kuintal
dan 439.280 kuintal. Analisis
farmer’s share menunjukkan bahwa saluran tataniaga satu dan
empat yang paling efisien yaitu sebesar 100 persen. Sedangkan analisis rasio keuntungan
terhadap biaya menunjukkan bahwa saluran satu telah memberikan keuntungan terhadap biaya
terbesar
yaitu 3,49.
Nilai rasio
tersebut menunjukkan bahwa setiap Rp 1kuintal tebu
akan memberikan keuntungan sebesar Rp 3,49kuintal tebu.
4. Widayanti
2008 Analisis
Pendapatan Usahatani dan Pemasaran
Ubi Jalar
di Desa
Bandorasa Kulon
Kecamatan Cilimus
Kabupaten Kuningan
Jawa Barat Selisih antara harga jual
yang diterima petani ubi jalar di Desa Bandorasa
dengan harga
yang diberlakukan
pedagang marjin pemasaran cukup
besar, dimana
posisi petani diantara pelaku
ekonomi adalah sebagai penerima harga price
taker. Marjin pemasaran yang semakin besar pada
umumnya
akan 1.Menganalisis
keuntungan usahatani ubi jalar dilihat dari tingkat
pendapatan petani
ubi jalar di Desa Bandorasa
Kulo 2.Menganalisis
sistem pemasaran,
saluran pemasaran, struktur dan
perilaku pasar, sebaran marjin
pemasaran ubi
jalar dari petani sampai konsumen
akhir dan
1.Analisis Pendapatan
Usahatani 2.Analisis
Saluran Pemasaran
3.Analisis Lembaga
Pemasaran 4.Analisis
Struktur, Perilaku dan Keragaan
pasar 5.Analisis
Marjin Pemasaran
6.Analisis Farmer’s share
1.Penerimaan petani responden dalam melakukan usahatani ubi jalar adalah Rp 8.256.764,00
sehingga pendapatan petani atas biaya tunai adalah Rp 6.151.154,00 dan pendapatan petani
atas biaya total adalah Rp 3.149.297,00. Nilai RC atas biaya tunai adalah sebesar 2,17,
sedangkan nilai RCatas biaya total adalah sebesar 1,38. Berdasarkan kenyataan tersebut,
usahatani ubi jalar di Desa Bandorasa Kulon menguntungkan untuk diusahakan.
2.Saluran pemasaran yang terjadi di Desa Bandorasa Kulon ada 3 saluran yang terdiri dari
saluran
I:petanipedagang pengumpul
24
menyebabkan persentase bagian
yang diterima
petani akan
semakin kecil.
farmer’s share 1pedagang
pengumpul 2pedagang
pengecerkonsumen, saluran 2:petanipedagang pengumpul 2pedagang pengecerkonsumen,
saluran 3:petanipedagang
pengumpul 1pedagang pengumpul 2pabrik
3.Marjin pemasaran terbesar pada saluran 1 yaitu Rp 1.525,00 per kilogram, marjin pemasaran
terkecil pada saluran 3 sebesar Rp 600,00 per kilogram.
4.
Farmer’s share tertinggi pada saluran 3 yaitu sebesar 60 persen, sedangkan
farmer’s share terkecil terdapat pada saluran 1 yaitu sebesar 39
persen. 5.Saluran yang menguntungkan bagi petani
adalah saluran 3.
5. Purba 2010 Analisis
Tataniaga Ubi Jalar Studi Kasus:
Desa Gunung
Malang, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten
Bogor, Propinsi
Jawa Barat.
Rendahnya harga yang diterima oleh petani dari
sistem tataniaga, tinggi marjin
tataniaga dan
banyaknya lembaga
tataniaga yang terlibat. 1.Menganalisis lembaga
dan fungsi
tataniaga, saluran tataniaga, struktur
pasar, dan perilaku pasar ubi jalar di Desa Gunung
Malang, Kecamatan
Tenjolaya, Kabupaten
Bogor. 2.Menganalisis
efisiensi tataniaga ubi jalar di Desa
Gunung Malang,
Kecamatan Tenjolaya,
Kabupaten Bogor. 1.Lembaga dan saluran
tataniaga 2.Fungsi-fungsi tataniaga
3.Marjin tataniaga 4.
Farmer’s share 5.Rasio
Keuntungan terhadap biaya
1.Terdapat lima lembaga dalam sistem tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang, yaitu petani
selaku produsen ubi jalar, pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul tingkat
kedua, pedagang grosir, dan pedagang pengecer. Setiap lembaga tataniaga tersebut melakukan
fungsi tataniaga yang berbeda-beda. Saluran tataniaga yang terbentuk dalam sistem tataniaga
ubi jalar ada tiga saluran. Struktur pasar pada petani dan pedagang grosir cenderung mendekati
pasar persaingan sempurna, sedangkan pedagang pengumpul tingkat pertama, pedagang pengumpul
tingkat kedua, dan pedagang pengecer cenderung mendekati pasar oligopoli.
Berdasarkan hasil analisis marjin tataniaga dan
farmer’s share, saluran tataniaga ubi jalar di Desa Gunung Malang yang relatif lebih efisien adalah
saluran tataniaga 1, sedangkan saluran yang relatif kurang efisien adalah saluran tataniaga 2
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual
Kerangka pemikiran teoritis merupakan konsep yang digunakan dalam mencari kebenaran deduktif atau mencari kebenaran umum ke khusus. Pada
kerangka pemikiran teoritis penelitian ini didasarkan pada teori-teori mengenai konsep pemasaran, lembaga pemasaran, saluran pemasaran, fungsi-fungsi
pemasaran, dan efisiensi pemasaran. Efisiensi pemasaran yang dikaji adalah efisiensi pemasaran secara operasional yang meliputi marjin pemasaran,
farmer’s share, biaya pemasaran, dan rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran.
3.1.1. Konsep Pemasaran
Pemasaran adalah proses penyusunan komunikasi terpadu yang bertujuan untuk memberikan informasi mengenai barang atau jasa dalam kaitannya dengan
memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Pemasaran dimulai dengan pemenuhan kebutuhan manusia yang kemudian bertumbuh menjadi keinginan
manusia. Proses dalam pemenuhan kebutuhan dan keinginan manusia inilah yang menjadi konsep pemasaran Rachmawati 2011.
Pemasaran merupakan rangkaian tahapan fungsi yang dibutuhkan untuk mengubah atau membentuk input produk mulai dari titik produsen sampai
konsumen akhir. Serangkaian fungsi tersebut terdiri dari proses produksi, pengumpulan, pengolahan, dan penyaluran oleh grosir, pedagang pegecer sampai
konsumen Dahl dan Hammond 1977 dalam Tarigan 2014. Kohls dan Uhl 2002 dalam Hapsary 2014, mendefinisikan pemasaran pertanian merupakan
keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang atau jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi petani produsen sampai konsumen akhir,
yang mencakup aspek input dan output pertanian. Kohls dan Uhl 2002 dalam Hapsary 2014 menggunakan beberapa pendekatan dalam menganalisis sistem
pemasaran yaitu ; 1.
Pendekatan Fungsi The Fungsional Approach Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fungsi pemasaran
apa saja yang dijalankan oleh pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Fungsi-
fungsi tersebut adalah fungsi pertukaran pembelian dan penjualan, fungsi fisik penyimpanan, transportasi, dan pengolahan, dan fungsi fasilitas
standarisasi, resiko, pembiayaan, dan informasi pasar. 2.
Pendekatan Kelembagaan The Institual Approach Merupakan pendekatan yang digunakan untuk mengetahui berbagai macam
lembaga atau pelaku yang terlibat dalam pemasaran. Pelaku-pelaku ini adalah pedagang perantara merchant middleman yang terdiri dari pedagang
pengumpul dan pedagang pengecer. 3.
Pendekatan Sistem The Behavior System Approach Merupakan pelengkap dari pendekatan fungsi kelembagaan untuk mengetahui
aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran, seperti perilaku lembaga yang terlibat dalam pemasaran dan kombinasi dari fungsi pemasaran.
Pendekatan ini terdiri dari the input-output system, the power system, dan the communication system.
Melalui penjelasan dari para ahli mengenai pengertian pemasaran, dapat diambil sintesa bahwa pemasaran merupakan suatu proses sosial dan manajerial di
mana individual maupun kelompok mendapatkan apa yang mereka inginkan melalui penciptaan dan pertukaran sesuatu yang bernilai secara bebas dengan
pihak lain Purnomo 2009. Dalam prosesnya, pemasaran melibatkan lembaga- lembaga pemasaran yang melakukan serangkaian fungsi-fungsi untuk
menyampaikan barang maupun jasa sehingga dapat diterima oleh konsumen.
3.1.2. Lembaga Pemasaran
Novitasari 2014, menjelaskan bahwa lembaga pemasaran adalah badan- badan yang menyelenggarakan kegiatan atau fungsi pemasaran di mana barang
bergerak dari produsen sampai konsumen. Lembaga pemasaran ini bisa termasuk golongan produsen, pedagang perantara dan lembaga pemberi jasa.
Limbong dan Sitorus 1987, menjelaskan lembaga pemasaran yang merupakan suatu badan-badan yang menyelenggarakan kegiatan-kegiatan
pemasaran atau pemasaran menurut fungsinya dapat dibedakan atas : a
Lembaga fisik pemasaran yaitu lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi fisik, misalnya badan pengangkuttransportasi.
a. Lembaga perantara pemasaran yaitu suatu lembaga yang khusus mengadakan
fungsi pertukaran. b
Lembaga fasilitas pemasaran yaitu lembaga-lembaga yang melaksanakan fungsi-fungsi fasilitas seperti bank desa, kredit, desa, KUD.
Lembaga –lembaga pemasaran menurut penguasaan terhadap barang dan jasa
terdiri dari : a
Lembaga pemasaran yang tidak memiliki tetapi menguasai barang. Misalnya agen, perantara dan broker.
b Lembaga pemasaran yang memiliki dan menguasai barang. Contohnya
pedagang pengumpul, pedagang pengecer, grosir, eksportir, importir. Umumnya lembaga pemasaran komoditas pertanian terdiri dari petani
produsen, pedagang pengumpul di tingkat lokal, pedagang antar daerah, pedagang besar, pengecer, dan agen-agen penunjang. Agen penunjang seperti perusahaan
pengangkutan, perusahaan penyimpanan, pengolahan biro-biro periklanan, lembaga keuangan dan lain sebagainya. Lembaga ini memiliki peranan penting
dalam proses penyampaian komoditas pertanian yang bersifat musiman, bulky volume produk besar dengan nilai yang kecil, dan tidak tahan disimpan lama.
Sehingga pelaku pemasaran harus memasok barang dengan jumlah yang cukup untuk mencapai jumlah yang dibutuhkan konsumen dan tersedia secara kontinu.
Semakin efisien sistem pemasaran hasil pertanian, semakin sederhana pula jumlah rantai pemasarannya.
3.1.3. Saluran Pemasaran
Pemasaran suatu produk di dalam prosesnya melibatkan beberapa badan maupun lembaga yang saling berhubungan dan melakukan fungsi untuk
menyampaikan barang maupun jasa dari produsen sampai ke konsumen di mana keterkaitan antara lembaga-lembaga pemasaran ini membentuk saluran pemasaran.
Saluran pemasaran adalah usaha yang dilakukan untuk menyampaikan barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen yang didalamnya terlibat
beberapa lembaga pemasaran yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran Limbong dan Sitorus, 1987.
Ada beberapa faktor yang harus dipertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran Limbong dan Sitorus, 1987 yaitu :
1. Pertimbangan pasar yang meliputi konsumen sasaran akhir mencakup pembeli
potensial, kosentrasi pasar secara geografis, volume pesanan dan kebiasaan pembeli.
2. Pertimbangan barang yang meliputi nilai barang per unit, besar dan berat
barang, tingkat kerusakan, sifat teknis barang, dan apakah barang tersebut untuk memenuhi pesanan atau pasar.
3. Pertimbangan internal perusahaan yang meliputi sumber permodalan,
kemampuan dan pengalaman penjualan. 4.
Pertimbangan terhadap lembaga perantara, yang meliputi pelayanan lembaga perantara, kesesuaian lembaga perantara dengan kebijaksanaan produsen dan
pertimbangan biaya. Hanafiah dan Saefuddin 2006 memberikan gambaran bahwa panjang
pendeknya saluran pemasaran yang dilalui suatu komoditas tergantung pada beberapa faktor, antara lain:
1. Jarak antara produsen dan konsumen
Makin jauh jarak antara produsen dan konsumen biasanya makin panjang saluran yang ditempuh oleh produk.
2. Cepat tidaknya produk rusak
Sifat produk yang cepat rusak menuntut penerimaan yang cepat pula ditangan konsumen, sehingga menghendaki saluran yang pendek dan cepat.
3. Skala produksi
Bila produksi berlangsung dalam ukuran-ukuran kecil maka jumlah produk yang dihasilkan berukuran kecil pula. Hal ini tidak menguntungkan bila
produsen langsung menjualnya ke pasar. Dengan demikian dibutuhkan pedagang perantara dan saluran yang akan dilalui produk cenderung panjang.
4. Posisi keuangan pengusaha
Produsen yang posisi keuangannya kuat cenderung memperpendek saluran pemasaran.
Menurut Kotler dan Armstrong 2008, saluran pemasaran merupakan serangkaian lembaga yang melakukan fungsi yang digunakan untuk menyalurkan
produk dan status kepemilikian dari produsen ke konsumen. Produsen memiliki peranan utama dalam menghasilkan barang-barang dan sering melakukan
sebagian kegiatan pemasaran, sementara itu pedagang menyalurkan komoditas dalam waktu tempat dan bentuk yang diinginkan konsumen. Hal ini berarti bahwa
saluran pemasaran yang berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga yang terlibat dalam kegiatan pemasaran tersebut.
Beberapa faktor yang harus pertimbangkan dalam memilih saluran pemasaran Limbong dan Sitorus, 1987 yaitu:
1. Pertimbangan Pasar
Siapa konsumen, rumah tangga atau industri besarnya potensi pembelian, bagaimana konsentrasi pasar secara geografis, berapa jumlah pesanan dan
bagaimana kebiasaan konsumen dalam membeli. 2.
Pertimbangan barang Berapa besar nilai per unit barang tersebut, besar dan berat barang mudah
rusak atau tidak, sifat teknis berupa barang standar atau pesanan dan bagaimana luas produk perusahaan yang bersangkutan.
3. Pertimbangan dari segi perusahaan
Sumber modal, kemampuan dan pengalaman manajerial, pengawasan penyaluran dan pelayanan yang diberikan penjual.
Dari beberapa definisi yang diungkapkan para ahli, didapat sintesa bahwa saluran pemasaran merupakan himpunan perusahaan dan perorangan yang
mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang atau jasa tertentu yang melakukan fungsi-fungsi pemasaran sehingga barang atau jasa
tersebut berpindah dari produsen ke konsumen. Petani produsen merupakan bagian dari saluran pemasaran produk agribisnis, sehingga kelompok petani
produsen harus dimasukkan kedalam saluran pemasaran untuk menganalisis efisiensi pemasaran komoditas yang diteliti.
Dalam proses menyampaikan produk dari produsen petani produsen sampai kepada konsumen, saluran pemasaran yang terdiri dari lembaga-lembaga
pemasaran yang saling menjalankan fungsi-fungsinya haruslah ideal. Saluran pemasaran dapat dikatakan ideal apabila proses perpindahan komoditas dari
produsen sampai kepada konsumen terjadi secara efisien. Efisiensi di dalam
pemasaran produk dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti fungsi pemasaran, jarak lokasi pemasaran, dan lembaga pemasaran yang terlibat. Dengan melakukan
analisis terhadap faktor-faktor ini, dapat dilihat tingkat efisiensi yang terjadi di dalam sistem pemasaran pada suatu komoditas untuk kemudian dapat melakukan
upaya peningkatan efisiensi dalam memasarkan produk dari petani produsen sampai kepada konsumen.
3.1.4. Fungsi-Fungsi Pemasaran
Limbong dan Sitorus 1987 mendefinisikan fungsi pemasaran sebagai kegiatan-kegiatan atau tindakan yang dapat memperlancar proses penyampaian
barang atau jasa. Fungsi pemasaran dapat dikelompokkan atas tiga fungsi yaitu: 1.
Fungsi Pertukaran Kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dan jasa yang dipasarkan.
Fungsi pertukaran ini terdiri dari dua fungsi yaitu fungsi pembelian dan fungsi penjualan. Pembelian merupakan kegiatan melakukan penetapan jumlah dan
kualitas barang, mencari sumber barang, menetapkan harga dan syarat-syarat pembelian. Kegiatan penjualan diikuti mencari pasar, menetapkan jumlah,
kualitas serta menentukan saluran pemasaran yang paling sesuai. 2.
Fungsi Fisik Suatu tindakan langsung berhubungan dengan barang dan jasa sehingga
menimbulkan kegunaan tempat, bentuk dan waktu. Fungsi ini terdiri dari:
a Fungsi penyimpanan yaitu untuk membuat komoditas selalu tersedia pada saat
konsumen menginginkannya. b
Fungsi pengangkutan yaitu pemindahan, kegiatan membuat komoditas selalu tersedia pada tempat tertentu yang diinginkan.
c Kegiatan yang dilakukan merubah bentuk melalui proses yang diinginkan
sehingga dapat meningkatkan kegunaan, kepuasan dan merupakan usaha untuk memperluas pasar dari komoditas asal.
3. Fungsi Fasilitas
Semua tindakan yang bertujuan untuk memperlancar kegiatan pertukaran yang terjadi antara produsen dan konsumen.
Fungsi fasilitas terdiri dari: a
Fungsi standarisasi dan grading yaitu mempermudah pembelian barang, mempermudah pelaksanaan jual beli, mengurangi biaya pemasaran dan
memperluas pasar. b
Fungsi penanggungan resiko dengan menerima kemungkinan kehilangan dalam proses pemasaran yang disebabkan resiko fisik dan resiko pasar.
c Fungsi pembiayaan yaitu kegiatan pembayaran dalam bentuk uang untuk
memperluas proses pemasaran. d
Fungsi informasi pasar dengan mengumpulkan interpretasi dari sejumlah data sehingga proses pemasaran menjadi lebih sempurna.
3.1.5. Efisiensi Pemasaran
Sistem pemasaran yang efisien akan tercipta apabila seluruh lembaga pemasaran yang terlibat dalam kegiatan memperoleh kepuasan dengan aktivitas
pemasaran tersebut Limbong dan Sitorus, 1987. Penurunan biaya input dari pelaksanaan pekerjaan tertentu tanpa mengurangi kepuasaan konsumen akan
output barang dan jasa, menunjukkan efisiensi. Setiap kegiatan fungsi pemasaran memerlukan biaya yang selanjutnya diperhitungkan ke dalam harga produk.
Lembaga pemasaran menaikkan harga per satuan kepada konsumen atau menekan harga di tingkat produsen. Dengan demikian efisiensi pemasaran perlu dilakukan
melalui penurunan biaya pemasaran.
Mubyarto 1989 menyatakan bahwa sistem pemasaran yang efisien akan tercapai jika :
1. Mampu menyampaikan barang dari produsen ke konsumen dengan biaya
semurah-murahnya 2.
Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen akhir kepada semua pihak yang ikut serta dalam kegiatan
produksi dan pemasaran barang itu. Efisiensi pemasaran dapat diukur melalui dua cara yaitu efisiensi
operasional dan harga. Menurut Dahl dan Hammond 1977 dalam Tarigan 2014 efisiensi operasional menunjukkan biaya minimum yang dapat dicapai dalam
pelaksanaan fungsi dasar pemasaran yaitu pengumpulan, transportasi,
penyimpanan, pengolahan, distribusi dan aktivitas fisik dan fasilitas. Efisiensi harga menunjukkan pada kemampuan harga dan tanda-tanda harga untuk penjual
serta memberikan tanda kepada konsumen sebagai panduan dari penggunaan sumber daya produksi dari sisi produksi dan pemasaran. Dengan menggunakan
konsep biaya pemasaran, suatu sistem pemasaran dikatakan efisiensi bila dapat dilaksanakan dengan biaya yang rendah.
Salah satu aspek pemasaran yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan arus barang dari produsen ke konsumen adalah efisiensi pemasaran,
karena melalui efisiensi pemasaran selain terlihat perbedaan harga yang diterima petani sampai barang tersebut dibayar oleh konsumen akhir, juga kelayakan
pendapatan yang diterima petani maupun lembaga pemasaran yang terlibat dalam aktivitas pemasaran Suherty 2009.
3.1.6. Marjin Pemasaran
Marjin pemasaran dapat juga didefinisikan sebagai nilai dari jasa-jasa pelaksanaan kegiatan pemasaran sejak dari tingkat produsen hingga tingkat
konsumen akhir. Semua kegiatan pemasaran memerlukan biaya yang disebut biaya pemasaran Limbong dan Sitorus, 1987. Biaya pemasaran meliputi semua
jenis biaya yang dikeluarkan oleh lembaga-lembaga pemasaran yang terlibat dalam sistem pemasaran komoditas ubi jalar.
Menurut Dahl dan Hammond 1977 dalam Tarigan 2014 mendefinisikan marjin pemasaran sebagai perbedaan harga di tingkat petani Pf dengan harga
pedagang pengecer Pr. Nilai marjin pemasaran value or marketing marjin merupakan perkalian antara marjin pemasaran dengan volume produk yang terjual
Pr-Pf x Q r,f yang mengandung pengertian marketing cost biaya-biaya
pemasaran dan marketing changes keuntungan lembaga pemasaran.