3  Menemani atau mengawasi anak ketika belajar. 4  Mengingatkan anak akan prioritas belajar dalam hidupnya.
5  Mengikuti perkembangan hasil belajar anak dari nilai-nilai ulangan anak.
6  Membantu anak dalam kesulitan belajar. 7  Menyediakan  waktu  bagi  anak  sebagai  ungkapan  kasih  sayang,
dengan memberi dorongan dan perhatian kepada anak. Menurut  Winkel  1989:108,  suasana  belajar  dalam  keluarga
dipengaruhi oleh faktor sosio ekonomis dan sosio kultural yang dijabarkan sebagi berikut :
a.  Keadaan Sosio Ekonomi Keadaan  sosio  ekonomi  adalah  taraf  kemampuan  finansial
keluarga yang dapat berarti baik, cukup atau kurang. Pada keadaan  ini tergantung sejauh mana keluarga dapat memenuhi fasilitas atau sarana
belajar bagi anak dalam keluarga. Namun,  menurut  Winkel  keadaan  ekonomi  tersebut  bisa
menguntungkan  sekaligus  menghambat  untuk  belajar.  Anak  yang berada dalam taraf sosio ekonomi tinggi lebih terdukung untuk belajar
karena  semua  fasilitas  dan  kebutuhannya  sudah  dipenuhi,  namun  ada juga  yang  menjadi  malas  untuk  belajar  karena  merasa  semua
kebutuhannya sudah dipenuhi dan jaminan masa depannya sudah ada. Sedangkan  anak  yang  berada  pada  taraf  sosio  ekonomi  rendah,  yang
mengalami kekurangan dalam fasilitas belajar kerap lebih rajin belajar,
karena keinginannya untuk  maju dan  mendapatkan  hidup  lebih  layak. Menurut  Winkel,  hal  tersebut  dikaitkan  dengan  sikap  anak  sendiri
dalam menghadapi keadaan tersebut. b.  Keadaan Sosio Kultural
Keadaan  sosio  kultural  adalah  taraf  kebudayan  yang  dimiliki keluarga,  dapat  tinggi,  tengahan  atau  rendah.  Keadaan  ini  tergantung
pada pandangan keluarga tentang pendidikan dan corak hubungan atau pergaulan antara anak dan orangtua.  Anak yang berada pada keluarga
dengan taraf kebudayaan tinggi akan lebih beruntung, karena orangtua sudah  mengetahui  manfaat  pendidikan dan punya pengalaman pribadi
tentang belajar, maka orangtua akan mendampingi dan melayani anak yang  membutuhkan  bantuan  dalam  belajar.  Tentu  saja  hal  ini  akan
memberi semangat bagi anak untuk belajar di rumah. Sebaliknya siswa yang  berada  dalam  keluarga  dengan  taraf  kebudayaan  rendah  akan
menemukan banyak pertentangan antara kebiasaan-kebiasaan di rumah dan tuntutan-tuntutan belajar di sekolah.
Namun  hasil  belajar  suasana  belajar  dalam  keluarga  tetap tergantung  pada  sikap  anak  dalam  menghadapi  perbedaan  tersebut
serta  bagaimana  orangtua  serta  anggota  keluarga  lain  ikut  membantu dan mendorong anak untuk belajar.
Jadi dapat disimpulkan bahwa suasana belajar dalam keluarga sangat mempengaruhi  hasil  belajar  bagi  anak,  dimana  suasana  belajar  kondusif,
fasilitas  yang  memadai  serta  perhatian  dan  dukungan  dari  orangtua
menjadikan  suasana  belajar dalam  keluarga  yang  ideal  bagi seorang anak untuk mencapai hasil maksimal.
C. Hasil Belajar Matematika
1. Pengertian Hasil Belajar Matematika
Dalam  proses  belajar  mengajar,  sasaran  utama  yang  diharapkan adalah  tercapainya  hasil  belajar.  Hasil  belajar  yang  diberikan  guru  dapat
berupa  angka  atau  nilai  yang  beragam,  sesuai  dengan  kemampuan  siswa yang bersangkutan. Nilai tersebut menjadi menjadi gambaran hasil belajar
yang diperoleh  siswa.  Hasil  belajar adalah  kemampuan-kemampuan  yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Kemampuan tersebut
meliputi  kemampuan  dalam  ranah  kognitif,  afektif  dan  psikomotorik Sudjana, 1989:22.
Ranah  kognitif  adalah  hasil  belajar  yang  menunjuk  kepada perkembangan  fungsi  intelektual,  meliputi  pengetahuan,  pemahaman,
penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah  afektif  adalah  hasil  belajar  yang  menunjuk  kepada
perkembangan  mental  siswa  yang  berhubungan  dengan  perubahan- perubahan  cara  berhubungan  dengan  orang  lain,  meliputi  aspek
penerimaan,  penilaian,  jawaban  atau  reaksi,  organisasi  dan  pembentukan pola hidup.
Ranah  psikomotorik  adalah  hasil  belajar  yang  menunjuk  kepada perkembangan  ketrampilan  fisik  siswa,  yaitu  persepsi,  kesiapan,  dan
kreativitas. Pada  masyarakat  modern  seperti  sekarang  ini,  hasil  belajar  seorang
siswa  menjadi  hal  yang  sangat  penting.  Hasil  belajar  yang  baik  dianggap sebagai cermin pengetahuan seorang anak. Dengan hasil belajar yang baik,
maka seorang siswa dianggap berhasil mengikuti proses belajar mengajar, dapat  diandalkan  dan  memiliki  pengetahuan  serta  kemampuan  yang  baik
dalam pelajaran tersebut. Siswa  yang  memiliki  hasil  belajar  yang  baik, akan  selalu dicari dan
diutamakan  oleh  orang  banyak,  dan  diyakini  memiliki  masa  depan  lebih baik  dari  pada  anak  yang  memiliki  hasil  belajar  yang  kurang  baik.  Maka
dengan alasan tersebut, setiap siswa berusaha untuk memiliki hasil belajar yang baik.
Dalam  pelajaran  matematika,  hasil  belajar  ditandai  dengan perubahan  tingkah  laku  yang  diarahkan  pada  pemahaman  konsep-konsep
dalam  matematika, termasuk didalamnya konsep-konsep dari  materi  yang diberikan  oleh  guru.  Konsep-konsep  tersebut  diharapkan  dapat
mengarahkan  anak  untuk  berpikir  lebih  matematis,  logis  dan  selalu percaya  diri  karena  matematika  yang  memang  selalu  mengajarkan  ilmu
yang pasti kepada siswa. Maka  dapat  disimpulkan  bahwa  hasil  belajar  matematika  adalah
pemahaman  konsep  dan  sehingga  mampu  untuk  menyelesaikan  soal  atau
tes  yang  diberikan  guru.  Disini,  hasil  matematika  yang  baik  indikatornya adalah  jika  seorang  siswa  kelas  VII  mampu  menyelesaikan  soal  atau  tes
matematika dengan baik dari materi yang telah dipelajari sampai kelas VII. Seorang  siswa  hanya  akan  mampu  menyelesaikan  soal  atau  tes
matematika, jika sudah menguasai materi yang diujikan tersebut. Hasil  belajar  matematika  ini  adalah  gambaran  dari  usaha  anak
setelah  mengikuti  proses  belajar  mengajar,  serta  menjadi  tolak  ukur  bagi guru  untuk  melihat  sejauh  mana  pemahaman  siswa  terhadap  pelajaran
yang telah diterima oleh siswa.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika
Menurut Winkel 1987:82 ada beberapa faktor yang  mempengaruhi hasil belajar siswa, yaitu :
a.  Pribadi  siswa,  yang  mencakup  hal-hal  seperti  taraf  intelegensi,  daya kreatifitas,  kemampuan  berbahasa,  kecepatan  belajar,  kadar  motivasi
belajar,  sikap  terhadap  tugas  belajar,  minat  dalam  belajar,  perasaan dalam belajar dan kondisi mental dan fisik.
b.  Pribadi  Guru,  yaitu  yang  mencakup  hal-hal  seperti  sifat  kepribadian guru,  penghayatan  nilai-nilai  kehidupan,  daya  kreativaitas,  motivasi
kerja, gaya mengajar dan penguasaan materi dari seorang guru. c.  Struktur  jaringan  hubungan  sosial  yaitu  yang  mencakup  keluarga,
status sosial, suasana dalam kelas dan interaksi antara siswa dan guru. d.  Sekolah  sebagai  institusi  pendidikan,  yaitu  yang  mencakup  hal-hal
seperti disiplin sekolah dan pembentukan satuan-satuan kelas.
e.  Faktor-faktor situasional,  yaitu  yang  mencakup  hal-hal keadaan sosial
ekonomi siswa.
Menurut  A.  Tabrani  Rusyan  1994:81,  ada  beberapa  faktor  yang mempengaruhi hasil belajar, yaitu:
a.  Faktor Internal Faktor  internal  adalah  faktor  yang  timbul  dari  dalam  anak  yang
meliputi kondisi psikologis anak. Faktor-faktor tersebut adalah: 1  Kecerdasan
2  Bakat 3  Motivasi Belajar
4  Emosi b.  Faktor Eksternal
Faktor  eksternal  ialah  faktor  yang  datang  dari  luar  diri  si  anak,  yang meliputi:
1  Faktor  sosial  yang  terdiri  atas  lingkungan  keluarga,  lingkungan sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok.
2  Faktor  budaya,  seperti  adat  istiadat,  ilmu  pengetahuan,  teknologi dan kesenian.
3  Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim.
4  Faktor lingkungan spiritual. Berdasarkan  uraian  di  atas,  disimpulkan  bahwa  hasil  belajar
matematika merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor, baik dari dalam
diri  siswa  faktor  internal  maupun  dari  luar  diri  siswa  faktor  eksternal. Setelah memahami dan mengetahui faktor-faktor tersebut, maka guru dan
siswa  serta  semua  yang  terlibat  dalam  kegiatan  belajar,  dapat  lebih memprioritaskan  pengembangan  terhadap  faktor-faktor  tersebut  untuk
meningkatkan hasil belajar matematika. Penelitian  ini  akan  dibatasi  dengan  meneliti  kecerdasan  emosi  dan
suasana  belajar  dalam  keluarga  serta  hubungannya  dengan  hasil  belajar matematika.
D. Kerangka Berpikir
Dalam  penelitian  ini  penulis  ingin  membuktikan  bahwa  ada  hubungan antara  kecerdasan  emosi  dan  suasana  belajar  dalam  keluarga  terhadap  hasil
belajar  matematika,  dengan  kata  lain  kecerdasan  emosi  dan  suasana  belajar dalam  keluarga  seorang  anak  akan  berpengaruh  terhadap  hasil  belajar
matematika siswa. Hal ini berdasarkan kerangka berpikir sebagai berikut:
1. Hubungan  Positif  antara  Kecerdasan  Emosi  dengan  Hasil  Belajar
Matematika.
Hubungan antara kecerdasan emosi  dengan  hasil  belajar  siswa akan dilihat  menurut  ciri-ciri  kecerdasan  emosi  menurut  Salovey  dalam
Goleman 1997:57. a.  Pengenalan Diri
Orang  yang  mempunyai  pengenalan  diri  atau  kemampuan  mengenali emosi  diri  adalah  orang  yang  mempunyai  keyakinan  tinggi  akan
perasaannya dan handal dalam mengambil keputusan yang tepat dalam hidupnya.  Siswa  yang  mempunyai  kesadaran  diri  tinggi  akan
mengenali  kemampuannya  sendiri  serta  mengetahui  apa  yang  dia inginkan.  Dengan  itu,  maka  siswa  yang  dengan  kesadaran  diri  tinggi
sadar  akan  kekurangan  dan  kelebihannya  sendiri,  dan  akan  belajar lebih giat dan berulang-ulang jika belum menguasai pelajaran.
b.  Pengendalian Diri. Seorang  siswa  tentu  akan  mempunyai  banyak  masalah  dalam
kehidupan  mereka sebagai remaja, baik dari keluarga maupun sekolah dan teman sebaya. Siswa yang memiliki kemampuan untuk mengelola
emosi  mampu  menangani  perasaannya  agar  dapat  terungkap  dengan tepat,  sehingga  dapat  bangkit  dengan  cepat  jika  mengalami  masalah
berat  dalam  hidupnya.  Tidak  memendam  kemarahan  berlarut-larut terhadap  suatu  persoalan,  namun  tetap  fokus  dan  konsentrasi  pada
pelajaran  karena  melihat  prioritas  yang  lebih  utama  dalam  suatu peristiwa.
c.  Memotivasi Diri Motivator  terbaik  adalah  diri  sendiri.  Ketika  mengalami  kejatuhan,
seorang  siswa  membutuhkan  dorongan  dan  dukungan  dari  banyak pihak.  Namun,  pada  dasarnya  siswa  mampu  bangkit  kembali  ketika
sudah  memahami  dan  mengerti  tujuannya  mengerjakan  sesuatu. Dengan kata lain siswa memotivasi diri sendiri dengan  menyemangati,
mendorong, mengendalikan dan menguasi diri sendiri untuk mencapai suatu tujuan atau prestasi.
d.  Empati Dengan  empati  seorang  siswa  akan  cepat  beradaptasi  dengan
lingkungan  sekolah,  peka  terhadap  situasi.  Khususnya  ketika  belajar dapat menciptakan suasana belajar yang efektif  karena  siswa mampu
bersikap menyenangkan bagi guru dan teman-temannya, bertanya pada saat dan cara yang tepat kepada guru dan teman, dan mau  menjelaskan
kepada teman jika sudah tahu. e.  Keterampilan Sosial.
Perasaan  senang  dan  bersahabat  yang  diperoleh  dari  kelas  sewaktu belajar dapat meningkatkan semangat dan minat belajar seorang siswa
dan tentunya akan menunjang hasil belajar siswa.
Orang  yang  mengalami  gangguan  emosi  dan  tidak  mampu mengendalikan  emosinya  akan  berdampak  terhadap  aktifitas  mental  dan
kognitif.  Murid-murid  yang  cemas,  marah  atau  depresi  mengalami kesulitan  belajar  dan  mengalami  kesukaran  dalam  menyerap  informasi
dengan  benar  dan  efesien,  serta  tidak  bisa  berkonsentrasi  Goleman, 1997:110.
Kecemasan  merontokkan  nalar  dan  menghambat  kinerja  akademis, dengan  kata  lain  semakin  rendah  kecerdasan  emosi  seseorang,  semakin
buruklah kinerja akademis mereka, baik dari nilai-nilai tes harian ataupun