mendorong, mengendalikan dan menguasi diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan atau prestasi.
d.  Empati Dengan  empati  seorang  siswa  akan  cepat  beradaptasi  dengan
lingkungan  sekolah,  peka  terhadap  situasi.  Khususnya  ketika  belajar dapat menciptakan suasana belajar yang efektif  karena  siswa mampu
bersikap menyenangkan bagi guru dan teman-temannya, bertanya pada saat dan cara yang tepat kepada guru dan teman, dan mau  menjelaskan
kepada teman jika sudah tahu. e.  Keterampilan Sosial.
Perasaan  senang  dan  bersahabat  yang  diperoleh  dari  kelas  sewaktu belajar dapat meningkatkan semangat dan minat belajar seorang siswa
dan tentunya akan menunjang hasil belajar siswa.
Orang  yang  mengalami  gangguan  emosi  dan  tidak  mampu mengendalikan  emosinya  akan  berdampak  terhadap  aktifitas  mental  dan
kognitif.  Murid-murid  yang  cemas,  marah  atau  depresi  mengalami kesulitan  belajar  dan  mengalami  kesukaran  dalam  menyerap  informasi
dengan  benar  dan  efesien,  serta  tidak  bisa  berkonsentrasi  Goleman, 1997:110.
Kecemasan  merontokkan  nalar  dan  menghambat  kinerja  akademis, dengan  kata  lain  semakin  rendah  kecerdasan  emosi  seseorang,  semakin
buruklah kinerja akademis mereka, baik dari nilai-nilai tes harian ataupun
indeks  prestasi  kumulatifat  atau  tes  prestasi  akademik  Goleman, 1997:117
Dari  uraian  diatas  dapat  dilihat  bahwa  kecerdasan  emosi  dapat memacu  semangat  siswa  untuk  belajar,  serta  membuat  siswa  lebih
konsentrasi dan akhirnya membuat siswa lebih cepat memahami pelajaran.
2. Hubungan  Positif  antara  Suasana  Belajar  dalam  Keluarga  dengan
Hasil Belajar Matematika.
Suasana  belajar  dalam  keluarga  sangat  menentukan  faktor keberhasilan  seorang  anak.  Keluarga  adalah  pondasi  seorang  anak  untuk
kehidupan  selanjutnya.  Berbekal  dari  pendidikan  dan  suasana  belajar dalam    keluarga,  seorang  anak  melanjutkan  pendidikan  di  sekolah  untuk
mengembangkan  potensi-potensi  yang  ada  dalam  dirinya.  Kemampuan seorang  anak  dalam  menerima  pelajaran  dan  pendidikan  disekolah
tentunya sangat ditentukan  oleh suasana belajar dalam keluarga. Suasana belajar dalam keluarga yang kondusif akan membantu siswa
dalam  mencapai  hasil  belajar  matematika  yang  baik.  Perhatian  dan pendampingan orangtua dan anggota keluarga lain sangat membantu siswa
lebih giat belajar karena merasa nyaman dan dicintai. Menurut  Peterson  dan  Loeber  dalam  Syah  1995:153,  lingkungan
keluarga  yang  mempunyai  fasilitas  yang  lengkap  akan  mendukung  siswa dapat belajar optimal, sehingga  hasil belajar yang dicapai siswa juga akan
lebih baik.
Menurut  Goleman,  pada  masa  kanak-kanak  dan  awal  masa  remaja dalam  hidup,  adalah  masa  perkembangan  otak  yang  sangat  pesat  bagi
seorang anak. Ketegangan hebat dalam keluarga atau perlakuan buruk dari orang  tua  dalam  keluarga,  akan  merusak  pusat-pusat  belajar  di  otak,  dan
dengan  demikian  akan  merusak  kecerdasan  seorang  anak.  Berdasarkan hasil  sebuah  survey,  anak-anak  yang  diperlakukan  dengan  buruk  dan
ditelantarkan  oleh  orangtuanya  akan  selalu  merasa  cemas,  tidak  punya perhatian,  dan  tidak  punya  perasaan,  kadang-kadang-kadang  agresif,
kadang-kadang  menarik diri, tidak  mampu  berkonsentrasi pada pelajaran, tidak  mampu  memotivasi  diri  untuk  belajar  dan  menyelesaikan  masalah,
serta memiliki rasio tinggal kelas sebesar 65 persen Goleman, 1997:277. Dari  kerangka  berpikir  diatas,  dapat  digambarkan  skema  pemikiran
dalam  penelitian  ini  untuk  menunjukkan  hubungan  antara  kecerdasan  emosi dan suasana belajar dalam keluarga terhadap hasil belajar matematika siswa.
SISWA
Keluarga Suasana Belajar Dalam
Keluarga
.
Kecerdasan Emosi
Kemampuan memotivasi dir
i,
mengelola emosi,   empati dan ketrampilan sosial
Hasil Belajar
Matematika