20
2.2.2. Teknologi Mi Jagung
Jagung yang digunakan dalam pembuatan mi jagung adalah jenis jagung yang berwarna kuning. Setelah melewati proses pengeringan dan pemipilan, biji
jagung kering diolah menjadi tepung jagung dengan ukuran 100 mesh. Tepung jagung inilah yang kemudian akan diolah menjadi mi jagung, baik sebagai mi
jagung subtisusi maupun mi jagung 100 persen. Hasil penelitian Kusnandar 2008 menyatakan komposisi kimia tepung
jagung yang dihasilkan dari penggilingan kering yang dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan utama dalam tepung jagung adalah karbohidrat sebesar 90,46 persen.
Selain itu, tepung jagung juga mengandung protein yang cukup tinggi yaitu sebesar 7,24 persen.
Tabel 7. Komposisi Kimia Tepung Jagung Varietas Pioneer-21
No. Komponen
Jumlah 1
Kadar air 7.49
2 Protein
7.24 3
Lemak 1.77
4 Abu
0.53 5
Karbohidrat 90.46
Sumber: Kusnandar 2008 Putra 2008 dalam Kusnandar 2008 menyatakan bahwa tepung jagung
adalah tepung yang diproduksi dari jagung pipil kering dengan cara menggiling halus bagian endosperma jagung yang mengandung sekitar 86
– 89 persen pati. Penepungan jagung mencakup tahap proses penggilingan kasar penyosohan dari
jagung pipil untuk menghasilkan grits, perendaman untuk memisahkan bagian endosperma grits dari kulit dan lembaga, pengeringan dan penggilingan halus
untuk menghasilkan tepung jagung, dan pengayakan untuk menghasilkan tepung jagung dengan ukuran 100 mesh.
Tepung jagung dapat digunakan sebagai bahan baku untuk menggantikan sebagian atau semua tepung terigu dalam produksi mi. Penggunaan tepung jagung
dalam mi memiliki keunggulan, yaitu: a dapat mengurangi biaya bahan baku dan produksi; b mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku terigu; c
memberikan keunggulan terhadap mi, yaitu tanpa penggunaan pewarna makanan
21 sintetis dan adanya kandungan beta karoten. Mi jagung yang dihasilkan dari 100
persen tepung jagung berwarna lebih kuning dibandingkan mi terigu atau mi substitusi, karena kandungan beta karoten dalam mi jagung lebih banyak
Kusnandar 2008. Penggunaan tepung jagung dalam mi akan dibatasi oleh karakteristik
fungsional tepung jagung, terutama disebabkan oleh kandungan protein gluten yang rendah dan karakteristik protein gluten jagung yang juga berbeda dengan
yang ada dalam tepung terigu. Hal ini menyebabkan tepung jagung tidak mampu membentuk lembaran adonan yang elastik dan kompak sebagaimana tepung
terigu. Pembentukan lembaran adonan tepung jagung dapat terbentuk apabila dilakukan proses pemanasan pengukusan terlebih dahulu untuk menggelatinisasi
sebagian pati yang akan berfungsi sebagai binding agent dalam pembentukan lembaran adonan. Sebagai konsekuensinya, teknologi proses mi yang sudah ada di
industri mi tidak bisa langsung diadopsi untuk memproduksi 100 persen mi jagung, karena harus menambah satu tahap proses pengukusan di antara tahap
pencampuran bahan dan proses sheeting. Alternatif lain dari proses produksi mi jagung adalah dengan teknologi ekstruksi. Teknologi ekstruksi biasanya
digunakan untuk memproduksi bihun atau soun. Mi jagung dapat diproses dengan memodifikasi teknologi sheeting yang
sudah ada, yaitu dengan melakukan proses pengukusan sebagian tepung jagung sebelum dilakukan proses pembentukan lembaran adonan. Pengukusan ini
diperlukan untuk mengatasi kesulitan pembentukan lembaran adonan, yaitu dengan mengandalkan pati jagung tergelatinisasi sebagai perekat binding agent
selama proses sheeting. Secara umum, proses produksi mi jagung dengan teknologi sheeting mencakup tahapan formulasi bahan, pengukusan untuk
menggelatinisasi sebagian tepung jagung 10 persen dari total tepung, pencampuran antara formulasi bahan yang tidak tegelatinisasi dengan tepung
gelatinisasi mixing, pembentukan lembaran adonan dan untaian mi sheeting dan slitting sehingga dihasilkan mi mentah. Jika dilanjutkan ke tahap pengukusan dan
pengeringan maka akan dihasilkan mi kering Kusnandar 2008 Hasil penelitian Juniawati 2003 menyatakan bahwa mi jagung
mengandung nilai gizi yang baik, yaitu menyumbangkan 360 kalorikemasan.
22 Tingginya nilai energi yang terdapat pada mi jagung instan menunjukkan bahwa
produk tersebut dapat dijadikan sebagai bahan pangan alternatif pilihan pengganti nasi. Kandungan lemak mi jagung juga rendah, karena tidak ada proses
penggorengan. Mi jagung tidak menggunakan pewarna sintesis seperti halnya mi terigu instan, karena warna kuning mi jagung berasal dari pigmen beta karoten,
lutein, dan xianthin yang secara alami terdapat dalam jagung. Keunggulan- keunggulan tersebut dapat menjadi nilai jual dan promosi mi jagung.
Selanjutnya, Juniawati 2003 dan Budiyah 2005 menjelaskan bahwa proses pembuatan adonan merupakan tahapan yang sangat kritis dalam pembuatan
mi jagung, karena kualitas adonan akan sangat mempengaruhi karakteristik mi yang diperoleh. Untuk dapat menghasilkan adonan dan untaian mi yang kuat
tidak mudah patah, maka perlu ada bagian dari pati yang digelatinisasi. Pati tergelatinisasi ini berfungsi sebagai pengikat yang diperlukan pada saat
pembentukan lembaran adonan yang kohesif dan cukup elatis untuk dapat dibentuk untaian mi. Hal ini disebabkan tepung jagung tidak mengandung protein
gliadin dan glutenin sebagaimana pada tepung gandum yang bertindak sebagai pengikat binding agent untuk membentuk tekstur adonan yang elastic-cohesive
bila ditambah air dan diuleni. Pengukusan adonan dengan menggunakan mesin steam blancher
dilakukan pada suhu 90 C selama 15 menit. Pengurangan waktu pengukusan
menyebabkan lembaran yang dihasilkan rapuh dan mudah sobek. Proses pregelatinisasi yang tepat akan menghasilkan gelatinisasi yang cukup dengan pati
tergelatinisasi menjadi zat pengikat antar granula pati di dalam adonan Sigit 2008.
2.3. Analisis Kelayakan Usaha Produk Pangan Olahan