1
I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Indonesia dengan kekayaan sumber daya alamnya yang besar memiliki aneka jenis pangan sumber karbohidrat, beberapa di antaranya seperti, beras, ubi
kayu, sagu, dan jagung. Namun pada kenyataannya, sumber karbohidrat yang paling banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia yaitu beras. Ketergantungan
bangsa Indonesia terhadap beras begitu tinggi sehingga ketika kebutuhan beras dalam negeri tidak tercukupi, Indonesia harus mengimpor beras dari luar negeri.
Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap beras dan bahan pangan impor lainnya dengan mencari
alternatif bahan pangan lain yang dapat tumbuh di Indonesia. Kegiatan pencarian bahan pangan alternatif lain tersebut dikenal dengan diversifikasi pangan
Fadlillah 2005. Salah satu bahan pangan alternatif non beras yang berpotensi
dikembangkan di Indonesia yaitu jagung. Jagung memiliki nilai gizi yang cukup memadai dan di beberapa daerah di Indonesia digunakan sebagai makanan pokok.
Selain itu, Budiyah 2004 menyatakan bahwa di Indonesia, jagung merupakan komoditas serelia utama setelah beras, sekaligus sebagai bahan baku sumber
karbohidrat utama setelah beras. Jagung berperan penting dalam penyediaan bahan pangan, bahan baku industri dan pakan. Selain itu, jagung merupakan
bahan pangan alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai tepung komposit, substitusi bagi industri pengguna terigu dan konsumen berpangan pokok beras.
Jagung merupakan salah satu palawija tanaman pangan non-padi yang paling utama dan banyak ditanam di Indonesia. Perkembangan konsumsi jagung
di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat secara konsumsi total. Hal ini seperti terlihat pada Tabel 1.
2
Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Jagung di Indonesia Tahun 2001-2006
Tahun Konsumsi
Industri Pangan Industri Pakan
Total Ribu
Ton Persen
Ribu Ton
Persen Ribu
Ton Persen
Ribu Ton
Persen 2001
4.567 41,76
2.415 22,08
3.955 36,16
10.937 100
2002 4.478
40,11 2.489
22,29 4.197
37,59 11.164
100 2003
4.388 38,53
2.564 22,51
4.438 38,96
11.390 100
2004 4.229
37,01 2.638
22,71 4.680
40,29 11.617
100 2005
4.165 33,13
3.016 23,99
5.390 42,88
12.572 100
2006 4.100
32,54 2.900
23,02 5.600
44,44 12.600
100
Sumber : Departemen Pertanian 2007
Tabel 1 menunjukkan bahwa selama periode 2001-2006, total penggunaan jagung untuk konsumsi rumah tangga terus menurun dari tahun ke tahun.
Penurunan konsumsi jagung pada konsumsi rumah tangga kemungkinan besar disebabkan oleh pergeseran konsumsi jagung dalam bentuk olahan. Hal ini dapat
dilihat dari nilai konsumsi jagung pada industri pangan yang terus meningkat dari tahun 2001-2005 yang kemudian turun kembali di tahun 2006. Berlawanan
dengan konsumsi rumah tangga, konsumsi jagung pada industri pakan terus mengalami peningkatan pada tahun 2001-2006. Dengan demikian, secara total
dapat dikatakan konsumsi jagung terus meningkat. Seiring dengan perkembangan ekonomi, saat ini produksi jagung dalam
negeri sangat ditentukan oleh produksi delapan propinsi sentra jagung di Indonesia, yaitu Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera
Utara, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, dan Gorontalo Siregar 2009. Pada tahun 2010 posisi produksi jagung Jawa Barat sebagai salah satu
sentra produksi jagung Indonesia berada pada posisi ke-6. Produksi jagung propinsi-propinsi sentra jagung di Indonesia berdasarkan luas panen,
produktivitas, dan jumlah produksi tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.
3
Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Jagung di 10 Provinsi Utama
Penghasil Jagung di Indonesia Tahun 2010 No.
Provinsi Luas Panen
Ha Produktivitas
KuintalHa Produksi
Ton 1
Jawa Timur 1.257.721
44,42 5.587.318
2 Jawa Tengah
631.816 48,41
3.058.710 3
Lampung 447.509
47,52 2.126.571
4 Sumatera Utara
274.822 50,13
1.377.718 5
Sulawesi Selatan
303.215 44,25
1.341.737 6
Jawa Barat 153.778
60,08 923.962
7 Gorontalo
143.833 47,22
679.167 8
Nusa Tenggara Timur
244.686 26,70
653.410 9
Sulawesi Utara 134.630
36,59 492.614
10 DI Yogyakarta
86.837 39,80
345.576 Sumber: Badan Pusat Statistik, 2010
1
.
Peningkatan produksi jagung juga dapat dilihat pada Tabel 4 yang menunjukkan perkembangan produksi jagung di Jawa Barat sejak tahun 2006-
2010.
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Tanaman Jagung untuk Provinsi
Jawa Barat Tahun 2006-2010 Tahun
Luas Panen Ha Produktivitas TonHa
Produksi Ton 2006
115.797 4,951
573.263 2007
113.373 5,094
577.513 2008
118.976 5,378
639.822 2009
136.707 5,761
787.599 2010
153.778 6,008
923.962 Sumber : Badan Pusat Statistik 2010
2
.
Berdasarkan data Tabel 3 terlihat bahwa jumlah produksi jagung di Jawa Barat cenderung meningkat setiap tahun. Peningkatan ini disebabkan oleh
peningkatan pada luas panen dan produktivitas jagung di Jawa Barat. Produksi
1
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. http:dds.bps.go.idtnmn_pgn.php?eng=1
[17 Maret 2011]
2
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Tabel Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi
Tanaman Jagung
untuk Provinsi
Jawa Barat
Tahun 2006-2010.
http:dds.bps.go.idtnmn_pgn.php?eng=1 [17 Maret 2011]
4 jagung yang terus meningkat ini menunjukkan bahwa jagung perlu dimanfaatkan
sebaik-baiknya agar dapat mendorong terciptanya diversifikasi pangan selain beras demi mencapai ketahanan pangan.
Jagung berpotensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan pokok pengganti beras. Hal ini karena kandungan gizi jagung dapat dikatakan setara
dengan beras. Secara lengkap kandungan gizi jagung dan beras diperlihatkan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Kandungan Gizi Jagung Kuning Pipil dan Beras
Kandungan gizi Jagung
Beras Energi kal
361 360
Karbohidrat gr100 gr 72
79 Protein gr100 gr
9.0 7.6
Lemak gr100 gr 4.5
0.7 Ca mg100 gr
9 6
P mg100gr 380
147 Fe mg100 gr
4.6 0.8
Sumber: Beti et al. 1990 dalam Kamsiati dan Purwandari 2005
3
.
Selama ini, jagung hanya dikonsumsi tanpa adanya pengolahan lebih lanjut. Jika dikonsumsi langsung, jagung tidak memiliki nilai tambah. Nilai
tambah di mata konsumen dapat dilakukan dengan cara mengolah jagung menjadi berbagai jenis produk olahan. Produk pangan hasil olahan jagung ini dapat
menjadi sebuah upaya peningkatan konsumsi jagung melalui program diversifikasi produk olahan jagung, seperti beras jagung instan, tepung jagung,
tortila, emping jagung, dan mi jagung. Salah satu produk olahan jagung yang disukai masyarakat yaitu mi jagung.
Jagung dapat diolah menjadi tepung jagung yang kemudian dapat digunakan sebagai subtitusi bagi industri mi pengguna terigu. Mi biasanya terbuat dari
tepung terigu. Terdapat berbagai jenis mi yang ada di pasaran, yaitu mi basah, mi kering, dan mi instan. Ada dua tipe mi basah yaitu mi basah mentah yang biasa
disebut „mi ayam‟ dan mi basah matang yang biasa disebut „mi kuning atau mi
3
Kamsiati dan Purwandari. 2005. Diversifikasi Pengolahan Jagung dalam Rangka Meningkatkan Ketahanan Pangan di Kalimantan Tengah.
http:kalteng.litbang.deptan.go.idindimagesdatadiversifikasi-jagung.pdf [15 Maret 2011]
5 soto‟. Produk mi yang beredar di pasar hampir seluruhnya merupakan mi dengan
bahan baku tepung terigu dari gandum. Bahan baku lain sulit dibuat karena karakteristik fungsional protein gluten pada gandum yang tidak dimiliki oleh
sumber bahan yang lain. Produk sejenis mi dari bahan non gandum biasanya menggunakan pati sebagai basis pembuatannya. Produk mi berbasis pati yang
telah beredar di Indonesia diantaranya adalah soun, bihun dari pati beras, dan bihun dari pati jagung.
Produk olahan jagung terutama mi jagung dapat menjadi substitusi mi terigu. Hal tersebut cukup penting dalam usaha lebih memasyarakatkan jagung,
sebab menurut kajian preferensi konsumen terhadap produk-produk pangan non- beras, mi merupakan produk yang sering dikonsumsi oleh sebagian besar
konsumen sebagai makanan sarapan maupun sebagai makanan selingan Juniawati 2003. Selanjutnya Juniawati 2003 menyatakan berdasarkan kajian
preferensi konsumen terhadap produk-produk asal jagung, dapat diketahui bahwa semua responden menyukai produk-produk asal jagung. Oleh karena itu,
pengembangan produk asal jagung berupa mi jagung perlu dilakukan dalam upaya diversifikasi pangan. Keunggulan mi jagung berdasarkan penelitian yang
dilakukan Juniawati 2003 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Perbandingan Nilai Energi Beberapa Bahan Pangan Pokok
No. Bahan Pangan Pokok
Nilai Energi kalori 1
Mi terigu 471
2 Mi jagung
360 3
Nasi 178
4 Singkong
146 5
Ubi jalar 123
Sumber: Juniawati 2003 Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung menunjukkan bahwa
produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi. Namun, untuk keseimbangan konsumsi gizi, tetap dibutuhkan bahan pangan
lain yang dapat mencukupi kebutuhan gizi seperti protein hewani, sayuran, dan buah-buahan. Selain itu, kandungan lemak pada mi jagung 2.27 gram jauh lebih
rendah dibandingkan dengan kandungan lemak pada mi terigu 21.4 gram. Rendahnya lemak low fat pada mi jagung dapat menjadi nilai tambah bagi
6 produk tersebut terutama untuk masyarakat tertentu yang menghindari
kegemukan. Mi dari tepung jagung merupakan salah satu alternatif produk yang perlu
dikembangkan, mengingat kebutuhan mi di Indonesia yang sangat tinggi. Kebutuhan tersebut meningkat dari tahun ke tahun sampai mendekati 1.000.000
ton pada tahun 2001
4
. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Mi Instan Indonesia Tahun 1995-2001
Tahun Produksi Ton
Ekspor Ton Impor Ton
Konsumsi Ton 1995
650.109,0 15.169,4
572,7 635.512,3
1996 738.320,0
38.537,4 608,8
700.391,4 1997
795.555,6 21.936,1
1.950,5 775.570,0
1998 668.333,3
5.929,8 282,7
662.686,2 1999
730.000,0 19.960,5
631,6 710.671,1
2000 817.149,7
38.522,3 1.052,7
779.680,1 2001
862.449,3 47.933,3
1.391,9 815.907,9
Sumber: Indocommercial No. 294, 2002.
Berdasarkan Tabel 6 diketahui bahwa perkembangan konsumsi mi instan cenderung meningkat setiap tahun dari tahun 1995 hingga tahun 2001. Hal ini
menunjukkan produk-produk mi seperti mi instan dapat menjadi alternatif makanan pokok pengganti nasi. Produk mi instan biasa diolah menjadi mi goreng,
mi rebus, atau pelengkap bakso. Produk mi instan dan mi mentah merupakan produk yang relatif sama. Mi instan juga berawal dari mi mentah yang mengalami
proses penggorengan sehingga memiliki daya tahan yang lebih lama dibandingkan mi mentah. Oleh karena itu, karakteristik mi instan dengan mi mentah adalah
sama. Meskipun permintaan mi cenderung meningkat, mi yang beredar di
Indonesia hampir seluruhnya berbahan baku terigu yang merupakan produk impor. Jika ketergantungan Indonesia terhadap tepung terigu tidak segera diatasi,
dikhawatirkan akan membahayakan ketahanan pangan Indonesia. Mi jagung memiliki keunggulan dibandingkan mi terigu, yaitu tidak perlu
menggunakan bahan pewarna makanan karena warna kuning mi jagung berasal
4
Anonim. 2002. Prospek Industri dan Pemasaran Mie Instant di Indonesia. Majalah Indocommercial no. 294 Maret 2002.
7 dari pigmen kuning pada jagung, sedangkan warna kuning pada mi terigu
menggunakan pewarna makanan tartrazine Schmidt, 1991 dalam Budiyah, 2004. Keunggulan lain dari mi jagung adalah bahan bakunya dapat ditanam di
Indonesia, sehingga dapat mengurangi ketergantungan impor terigu. Sejak tahun 1998 hingga saat ini, penelitian tentang pengembangan mi
jagung telah dilakukan oleh Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology SEAFAST Center yang bekerja sama dengan Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor melalui Riset Unggulan Strategi Nasional RUSNAS Diversifikasi Pangan Pokok. Penelitian pengembangan mi
jagung ini akan menjadi suatu keuntungan tersendiri bagi para pengrajin mi di daerah Bogor karena akan mendapat bimbingan langsung dari para peneliti IPB
melalui kegiatan seminar-seminar dan pelatihan. Salah satu pengrajin mi di Kota Bogor yang berencana mengembangkan produk mi mentah jagung yaitu Usaha Mi
Mentah Bapak Sukimin di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor.
1.2. Perumusan Masalah