11
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras
Penelitian  mengenai  bahan  pangan  pokok  selain  beras  sudah  banyak dilakukan oleh peneliti untuk mensukseskan program diversifikasi pangan pokok
di Indonesia. Pengembangan pangan pokok non beras yang dikembangkan antara lain  dalam  bentuk  mi,  roti,  atau  nasi  berbahan  dasar  sumber  karbohidrat  lokal
seperti nasi jagung dan nasi tiwul. Sugiyono  et  al  2008,  Wonojatun  2010,  dan  Gilang  2008  melakukan
penelitian  mengenai  pengembangan  pangan  pokok  dalam  bentuk  mi  dengan menggunakan  bahan  baku  non  terigu.  Selama  ini,  mi  yang  sudah  dikenal
masyarakat  umumnya  berbahan  dasar  terigu.  Namun,  bahan  baku  terigu  ini menggunakan  gandum  yang  hampir  seluruh  pasokannya  berasal  dari  impor.
Dengan  demikian,  perlu  dicari  alternatif  bahan  baku  lain  terutama  bahan  baku lokal untuk membuat mi.
Penelitian  yang  dilakukan  oleh  Sugiyono  et  al  2008  mengembangkan pangan  pokok  non  beras  berbahan  dasar  sagu.  Penelitian  ini  didasarkan  pada
pemikiran  bahwa  diversifikasi  pangan  pokok  diharapkan  dapat  menyediakan berbagai alternatif pilihan produk pangan, sehingga ketergantungan terhadap beras
yang  sampai  saat  ini  masih  menjadi  pangan  pokok  kebanyakan  penduduk Indonesia dapat dikurangi.
Di  Indonesia,  tanaman  sagu  tersebar  di  Papua,  Maluku,  Sulawesi,  dan Pulau  Mentawai.  Tanaman  sagu  ini  kemudian  diolah  menjadi  pati  sagu  yang
sangat  berpotensi  untuk  dijadikan  bahan  baku  produk  pangan  pokok  sumber karbohidrat. Sampai saat ini, masyarakat Papua masih menggunakan sagu sebagai
bahan  pangan  pokok  dan  mengolahnya  menjadi  berbagai  pangan  tradisional seperti sagu lempeng, bagea, sinoli, kue kering dan sebagainya. Namun demikian,
konsumsi sagu sebagai makanan pokok terus mengalami penurunan karena mulai tergeser oleh  beras. Untuk dapat  meningkatkan kembali konsumsi  sagu terutama
di wilayah timur Indonesia, diperlukan pengmbangan produk yang dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.
12 Sagu  dapat  digunakan  untuk  bahan  baku  produk  mi  yang  merupakan
produk yang digemari oleh sebagian besar masyarakat Indonesia. Pengembangan produk mi dari sagu diharapkan dapat meningkatkan popularitas sagu yang selama
ini  dianggap  sebagai  pangan  inferior.  Pati  sagu  termodifikasi  digunakan  untuk membuat  mi  melalui  sebuah  studi  formulasi  dan  perbaikan  proses  produksi.
Formula  yang digunakan adalah adanya penambahan STPP Sodium tripolifosfat dan guargum.
Aplikasi  pati  termodifikasi  ikatan  silang  pada  formula  tersebut  dapat menghasilkan mi dengan berat rehidrasi, cooking loss, dan kelengketan yang lebih
baik. Aplikasi pati termodifikasi HMT Heat Moisture Treatment pada produk mi menghasilkan  adonan  dengan  kualitas  yang  lebih  baik  antara  lain  menurunkan
kelengketan  dan  memudahkan  proses  ekstruksi.  Selain  itu,  mi  yang  dihasilkan juga  memiliki  waktu  rehidrasi  yang  lebih  singkat  dibandingkan  dengan  mi  dari
pati alaminya, yaitu hanya mencapai dua menit. Wonojatun  2010  melakukan  penelitian  mengenai  pembuatan  mi
berbahan dasar tepung sorgum. Sorgum bicolor L. Moench merupakan tanaman serealia  yang  tergolong  dalam  famili  yang  sama  dengan  padi,  jagung,  tebu,
gandum,  dan  barley,  yaitu  famili  Graminae.  Penelitian  ini  bertujuan  untuk mengembangkan  produk  mi  berbahan  dasar  sorgum  dengan  menggunakan
bantuan ekstruder pasta. Sasaran dari penelitian ini adalah mendapatkan formulasi produk pasta berbasis 100 persen sorgum yang disukai konsumen, sehingga dapat
dijadikan model untuk pengembangan produk pangan non beras atau non gandum di  Indonesia.  Bentuk  produk  mi  yang  akan  dikembangkan  adalah  snack  sorgum
siap santap. Mi  sorgum  non  sosoh  juga  memiliki  total  serat  pangan  yang  lebih  besar,
yaitu 16,61 persen, angka ini memenuhi 33 persen pemenuhan AKG serat pangan. Sementara  itu,  total  serat  pangan  dalam  mi  sorgum  sosoh  sebesar  14,03  persen
memenuhi  28  persen  AKG  serat  pangan,  sehingga  kedua  produk  mi  sorgum  ini dapat  diklaim  sebagai  pangan  tinggi  serat.  Secara  keseluruhan  mi  sorgum  non
sosoh memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan  mi  sorgum sosoh,  yaitu pada sisi total serat pangan, aktivitas antioksidan dan kandungan mineral Ca.
13 Gilang  2008  meneliti  mi  dengan  bahan  baku  tepung  jagung.  Penelitian
ini  menunjukkan  bahwa  teknologi  pembuatan  mi  jagung  dalam  skala  besar  akan membutuhkan  peningkatan  skala  formulasi  yang  terbaik  secara  bertahap,
identifikasi  terhadap  beberapa  aliran  dan  kondisi  proses  pembuatan  mi  jagung, analisis dan spesifikasi alat-alat yang dapat digunakan dalam produksi skala besar.
Berdasarkan  kegiatan-kegiatan  tersebut,  terdapat  beberapa  hasil  yang dapat digunakan  sebagai tahapan produksi skala  besar. Dalam proses pembuatan
mi  jagung,  pencampuran  bahan  sebaiknya  digunakan  varimixer  yang menggunakan  tipe  pengaduk  bertipe  jari-jari  karena  akan  menghasilkan  adonan
yang cukup  homogen dan  merata. Pembuatan adonan  yang dilakukan pada skala yang  lebih  besar  akan  mengalami  kesulitan  apabila  dilakukan  terhadap  jumlah
adonan  mi  yang  lebih dari satu kilogram. Hal  ini  dikarenakan proses pencetakan lembaran  dan  pencetakan  mi  jagung  harus  kontinyu  dan  berkesinambungan.
Apabila  dipaksa  dilakukan  akan  terdapat  sebagian  lembaran  adonan  harus menunggu  untuk  dilakukan  proses  selanjutnya.    Akibat  dari  banyaknya  jumlah
adonan  mi    akan  menghasilkan  lembaran  adonan  yang  kurang  baik,  patah-patah dan banyak adonan yang terbuang karena tidak tertekan dan tercetak dengan baik.
Untuk  pengukusan  dalam  penggandaan  skala,  tidak  dapat  digunakan  alat pengukus dapur yang biasa dipakai, tetapi harus menggunakan alat steaming yang
berkapasitas  besar  yang  memiliki  pengontrolan  proses.  Hal  ini  disebabkan pengukusan  yang  baik  merupakan  salah  satu  parameter  proses  penting  atau  titik
kritis  dalam  pembuatan  mi  jagung.  Pengukusan  pertama  dan  kedua  yang  cukup memberikan hasil yang baik yaitu berturut-turut selama 15 menit dan 10 menit.
Proses  pembuatan  mi  basah  dari  tepung  jagung  terdiri  atas  pencampuran bahan-bahan,  pengukusan,  pengulian,  pencetakan  pressing,  slitting,  dan  cutting
dan perebusan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan  dalam  pembuatan  mi.  Selain  itu,  proses  pencampuran  bertujuan
untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk gumpalan. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi waktu penetrasi air ke
dalam  granula  pati.  Proses  pengukusan  bertujuan  untuk  membentuk  pati tergelatinisasi  yang  akan  berperan  sebagai  zat  pengikat  dalam  proses
pembentukan lembaran mi. sedangkan proses pembuatan mi jagung kering terdiri
14 dari  pencampuran,  pengukusan  pertama,  pengulian,  pencetakan,  pengukusan
kedua, dan pengeringan. Selain  pengembangan  produk  pangan  pokok  non  beras  dalam  bentuk  mi,
penelitian  lain  yang  dilakukan  Husnah  2010  dan  Lisnan  2008  juga  turut mendukung program diversifikasi pangan non beras di Indonesia. Husnah 2010
melakukan  penelitian  mengenai  pembuatan  roti  tawar  berbahan  dasar  ubi  jalar ungu.  Pemanfaatan  ubi  jalar  ungu  dalam  pengolahan  pangan  masih  terbatas,
sehingga  tujuan  penelitian  ini  adalah  mempelajari  teknik  pembuatan  tepung  ubi jalar  ungu  varietas  Ayamurasaki,  mengaplikasikannya  ke  dalam  formulasi  roti
tawar, mengetahui tingkat substitusi tepung ubi jalar ungu ke dalam formulasi roti tawar yang dapat diterima  dan mengetahui karakteristik fisikokimia roti tawar ubi
jalar ungu. Pembuatan  tepung  ubi  jalar  ungu  varietas  Ayamurasaki  dapat  dilakukan
dengan  memodifikasi  proses  agar  diperoleh  penampakan  warna  ungu  yang optimal.  Proses  pengukusan  potongan  ubi  jalar  ungu  setebal  satu  sentimeter
selama  tujuh  menit  sebelum  proses  penyawutan  merupakan  salah  satu  alternatif untuk memperbaiki penampakan warna ungu yang memudar pada tepung ubi jalar
ungu  di  pasaran.  Teknologi  ini  lebih  tepat  jika  diterapkan  pada  industri  rumah tangga atau kecil yang banyak melibatkan tenaga kerja.
Tepung  ubi  jalar  ungu  varietas  Ayamurasaki  dapat  diaplikasikan  dalam pembuatan roti tawar. Penggunaannya dalam formulasi roti tawar mampu diterima
oleh  panelis  hingga  substitusi  40  persen  dengan  nilai  tingkat  kesukaan  agak disukai  hingga  disukai  secara  keseluruhan.  Bentuk  yang  sesuai  untuk  diterapkan
dalam pembuatan roti tawar ubi jalar ungu adalah bentuk loaf utuh. Penelitian  Lisnan  2008  membahas  pembuatan  beras  artificial  berbahan
dasar kombinasi dari ubi kayu dan ubi jalar. Banyaknya sumber daya pangan lain selain beras yang berpotensi namun kurang dimanfaatkan sebagai makanan pokok
memungkinkan  diversifikasi  pangan  dapat  diwujudkan.  Komoditi-komoditi pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih luas antara lain
serealia jagung, sorgum, umbi-umbian ubi jalar, ubi kayu, kentang, talas, garut, serta tanaman pohon sagu, pisang.
15 Penelitian ini bertujuan mengembangkan produk pangan baru berbasis ubi
kayu dan ubi jalar yaitu beras artificial sebagai alternatif pangan pendamping nasi dan  menentukan  formula  yang  tepat  dalam  pembuatan  beras  artificial  serta
menganalisis sifat fisik, kimia dan sensorinya. Proses pembuatan beras artificial meliputi pencampuran tepung, pati, dan
air, dilanjutkan dengan proses penghabluran menggunakan ayakan 8 mesh, proses pembutiran dengan mesin pembutir, penyangraian selama 5-7 menit pada suhu 45-
50 C, dan pengeringan menggunakan oven pada suhu 60
C selama 72 jam. Hasil rendemen pembuatan  beras  artificial ubi kayu dan ubi  jalar  menunjukkan  bahwa
semakin  banyak  jumlah  pati  dalam  rasio  formula  maka  rendemen  semakin meningkat.
Pemilihan  formula  terbaik  dilakukan  berdasarkan  hasil  analisis  sensori, jumlah tepung yang digunakan dalam rasio formula, dan hasil rendemen. Formula
terpilih  untuk  beras  artificial  ubi  kayu  adalah  70:30,  sedangkan  untuk  beras artificial  ubi  jalar  adalah  80:20  untuk  perbandingan  tepung:pati.  Hasil  analisis
kimia beras artificial ubi kayu formula 70:30 meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak,  kadar  protein,  kadar  karbohidrat,  serat  larut,  serat  tidak  larut,  kadar
amilosa, dan daya cerna pati in vitro berturut-turut 6,0 persen, 0,7 persen bk, 0,7 persen bk, 1,9 persen bk, 96,7 persen bk, 6,0 persen, 7,1 persen, 29,6 persen,
62,4  persen.  Sedangkan  analisis  kimia  beras  artificial  ubi  jalar  formula  80:20 meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, kadar karbohidrat, serat
larut,  serat tidak  larut,  kadar  amilosa,  dan  daya  cerna  pati  in  vitro  berturut-turut adalah  6,3  persen,  1,0  persen  bk,  0,8  persen  bk,  2,3  persen  bk,  95,9  persen
bk, 4,8 persen, 7,1 persen, 31,7 persen, 54,8 persen.
2.2. Teknologi Pembuatan Mi