Hubungan antara kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam keluarga terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.

(1)

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN SUASANA BELAJAR DALAM KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

ADINA BR DEPARI NIM : 081414041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(2)

i

HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DAN SUASANA BELAJAR DALAM KELUARGA TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS VII SMP BOPKRI 2 YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN 2011/2012

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh :

ADINA BR DEPARI NIM : 081414041

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA


(3)

(4)

(5)

iv

KUPERSEMBAHKAN KARYA INI UNTUK :

+Tuhan Yesus Kristus + pelindung dan penolongku

Bunda Maria, Santo Fransiskus Asisi dan Semua Orang Kudus di Surga.

Kedua Orangtuaku yang tercinta, Kakak dan abang serta semua keponakanku yang membuatku selalu bersemangat.

Sr.Fidelia, Sr.Leonarda, Sr.Roberta, Sr.Bernadette, Sr.Kornelia, serta semua suster Fransiskanes Santa Elisabeth di Komunitas Arumdalu Yogyakarta.

Semua teman-temanku

Ika, Nenek, Mami, Mita, Laras, Puput, Lala, Tiwi, Yoha, Novi, Siska, Fili, dan Desi.

Paramita Jati, Mulai dari PPL sampai skripsi paling banyak membantu penulis...

Almamaterku, Universitas Sanata Dharma, tempatku menuntut ilmu……..


(6)

v

MOTTO

Ketika e gkau sa gat e gi gi ka sesu

atu dan berusaha untuk

mendapatkannya, maka seluruh jagad raya akan bersatu padu

e ba tu u

Setiap hari Tuhan memberi kita matahari. Jika kita perhatikan, kita selalu mengalami saat-saat magis. Bisa saja saat kita bersembunyi dalam keheningan sesudah makan siang, saat memotong kayu, saat menggayung air, saat memandang bunga atau burung di udara, atau dalam seribu satu hal yang nampaknya biasa saja. Tapi, saat itu memungkinkan kita menciptakan mukjizat.

Betapa malangnya orang yang takut mengambil resiko. Mungkin ia takkan pernah kecewa atau menderita seperti orang yang mengejar impiannya. Tapi pada suatu titik ketika ia menoleh kebelakang—ia akan menyesali bahwa telah menyia-nyiakan semua karunia Tuhan dalam hidup dan saat-saat magis telah berlalu.

Benar, kita akan mengalami masa-masa sulit dan kekecewaan, namun semua itu hanya sementara, tidak meninggalkan bekas yang kekal. Dan suatu hari kelak, kita akan menoleh dan memandang perjalanan yang telah kita tempuh, penuh kebanggan.

Saduran dari buku “By the River Piedra I Sat Down And Wept

Karangan Paulo Coelho

A or Mutat Gratia si I perti us Ho i ibus


(7)

(8)

(9)

viii

ABSTRAK

Adina Br Depari (2012). Hubungan antara Kecerdasan Emosi dan Suasana Belajar dalam Keluarga terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Bopkri 2 Yogakarta Tahun Ajaran 2011/2012. Program Studi Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara: (1) kecerdasan emosi dengan hasil belajar matematika siswa, (2) suasana belajar dalam keluarga dengan hasil belajar matematika siswa, (3) kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam keluarga dengan hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi siswa, suasana belajar dalam keluarga siswa dan hasil belajar matematika siswa.

Penelitian dilakukan dari bulan Mei sampai Juni 2012. Sampel penelitian berjumlah 15 orang siswa. Data kecerdasan emosi dan data suasana belajar dalam keluarga dikumpulkan dengan metode non tes yang berbentuk kuesioner. Data hasil belajar matematika dikumpulkan dengan menggunakan metode tes. Teknik analisis data penelitian menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson dan teknik korelasi ganda.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) ada hubungan yang positif dan signifikan antara kecerdasan em baikosi siswa dengan hasil belajar matematika siswa ( sebesar 0,551 dan =2,378 > =2,131), (2) ada hubungan positif dan signifikan antara suasana belajar dalam keluarga dengan hasil belajar matematika siswa ( = 0,541 dan =2,319 > =2,131), (3) ada hubungan positif dan signifikan antara kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam keluarga secara bersama-sama terhadap hasil belajar matematika siswa ( = 0,628 dan =3,913 > =3,68).

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa para siswa yang kecerdasan emosinya berada dalam kategori sangat baik sebesar 0%, dalam kategori baik sebesar 0%, dalam kategori cukup baik sebesar 40%, dalam kategori tidak baik sebesar 46,67% dan dalam kategori sangat tidak baik sebesar 13,34%. Para siswa yang suasana belajar dalam keluarganya berada dalam kategori sangat baik sebesar 0%, dalam kategori baik sebesar 13,33%, dalam kategori cukup baik sebesar 60%, dalam kategori tidak baik sebesar 13,33% dan dalam kategori sangat tidak baik sebesar 13,33%. Para siswa yang hasil belajar matematikanya berada dalam kategori sangat baik sebesar 13,33%, dalam kategori baik sebesar 20%, dalam kategori cukup baik sebesar 40%, dalam kategori tidak baik sebesar 13,33% dan dalam kategori sangat tidak baik sebesar 13,33%.


(10)

ix

ABSTRACT

Adina Br Depari (2012). The Relationship between Emotional Intelligence and Learning Conditional in the Family Against the Results of Learning Math Grade VII Bopkri 2 Junior High School Yogyakarta Year 2011/2012. Education of Mathematics and Natural Sciences, Faculty of Teacher Training and Education, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aims to find out if there is a positive and significant relationship between: (1) emotional intelligence with the results of learning math students, (2) learning conditional in the family with the results of learning math students, (3) emotional intelligence and learning conditional in the family with the results of learning math students. This research aims also to find out emotional intelligence level, learning conditional in the family level and the results of learning math students level.

The research was conducted from May to June 2012. The samples were 15 students. Emotional intelligence data and learning conditional in the family data gathered with testing methods in the form of a questionnaire. Results of the data collected with learn math using the method test. Research data analysis techniques using the technique of correlation of Product Moment of Karl Pearson and multiple correlation techniques.

The result of the study indicates that: (1) there is a positive and significant relationship between emotional intelligence with the results of learning math students ( = 0,551 and =2,378 > =2,131), (2) there is a positive and significant relationship between learning conditional in the family with the results of learning math students ( = 0,541 and = > = 2,319 2,131), (3) there is a positive and significant relationship between emotional intelligence and learning conditional in the family together against the results of learning math students ( = and = 0,628 3,913 > = 3,68).

Research results also showed that students who were emotionally intelligence within the category of very good 0%, in the category of either 0%, in the category quite well by 40%, in the category of no good of 46,67% and in the category is not very good for 13,34%. Students who study conditional in her family are in a category of very good 0%, in the category of good 13,33%, in the category of pretty good by 60%, in the category of no good of 13,33% and in the category is not very good for 13,33%. Students who learned his mathematical results are excellent in the category of 13,33%, in the category of good by 20%, in a category is good enough for 40%, in the category of no good of 13,33% and in the category is not very good for 13,33%.


(11)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan rahmatNya

yang besar, sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas akhir ini. Semua usaha

yang penulis lakukan ini tidak akan berhasil tanpa doa, bimbingan, bantuan

dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini

dengan rendah hati penulis mengucapkan terimakasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sanata Dharma.

3. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. selaku Ketua Program Studi

Pendidikan Matematika, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

4. Bapak Drs. Th. Sugiarto, M.T selaku Dosen Pembimbing yang telah

banyak meluangkan waktu dalam memberikan bimbingan, dukungan dan

mengarahkan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

5. Bapak Prof. Dr. St. Suwarsono, Bapak Drs. Sukardjono, M.Pd. dan Bapak

Drs. Th. Sugiarto, M.T selaku dosen penguji skripsi

6. Seluruh staf dosen JPMIPA Universitas Sanata Dharma, terimakasih atas

kebaikan, bimbingan dan ilmu yang telah diberikan.

7. Ibu Dra.Yetti Yuliati Soebari, selaku Kepala Sekolah SMP Bopkri 2

Yogyakarta sudah memberikan kesempatan kepada penulis untuk


(12)

xi

8. Bapak Drs.Yulius selaku guru mata pelajaran Matematika Kelas VII SMP

Bopkri 2 Yogyakarta, yang sudah memberikan kesempatan dan arahan

kepada penulis dalam melakukan penelitian ini hingga selesai dengan baik.

9. Siswa-siswi Kelas VII A dan VII B SMP Bopkri 2 Yogyakarta yang telah

bersedia bekerja sama dengan penulis untuk melakukan tes penelitian.

10.Seluruh staf Sekretariat JPMIPA, staf Perpustakaan dan karyawan

Universitas Sanata Dharma yang telah membantu kelancaran proses

belajar penulis selama ini.

11.Kedua orangtuaku, kakak dan abang. Terimakasih atas semua kebaikan

yang kuterima.

12.Teman-teman Pendidikan Matematika Angkatan 2008 yang menjadi teman

‘seperjuangan’.

13.Semua pihak yang telah membantu dan memberi dukungan baik langsung

atau tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa skripsi ini

masih jauh dari sempurna, oleh karena itu segala saran dan kritik sangat

diharapkan demi perbaikan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga

skripsi ini berguna bagi semua pihak yang memerlukannya.

Penulis


(13)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

HALAMAN MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vii

ABSTRAK ... viii

ABSTRACT... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian... 6


(14)

xiii

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Kecerdasan Emosi ... 9

B. Suasana Belajar Dalam Keluarga ... 21

C. Hasil Belajar Matematika ... 32

D. Kerangka Berpikir ... 36

E. Hipotesis ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Tempat dan Waktu Penelitian ... 42

C. Subjek dan Objek Penelitian ... 42

D. Populasi dan Sampel Penelitian ... 43

E. Variabel Penelitian ... 44

F. Bentuk Data ... 45

G. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian ... 46

H. Keabsahan Data ... 54

I. Metode Analisis Data ... 58

BAB IV PELAKSANAAN PENELITIAN, TABULASI DATA, ANALISIS DATA, DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN ... 66


(15)

xiv

B. Tabulasi Data dan Deskripsi Data Penelitian ... 71

C. Analisis Data ... 77

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 84

E. Kelemahan Penelitian ... 90

BAB V. PENUTUP... 91

A. Kesimpulan ... 91

B. Saran ... 94

Daftar Pustaka ... 95


(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Kisi-kisi Tes Hasil Belajar Matematika ... 47

Tabel 3.2 : Skor Pernyataan Kuesioner ... 51

Tabel 3.3 : Kisi-kisi Kuesioner Kecerdasan Emosi ... 52

Tabel 3.4 : Kisi-kisi Kuesioner Suasana Belajar Dalam Keluarga ... 53

Tabel 3.5 : Interpretasi Koefisien Nilai r ... 63

Tabel 4.1 : Waktu Pengambilan Data ... 67

Tabel 4.2 : Hasil Uji Validitas Variabel Kecedasan Emosi... 67

Tabel 4.3 : Hasil Uji Validitas Suasana Belajar Dalam Keluarga ... 68

Tabel 4.4 : Hasil Uji Validitas Tes Hasil Belajar Matematika ... 69

Tabel 4.5 : Hasil Uji Reliabilitas Variabel Penelitian ... 70

Tabel 4.6 : Interpretasi Reliabilitas ... 70

Tabel 4.7: Penilaian Acuan Patokan (PAP) Tipe II ... 71

Tabel 4.8 : Kriteria Data Variabel Kecerdasan Emosi ... 72

Tabel 4.9 : Distribusi Frekuensi Variabel Kecerdasan Emosi ... 73

Tabel 4.10 : Kriteria Data Variabel Suasana Belajar Dalam Keluarga ... 74

Tabel 4.11 : Distribusi Frekuensi Suasana Belajar Dalam Keluarga ... 74

Tabel 4.12 : Kriteria Data Variabel Skor Hasil Belajar Matematika ... 75

Tabel 4.13 : Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika ... 76

Tabel 4.14 : Mean, Median, Modus, dan Standar Deviasi ... .77

Tabel 4.15 : Hasil Uji Normalitas ... ...78


(17)

xvi

Tabel 4.17 : Rangkuman Kontribusi Variabel ... .82


(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN I Kuesioner ... 97

LAMPIRAN II Soal Tes Hasil Belajar Matematika ... 105

LAMPIRAN III Kunci Jawaban Hasil Belajar Matematika ... 111

LAMPIRAN IV Skor Variabel , , ... 125

LAMPIRAN V Hasil Uji Validitas ... 132

LAMPIRAN VI Hasil Uji Realibilitas ... 150

LAMPIRAN VII Hasil Uji Normalitas ... 159

LAMPIRAN VIII Hasil Uji Korelasi ... 160

LAMPIRAN IX Kontribusi Antar Variabel ... 163

LAMPIRAN X Mean, Median, Modus ... 167

LAMPIRAN XI Contoh Hasil Jawaban Siswa ... 170

LAMPIRAN XII Foto Penelitian ... 198

LAMPIRAN XIII Surat Administrasi Penelitian ... 201


(19)

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Siswa sekolah menengah pertama (SMP) dalam rentang usia 13-16 tahun

adalah masa remaja awal. Masa remaja adalah masa peralihan dari masa

kanak-kanak menuju masa dewasa, dimana pada masa ini seorang anak akan

mengalami perubahan besar baik dalam hal fisik maupun psikologis. Pada

masa remaja, seorang anak juga semakin dituntut oleh keluarga, sekolah,

teman-teman sebaya dan masyarakat untuk memiliki tanggung jawab yang

besar dalam hal kepribadian, kemampuan sosial, hasil belajar yang baik, dan

prestasi di bidang akademis maupun non akademis. Dalam hal ini, kualitas

anak dilihat dari hasil belajar di sekolah.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil belajar anak, yaitu faktor

eksternal dan internal (Roestiyah, 1982:159). Faktor eksternal, yaitu faktor

yang berasal dari luar diri anak, meliputi: faktor lingkungan keluarga; sekolah;

masyarakat; cuaca; kebersihan rumah dan sebagainya. Faktor internal adalah

faktor yang timbul dari dalam diri anak itu sendiri, meliputi: kemampuan atau

kecerdasan; rasa aman; motivasi belajar; bakat; dan sebagainya.

Pendampingan yang serius dari keluarga pada anak di akhir masa

kanak-kanak sangat penting, terutama untuk mendampingi anak dalam

perkembangan emosinya dan dengan memberikan suasana belajar yang


(21)

orangtua hanya mengharapkan hasil tanpa memperhatikan prosesnya. Proses

yang dimaksud disini adalah, bagaimana seorang anak diperlakukan, dididik

dan diberi fasilitas yang mendukung ketika belajar. Banyak orang tua

menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak kepada pihak sekolah, karena

menganggap bahwa sekolah bertanggung jawab sepenuhnya terhadap

pendidikan anak, baik pendidikan intelegensia maupun kepribadian. Masih

banyak orang tua kurang sadar, bahwa faktor keluarga sangat berpengaruh

terhadap keberhasilan belajar anak,

Dari faktor internal kita melihat bahwa faktor kecerdasan menjadi hal

yang penting untuk menentukan hasil belajar seseorang. Faktor kecerdasan

intelektual sangat penting dalam pencapaian hasil belajar yang baik bagi

seorang anak. Banyak orang berpendapat bahwa untuk meraih prestasi belajar

yang tinggi diperlukan kecerdasan intelektual (IQ) yang juga tinggi.

Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan yang dapat mempermudah

seorang siswa mengikuti pelajaran dan tentu saja akan menghasilkan prestasi

belajar yang optimal. Umumnya orang yang memiliki kecerdasan intelektual

rendah memang akan sulit mengikuti pelajaran di kelas. Siswa pintar dengan

prestasi bagus dan nilai raport tinggi, selalu diidentikkan dengan siswa yang

memiliki kecerdasan intelektual tinggi.

Berdasarkan pengalaman penulis sewaktu mengikuti Program

Pengalaman Lapangan (PPL) di sekolah, penulis melihat bahwa pendapat

tentang nilai yang tinggi identik dengan kecerdasan intelektual tinggi tidak


(22)

dari beberapa siswa yang selalu mengganggu efektifitas proses belajar

mengajar di kelas. Hal tersebut terjadi karena diantara siswa ada yang suka

membuat gaduh suasana kelas ketika belajar dan ada juga yang menyita waktu

belajar karena harus diberikan ujian ulang karena nilai ujiannya rendah. Guru

matematika di kelas tersebut menyatakan, bahwa siswa tersebut sebenarnya

bukanlah murid yang berintelegensia rendah meskipun selama ini nilai

matematikanya buruk. Bahkan bisa dikatakan siswa tersebut cerdas bila diukur

dari hasil tes intelegensia, dimana hasil tes intelegensia siswa tersebut bahkan

lebih tinggi dari beberapa teman-teman sekelasnya yang memiliki nilai

matematika yang lebih tinggi dari dia. Menurut guru matematika tersebut,

siswa itu memiliki masalah pribadi dan keluarga yang berimbas pada

ketidakstabilan emosinya.

Orang yang memiliki intelegensi tinggi tetapi tidak diimbangi dengan

emosi yang stabil cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan,

terlalu kritis, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit

mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung

dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti

ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang

memiliki kecerdasan intelektual tinggi namun taraf kecerdasan emosinya

rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit

bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka

dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress


(23)

Kondisi sebaliknya dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf

kecerdasan intelektual rata-rata namun memiliki kecerdasan emosi yang

tinggi. Kecerdasan intelektual hanya menyumbang 20% bagi kesuksesan,

sedangkan 80% adalah sumbangan faktor kekuatan-kekuatan lain, diantaranya

adalah kecerdasan emosi atau Emotional Quotient (EQ) (Goleman 2000:44).

Berdasarkan pemahaman dan pengalaman tersebut penulis tertarik

meneliti hubungan antara kecerdasan emosional dan hasil belajar matematika

siswa, serta hubungan antara suasana belajar dalam keluarga dengan hasil

belajar matematika siswa.

Pada penelitian ini penulis mengunakan populasi siswa SMP Bopkri 2

Yogyakarta. Alasannya adalah karena jumlah siswa di kelas maksimal 20

orang perkelas, jumlah yang efektif untuk sampel yang dibutuhkan agar

pengamatan atau observasi terhadap karakter siswa lebih akurat. Penulis juga

mengamati bahwa karakteristik siswa pada waktu pelajaran matematika di

kelas sangat beragam karena para siswa juga berasal dari berbagai latar

belakang keluarga yang berbeda. Keberagaman karakter siswa dan latar

belakang siswa yang berbeda sangat penting bagi peneliti untuk

mengumpulkan data.

Untuk melihat hubungan antara kecerdasan emosi dan suasana belajar

dalam keluarga terhadap hasil belajar siswa, khususnya hasil belajar

matematika, maka dalam penyusunan skripsi ini penulis tertarik untuk


(24)

Keluarga terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP Bopkri 2

Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/2012”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, maka dapat

dikemukakan rumusan masalah berikut:

1. Bagaimana keadaan tingkat kecerdasan emosi siswa, suasana belajar

dalam keluarga siswa dan hasil belajar siswa kelas VII di SMP Bopkri 2

Yogyakarta?

2. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan hasil belajar

matematika pada siswa kelas VII di SMP Bopkri 2 Yogyakarta?

3. Apakah ada hubungan antara suasana belajar dalam keluarga dengan hasil

belajar matematika pada siswa kelas VII di SMP Bopkri 2 Yogyakarta?

4. Apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam

keluarga secara bersama-sama terhadap hasil belajar matematika pada

siswa kelas VII di SMP Bopkri 2 Yogyakarta?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk mengetahui apakah ada hubungan antara kecerdasan emosi dan

suasana belajar dalam keluarga terhadap hasil belajar matematika siswa,

khususnya hasil belajar matematika siswa kelas VII SMP Bopkri 2


(25)

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak, antara lain :

1. Bagi Siswa :

Penelitian ini diharapkan :

a. Dapat membangun karakter siswa yang lebih paham untuk mengelola

dan mengontrol emosinya sendiri menjadi lebih positif, serta siswa

dapat termotivasi untuk lebih meningkatkan hasil belajarnya,

khususnya hasil belajar matematika.

b. Dapat memotivasi siswa untuk membentuk dan menemukan suasana

belajar yang ideal dalam keluarga.

c. Dapat menjadi masukan bagi siswa untuk mengembangkan diri dan

kehidupan yang lebih baik

2. Manfaat Bagi Sekolah dan Dunia Pendidikan:

Penelitian ini diharapkan :

a. Dapat memberi wawasan yang lebih luas bagi guru untuk selalu

memperhatikan dan meningkatkan aspek-aspek lain pada siswa selain

aspek kecerdasan intelektual, ketika melakukan proses belajar

mengajar di kelas.

b. Dapat membantu memberikan informasi khususnya kepada para

konselor sekolah dan guru dalam upaya membimbing dan memotivasi

siswa remaja untuk menggali kecerdasan emosi yang dimilikinya guna

lebih meningkatkan hasil belajar, khususnya hasil belajar matematika.


(26)

kepada keluarga, agar membantu anak menciptakan suasana belajar

kondusif, guna membantu anak dalam melakukan aktifitas belajar di

rumah.

3. Manfaat Bagi Peneliti :

Penelitian ini diharapkan :

a. Dapat membantu peneliti mengoreksi diri sendiri untuk lebih melihat

potensi kecerdasan emosi dan lingkup keluarga serta pengaruhnya

dalam diri peneliti pribadi.

b. Dapat mempersiapkan peneliti menjadi guru yang lebih memahami

dan mengembangkan kemampuan siswa bukan hanya dari segi

intelektual tapi juga dari lingkup keluarga dan faktor emosionalnya.

c. Memberikan sumbangan pikiran dalam rangka penanaman ilmu

pengetahuan, khususnya yang berkaitan dengan studi matematika.

E. Batasan Istilah

Agar tidak terjadi kesalahpahaman, penyimpangan, penafsiran yang

tidak tepat dan agar dapat mencapai tujuan penelitian, maka masalah

penelitian dibatasi pada hal-hal berikut.

1. Kecerdasan Emosi

Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan kecerdasan emosi adalah

kemampuan siswa untuk mengenali perasaan-perasaan sendiri,

mengendalikan perasaan, memotivasi diri, mengelola perasaan sendiri,


(27)

2. Keluarga

Dalam penelitian ini keluarga adalah tempat dimana seorang anak

menjalani hidupnya sehari-hari bersama orang tua dan saudara-saudarinya

di rumah.

3. Hasil belajar

Dalam penelitian ini hasil belajar adalah hasil yang diperoleh siswa dalam

proses belajar matematika setelah mengikuti pelajaran di sekolah

menengah pertama yang diukur dengan test atau evaluasi matematika yang

disusun oleh peneliti.


(28)

(29)

9 BAB II

LANDASAN TEORI

A. Kecerdasan Emosi 1. Pengertian Emosi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), emosi berarti

luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, yang

berhubungan dengan keadaan serta reaksi psikologis dan fisiologis seperti

kegembiraan, kesedihan, keharuan, kecintaan dan keberanian yang bersifat

subjektif.

Kata emosi berasal dari bahasa Latin, yaitu dari akar kata emovere,

yang berarti menggerakkan dan bergerak menjauh. Pengertian ini

menyiratkan bahwa kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak

dalam emosi. Disini emosi diartikan sebagai dorongan untuk bertindak

atau rencana seketika untuk mengatasi masalah yang telah ditanamkan

secara berangsur-angsur oleh evolusi (Goleman, 1997:7).

Paul Ekman dari University Of California (dalam Goleman,

1997:412), menggolongkan beberapa emosi sebagai emosi besar atau

emosi primer, yaitu emosi yang paling biasa muncul pada seorang

manusia. Emosi ini disebut emosi primer karena emosi ini bersifat

universal artinya bisa dikenal oleh bangsa-bangsa di seluruh dunia meski

hanya dari ekspresi wajah seseorang, termasuk bangsa-bangsa buta huruf


(30)

terjadi pada diri seorang berkaitan dengan amarah, sedih, takut, terkejut,

malu dan cinta seperti yang diuraikan berikut ini.

a. Amarah

Suatu sikap yang muncul karena sesuatu yang terjadi tidak sesuai

dengan keinginan. Golongan emosi yang ditimbulkan adalah beringas,

benci, kesal hati, tersinggung, jengkel, muak, dan bermusuhan.

b. Kesedihan

Sikap yang timbul karena rasa susah atau pilu hati, biasanya muncul

karena rasa kehilangan atau peristiwa duka. Golongan emosi yang

ditimbulkan adalah pedih, sedih, muram, melankolis, mengasihani diri

sendiri, kesepian, ditolak, putus asa, atau depresi berat.

c. Rasa Takut

Reaksi awal yang muncul dari ingatan-ingatan yang kurang

menyenangkan. Golongan emosi yang ditimbulkan adalah cemas,

gugup, khawatir, was-was, waspada, tidak tenang, ngeri, takut sekali,

kecut, fobia dan panik.

d. Kenikmatan

Sikap yang timbul karena rasa puas dan nyaman. Golongan emosi yang

ditimbulkan adalah bahagia, gembira, ringan, riang, senang, terhibur,

bangga, kenikmatan inderawi, takjub, dan terpesona.

e. Cinta

Sikap positif yang muncul karena rasa dikasihi dan mengasihi terhadap


(31)

adalah penerimaan, persahabatan, kepercayaan, kebaikan hati, rasa

dekat, bakti, hormat, kasmaran dan kasih.

f. Terkejut

Reaksi yang muncul akibat sesuatu yang terjadi di luar batas perkiraan.

Golongan emosi yang muncul adalah takjub, terpana, terperanjat dan

kaget.

g. Malu

Reaksi yang muncul karena merasa tidak enak hati, segan atau karena

suatu perbuatan kurang baik diketahui orang lain. Golongan emosi

yang muncul adalah rasa salah, malu hati, kesal hati, sesal, hina, aib

dan hati hancur lebur.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa emosi

adalah suatu reaksi yang muncul dalam diri individu yang dipicu oleh

suatu keadaan, dimana reaksi tersebut melibatkan aspek biologis dan

psikologis pada diri individu.

2. Pengertian Kecerdasan Emosi

Orang yang pertama kali mengungkapkan adanya kecerdasan lain

selain kecerdasan intelektual adalah Howard Gardner. Dalam bukunya

yang berjudul Frames of Mind yang diterbitkan tahun 1983, Gardner

secara tegas menolak cara berpikir yang telah meresap kuat dalam

masyarakat yang menyatakan bahwa seseorang itu cerdas atau tidak,

memang terlahir demikian, tak ada banyak hal yang bisa dibuat untuk


(32)

kesuksesan seseorang. Gardner menyebut cara berpikir tersebut adalah

"cara berpikir IQ", karena menempatkan kecerdasan intelektual sebagai

yang utama dalam hidup seseorang (dalam Goleman, 1997:48).

Selanjutnya Gardner menyatakan bahwa bukan hanya satu jenis

kecerdasan yang menjadi penentu kesuksesan seseorang, melainkan ada

spektrum kecerdasan yang lebar dengan tujuh varietas utama yaitu

linguistik, matematika atau logika, spasial, kinestetik, musik, interpersonal

dan intrapersonal. Spektrum Kecerdasan dengan tujuh varietas utama ini

dinamakan oleh Gardner sebagai kecerdasan pribadi yang oleh Daniel

Goleman disebut sebagai kecerdasan emosi (Goleman, 1997:50).

Pencipta istilah kecerdasan emosi, Peter Salovey dan Jack Mayer

(dalam Stein dan Book, 2004:30) mendefinisikan kecerdasan emosi

sebagai kemampuan untuk mengenali perasaan, meraih dan

membangkitkan perasaan untuk membantu pikiran, memahami perasaan

dan maknanya, dan mengendalikan perasaan secara mendalam.

Menurut Reuven Bar (dalam Stein dan Book, 2004:30), kecerdasan

emosi adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non

kognitif yang mempengaruhi kemampuan individu untuk berhasil

mengatasi tuntutan dan tekanan dari lingkungan tempat dia hidup.

Selanjutnya, menurut Goleman kecerdasan emosi adalah kemampuan

seseorang untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi

frustrasi, mengatur dan menyelaraskan emosi dengan inteligensi; menjaga


(33)

diri, pengendalian diri, empati dan keterampilan sosial. Goleman

menambahkan kecerdasan emosi merupakan sisi lain dari kecerdasan

kognitif yang berperan dalam aktivitas manusia yang meliputi kesadaran

diri dan kendali dorongan hati, ketekunan, semangat dan motivasi diri

serta empati dan kecakapan sosial (Goleman, 1997:45).

Kecerdasan emosi lebih ditujukan kepada upaya mengenali,

memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat dan upaya

untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk

memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan

antar manusia. Kecerdasan emosi berkembang sejalan dengan usia, dari

pengalaman masa kecil hingga dewasa. Kecerdasan emosi ternyata juga

dapat dipelajari, sifatnya tidak tetap, dan selalu ada kemungkinan untuk

berubah.

Berdasarkan uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa

kecerdasan emosi adalah keterampilan untuk mengenali dan mengelola

semua perasaan yang timbul dari diri sendiri dan orang lain serta

mengaplikasikannya dengan tepat dengan cara dan waktu yang tepat untuk

kemudian menghasilkan hal-hal positif bagi diri sendiri dan orang lain.

3. Jenis-jenis Kecerdasan Emosi

Setiap individu memiliki kecerdasan emosi yang berbeda-beda.

Goleman (1997:315) mengemukakan bahwa setiap individu memiliki

kecerdasan emosi tinggi atau rendah. Orang yang memiliki kecerdasan


(34)

rendah. Goleman memberikan spesifikasi dari dua jenis kecerdasan

tersebut dengan indikator sebagai berikut :

a. Kecerdasan emosi tinggi adalah orang yang mampu mengendalikan

perasaan marah, tidak agresif dan memiliki kesabaran, memikirkan

akibat sebelum bertindak, berusaha mempunyai daya tahan untuk

mencapai tujuan hidupnya, menyadari perasaan diri sendiri dan orang

lain serta berempati pada orang lain. Orang dengan kecerdasan emosi

tinggi juga dapat mengendalikan mood atau perasaan negatif, memiliki

konsep diri yang positif, mudah menjalin persahabatan dengan semua

orang, mahir dalam berkomunikasi, dan dapat menyelesaikan konflik

sosial secara damai.

b. Kecerdasan emosi rendah adalah orang yang bertindak mengikuti

perasaan tanpa memikirkan akibatnya. Pemarah, bertindak agresif dan

tidak sabar, memiliki tujuan hidup dan cita-cita yang tidak jelas,

mudah putus asa, kurang peka terhadap perasaan diri sendiri dan orang

lain, tidak dapat mengendalikan mood atau perasaan negatif. Memiliki

konsep diri yang negatif, tidak mampu menjalin persahabatan yang

baik dengan orang lain, tidak mampu berkomunikasi dengan baik, dan

menyelesaikan konflik dengan kekerasan.

Biasanya anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi yang tinggi

akan nampak bahagia pada raut wajahnya dan jadi anak yang disenangi

diantara teman-temannya karena sikapnya yang percaya diri dan pandai


(35)

sebaliknya, selalu mempunyai masalah dengan dirinya sendiri dan orang

lain. Hal ini kelihatan dari sikapnya yang kaku dan nampak tertekan,

karena memiliki banyak penilaian-penilaian negatif pada dirinya sendiri

dan pada orang lain dan lingkungan sekitarnya.

4. Ciri-ciri Kecerdasan Emosi

Salovey (dalam Goleman 1997:57) membagi kecerdasan emosi ke

dalam lima ciri-ciri utama, yaitu :

a. Pengenalan Diri

Pengenalan diri atau mengenali emosi diri sendiri adalah suatu

kemampuan untuk mencermati dan menguasai perasaan sendiri. Orang

yang mempunyai kemampuan mengenali diri serta mengenal emosi

diri sendiri adalah orang yang mempunyai keyakinan tinggi akan

perasaannya dan handal dalam mengambil keputusan yang tepat dalam

hidupnya.

Goleman (1997) menyatakan bahwa pengenalan diri merupakan

karakter dari orang yang tahu dan sadar diri sewaktu suatu perasaan

terjadi. Diperlukan pemantauan perasaan dari waktu ke waktu agar

pengenalan terhadap diri semakin matang. Pengenalan diri merupakan

ketrampilan dasar utama yang akan menumbuhkan tiga kecakapan

emosi berikut :

1) Menilai diri secara akurat, yaitu mengetahui kelebihan dan


(36)

2) Kesadaran emosi, yaitu tahu dan sadar pengaruh emosi pada diri

dan orang lain, dan menggunakannya untuk membuat keputusan.

3) Percaya diri, yaitu memiliki harga diri dan kemampuan sendiri.

b. Pengendalian Diri

Pengendalian diri adalah kemampuan mengatur diri dan

mengelola kondisi, impuls, dan sumber daya diri sendiri (Goleman,

1997).

Berdasarkan pengertian diatas, dapat diartikan bahwa

pengendalian diri adalah kemampuan mengelola emosi dan menangani

perasaan agar dapat terungkap dengan tepat, sehingga dapat bangkit

dengan cepat jika mengalami masalah berat dalam hidupnya.

Pengendalian diri merupakan ketrampilan emosi yang tercakup dalam

kecakapan emosi berikut :

1) Sabar, yaitu mengelola emosi dengan efektif.

2) Inovasi, yaitu : bersikap terbuka terhadap gagasan dan informasi

terkini.

3) Kehati-hatian, yaitu : dapat diandalkan dan bertanggungjawab

dalam setiap tindakannya.

4) Dapat dipercaya, yaitu memelihara norma kejujuran dan integritas.

5) Adaptabilitas, yaitu : keluwesan dalam menangani perubahan dan


(37)

c. Memotivasi Diri

Memotivasi diri adalah kemampuan untuk menyemangati,

mendorong, mengendalikan dan menguasai diri sendiri untuk

mencapai suatu tujuan. Kemampuan untuk melakukan hal ini hanya

bisa dimiliki oleh orang yang berpikiran positif dan selalu mengajak

diri berbahagia atas apapun yang terjadi.

Motivasi adalah kemampuan emosi untuk mengantar seseorang

untuk meraih sasaran (Goleman, 1997). Menata emosi berarti

memotivasi diri sendiri dan menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi.

Motivasi diri merupakan ketrampilan emosi yang tercakup dalam

kecakapan emosi berikut :

1) Optimis, yaitu : melihat kesempatan baik dalam setiap peristiwa,

serta gigih dalam mencapai tujuan meski banyak halangan.

2) Komitmen, yaitu setia dan menyesuaikan diri dengan keputusan

yang diambil.

3) Inisiatif, yaitu selalu siap memanfaatkan kesempatan.

4) Dorongan berprestasi, yaitu : semangat untuk mencapai standar

keberhasilan.

d. Empati

Empati adalah suatu kepedulian dan kemampuan untuk

merasakan apa yang dirasakan orang lain, biasanya muncul ketika

orang lain merasakan penderitaan atau kesusahan. Menurut Goleman,


(38)

dan diri sendiri adalah orang yang menderita penyakit aleksitimia.

Ketidakmampuan dalam merasakan perasaan orang lain adalah

kekurangan utama dalam kecerdasan emosi dan cacat yang

menyedihkan sebagai seorang manusia, karena setiap hubungan yang

merupakan akar kepedulian berasal dari penyesuaian emosi (Goleman,

1997:135).

Empati adalah ketrampilan dasar untuk semua kecakapan sosial

yang penting untuk hidup dalam masyarakat dan untuk bekerja.

Empati merupakan ketrampilan emosi yang tercakup dalam kecakapan

emosi berikut:

1) Memahami orang lain, yaitu merasakan perasaan atau penderitaan

orang lain, mengerti cara pandang orang lain dan menunjukkan

minat afektif terhadap kepentingan mereka.

2) Mengatasi keragaman, yaitu membangun pergaulan yang baik

dengan bermacam-macam latar belakang orang lain.

3) Mengembangkan orang lain, yaitu mengindera kebutuhan orang

lain untuk berkembang dan meningkatkan kemampuan mereka.

e. Ketrampilan Sosial

Suatu hubungan tanpa komunikasi, misalnya bahasa isyarat atau

percakapan langsung dengan tatap muka serta bahasa tubuh, maka

tidak akan ada suatu hubungan yang interpersonal.

Keterampilan sosial adalah kemampuan membina hubungan atau


(39)

yang menunjang popularitas (Goleman, 1997:59). Ketrampilan sosial

sebagian besar merupakan keterampilan mengelola emosi orang lain.

Ketrampilan sosial merupakan ketrampilan emosi yang tercakup dalam

kecakapan emosi berikut :

1) Kepemimpinan, yaitu menjadi pemandu dan pemimpin.

2) Organisasi, yaitu menciptakan sinergi dalam kerjasama meraih

sasaran kelompok.

3) Membangun ikatan, yaitu menumbuhkan hubungan dengan orang

lain.

4) Komunikasi, yaitu menyampaikan pesan secara efektif. 5. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kecerdasan Emosi

Goleman (1997) mengemukakan bahwa terdapat empat faktor yang

mempengaruhi kecerdasan emosi, yaitu :

a. Pengalaman

Kecerdasan emosi dapat meningkat sepanjang perjalanan hidup

individu. Ketika individu belajar untuk menangani suasana hati,

menangani emosi yang sulit, maka semakin cerdaslah emosi individu.

b. Usia

Semakin tua usia individu maka pada umumnya kecerdasan emosinya

akan lebih baik dibanding dengan usia yang lebih muda. Hal ini

dipengaruhi proses belajar yang dialami oleh individu seiring dengan


(40)

c. Jenis kelamin

Tidak ada perbedaan antara kemampuan pria dan wanita dalam

meningkatkan kecerdasan emosinya. Tetapi rata-rata wanita memiliki

keterampilan emosi yang lebih baik dibandingkan dengan pria.

d. Jabatan

Umumnya orang yang punya jabatan akan dengan sendirinya belajar

mengelola kecerdasan emosinya, baik dengan cara mempelajari atau

melatihnya, agar dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara

lancar, mampu memimpin dan mengorganisir, dan pintar menangani

perselisihan yang muncul dalam kelompok. Sehingga mampu

merumuskan suara kolektif untuk meraih sasaran (Goleman 1997:166).

Goleman memaparkan hasil yang diperoleh dari anak yang telah

diberi program mengelola emosi (Goleman,1997:269).

a. Lebih peka terhadap perasaan orang lain dan

b. Lebih memahami akibat-akibat dari tindak tanduk mereka

c. Meningkatnya kemampuan untuk memanfaatkan situasi pergaulan,

merencanakan tindakan yang tepat dan punya harga diri yang tinggi

d. Lebih peduli pada lingkungan sosialnya

e. Lebih mampu mengatasi transisi di sekolah menengah

f. Berkurangnya sifat antisosial, mencelakakan diri sendiri dan perbuatan

tak pantas.

g. Meningkatnya kendali diri, kesadaran sosial, dan pembuatan keputusan


(41)

h. Meningkatnya keterampilan untuk belajar bagaimana caranya belajar.

Menurut John Gottman dan Joan Declaire (2008:42), anak yang

mampu mengendalikan emosinya akan tumbuh menjadi pribadi yang

mengagumkan, punya harga diri yang tinggi, percaya diri, mampu

menyelesaikan masalah-masalahnya dan mampu belajar dengan baik, yang

pada akhirnya membawa anak mendapatkan hasil belajar yang lebih baik

B. Suasana Belajar Dalam Keluarga 1. Pengertian Keluarga

Keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan diri anak. Hal ini

disebabkan karena keluarga adalah sekolah pertama bagi seorang anak

yang memberi kontribusi inti dalam hidupnya sebelum sekolah formal atau

lingkungan masyarakat. Semua interaksi yang terjadi antara anak dan

orang tua dalam keluarga akan memiliki makna bagi kehidupan anak

untuk selanjutnya.

Setiap keluarga memiliki kekhasan masing-masing dalam cara

mendidik dan menanamkan nilai-nilai serta kebiasaan-kebiasaan hidup.

Semua hal tersebut secara tidak sadar akan mempengaruhi pembentukan

kepribadian dan semangat hidup seorang anak. Keluarga yang berhasil

akan memberi pengaruh positif bagi kehidupan anak, sedangkan keluarga

yang gagal atau keluarga yang penuh konflik dan tidak bahagia akan


(42)

Gottman mendefinisikan keluarga sebagai sekumpulan orang yang

hidup bersama, dan masing-masing anggota merasakan adanya pertautan

batin sehingga terjadi saling mempengaruhi, saling memperhatikan, dan

saling menyerahkan diri (Gottman, 2008:142).

Selanjutnya, Kartini Kartono mendefinisikan keluarga sebagai

lembaga pertama dalam kehidupan anak, tempat anak belajar dan

menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam sebuah keluarga umumnya

seorang anak berada dalam interaksi yang intim. Keluarga memberikan

dasar pembentukan tingkah laku, watak, moral dan pendidikan anak

(Kartono, 1992:19). Fungsi keluarga bagi seorang anak adalah memberi

contoh rasa memiliki, memberikan model-model peran dan mengajarkan

kemampuan-kemampuan berkomunikasi, serta memenuhi kebutuhan

psikologi dan emosional untuk menunjang mewujudkan potensi seorang

anak.

Dari penjabaran tersebut dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah

kesatuan antara ayah, ibu, dan anak, dan menjadi tempat pertama seorang

anak memperoleh pendidikan, bimbingan dan kasih sayang dan yang kelak

akan menjadi bekal dalam hidupnya.

2. Pengertian Suasana Belajar Dalam Keluarga

Belajar dapat dilakukan dimana saja. Demikian juga ketika berada di

rumah atau dalam keluarga belajar dapat dilakukan di ruang tamu, di

lantai, di taman, di halaman, atau dimana saja. Belajar juga bisa dilakukan


(43)

berjalan. Semua tergantung dari kebiasaan atau situasi keluarga dimana

anak tinggal.

Tempat atau cara belajar memang bisa beragam, tetapi kenyamanan

dan kualitas hasil belajar yang menjadi tujuan belajar sering menjadi

kurang maksimal. Tempat yang nyaman dan suasana belajar yang kondusif

menjadi faktor pendukung hasil belajar yang baik bagi seorang anak.

Menurut Winkel, lingkungan belajar adalah keseluruhan situasi atau

keadaan yang melingkupi siswa atau keadaan yang dengan kehadirannya

memberikan pengaruh pada perkembangan siswa (Winkel, 1989:108).

Lingkungan belajar yang dimaksud Winkel disini adalah sekolah,

masyarakat dan keluarga.

Dalam keluarga, anak menghabiskan waktu relatif lebih lama

daripada di tempat lain. Keluarga juga dapat menjadi tempat belajar yang

paling potensial dan penting bagi anak, dimana anak bisa belajar dengan

kualitas lebih baik dengan dibimbing dan dimotivasi oleh seluruh anggota

keluarga didukung oleh suasana yang nyaman dan kondusif .

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa suasana belajar

dalam keluarga berarti keseluruhan keadaan situasi dan kondisi atau

kejadian-kejadian yang terjadi ketika anak belajar dalam keluarga yang

memberikan pengaruh baik positif maupun negatif bagi perkembangan


(44)

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Suasana Belajar Dalam Keluarga

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi suasana belajar anak

dalam keluarga. Menurut Abu Ahmad (1982:86), faktor-faktor yang

mempengaruhi suasana belajar anak ketika dalam keluarga atau di rumah

adalah :

a. Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga

Keadaan sosial ekonomi keluarga menjadi hal penting yang

memberi pengaruh terhadap suasana belajar anak dalam keluarga,

karena anak membutuhkan biaya untuk belajar. Keluarga yang

mempunyai status sosial ekonomi yang baik, akan dapat dengan

mudah memenuhi semua fasilitas belajar anak, namun tidak sedikit

juga keluarga yang tidak mampu memenuhi fasilitas atau biaya belajar

bagi anak, akibat keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan.

Pada umumnya biaya sekolah diperoleh anak dari orangtua

walaupun sebagian anak ada yang mencari sendiri biaya sekolahnya,

baik dengan bekerja paruh waktu ataupun dengan bantuan beasiswa

dari sekolah. Banyak siswa yang sekolahnya terbengkalai dan

nilai-nilainya anjlok atau bahkan berhenti sekolah karena masalah biaya.

Namun, banyak juga anak yang berasal dari keluarga kaya dengan

uang berlebihan justru gagal dalam studi. Hal ini karena anak tersebut

menyalahgunakan uang yang diterima. Maka dalam hal, ini masalah

sosial ekonomi tergantung pada sejauh mana pengertian orangtua


(45)

bagaimana anak memanfaatkan biaya dan fasilitas yang diberikan

kepadanya.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, fasilitas adalah segala

sesuatu yang memudahkan (2001:123). Dengan pengertian tersebut,

dapat didefinisikan bahwa fasilitas adalah segala sesuatu yang ada

yang dapat mempermudah pencapaian suatu tujuan. Fasilitas dalam

keluarga yang disediakan orang tua bagi anaknya adalah untuk

menunjang kelancaran belajar. Dengan adanya fasilitas belajar tersebut

anak diharapkan dapat belajar dengan baik dalam keluarga, karena

fasilitas tersebut berfungsi untuk meningkatkan proses belajar anak.

Ada beberapa fasilitas yang dibutuhkan anak dalam belajar yang

diharapkan dapat dipenuhi oleh keluarga sebagai fasilitas atau sarana

untuk mendukung kegiatan belajar anak. Fasilitas belajar atau sarana

belajar tersebut diantaranya adalah buku referensi, alat-alat tulis, kursi

atau meja, dan komputer.

1) Buku Referensi

Buku referensi adalah media tradisional untuk menunjang

dan membantu proses belajar siswa. Dalam penelitian ini penulis

membatasi buku referensi sebagai buku paket yang berbentuk non

elektronik. Buku referensi sebagai buku teks menjadi sumber ilmu

pengetahuan yang dapat dimanfaatkan siswa untuk memahami,


(46)

Siswa yang tidak memiliki buku referensi memang masih

bisa memanfaatkan buku catatan. Namun hal itu tetap saja

menghambat siswa dalam proses pembelajaran, karena dalam buku

referensi materi dimuat dengan lebih lengkap dan terperinci.

2) Alat-alat Tulis

Alat-alat tulis adalah perlengkapan yang menjadi hal pokok

bagi anak untuk belajar. Alat tulis yang harus dimiliki seorang anak

adalah pulpen, pensil, penggaris, buku, dan penghapus.

Tanpa alat tulis tersebut anak memang masih bisa belajar,

tetapi tidak akan bisa belajar dengan efektif dan maksimal karena

kurangnya media atau alat yang bisa dipergunakan. Maka alat-alat

tulis tersebut sangat bermanfaat dan mendukung bagi proses

belajar anak.

3) Ruang Belajar

a) Tempat Belajar

Tempat yang nyaman dan kondusif menjadi salah satu

faktor pendukung hasil belajar yang baik bagi seorang anak.

Maka dapat diartikan bahwa ruang belajar adalah ruangan yang

digunakan oleh siswa agar dapat belajar dengan baik dan lebih

berkonsentrasi.

b) Perabotan Belajar

Kursi, meja dan perabotan lainnya seperti rak buku adalah


(47)

tanpa kursi atau meja atau perabotan lainnya, seorang anak

tetap bisa melaksanakan proses belajar di rumah dengan

memanfaatkan kamar tidur atau ruang lain, dengan cara duduk

di lantai atau berbaring di kasur.

Namun, belajar sambil berbaring atau duduk ditikar atau

dilantai kurang memberi kenyamanan pada anak dan tidak

mendukung proses belajar. Anak akan cepat mengantuk jika

belajar sambil berbaring dikasur dan badan akan cepat lelah

jika belajar sambil duduk dilantai atau ditikar. Kenyamanan

anak dalam belajar akan mempengaruhi konsentrasi belajar

anak.

c) Penerangan

Penerangan adalah pencahayaan yang baik yang

dibutuhkan anak untuk belajar di rumah. Penerangan atau

listrik sangat dibutuhkan seorang anak sewaktu belajar

terutama di malam hari, dan pada siang atau sore hari, anak

juga sangat membutuhkan cahaya untuk belajar.

Anak masih bisa belajar tanpa penerangan listrik yaitu

dengan menggunakan lilin atau obor dan yang lainnya. Namun

tetap saja hasilnya kurang maksimal, karena suasana belajar

dengan penerangan yang buram atau remang-remang membuat

gairah belajar anak turun dan akibatnya juga kurang baik bagi


(48)

d) Ventilasi

Ventilasi adalah sarana atau celah yang berfungsi untuk

menghasilkan sirkulasi udara yang dibutuhkan untuk

kenyamanan belajar.

4) Komputer dan Jaringan Internet

Bagi seorang siswa sekolah menengah pertama, komputer

dan jaringan internet mungkin belum menjadi hal yang mutlak

diperlukan. Namun pada jaman sekarang komputer menjadi alat

belajar yang sudah biasa dipergunakan di sekolah menengah

pertama, dan bahkan anak sekolah dasar juga sudah memakainya.

Penggunaan komputer dan jaringan internet secara efektif

oleh anak, dapat menambah wawasan dan pengetahuannya.

5) Media Massa

Media massa adalah sarana penunjang yang dibutuhkan anak

untuk menambah wawasannya dan meningkatkan pengetahuan

umum anak di luar pelajaran yang diperoleh di sekolah. Media

massa yang dimaksud disini adalah koran, majalah, televisi dan

radio.

b. Suasana Keluarga.

Suasana keluarga adalah situasi dan kondisi dalam rumah atau

keluarga, pada saat anak sedang belajar. Suasana keluarga yang


(49)

anak untuk belajar. Suasana kondusif tersebut akan memberi motivasi

dan semangat bagi anak untuk belajar.

Dukungan dari ayah, ibu serta dari saudara lain sangat

dibutuhkan seorang anak ketika belajar. Sedangkan keluarga yang

terpecah atau tidak harmonis akan memunculkan suasana dalam

keluarga yang tegang, kaku dan penuh konflik. Hal ini membuat anak

tidak betah dan tidak bersemangat untuk belajar.

c. Sikap dan Kebiasaan-kebiasaan Orangtua

Proses belajar, dapat dilaksanakan seorang anak di sekolah atau

di rumah. Jika di sekolah guru memegang peranan penting dalam

proses belajar anak, maka di rumah orangtua bertanggung jawab

terhadap kegiatan belajar anak. Komunikasi yang baik antara anak dan

orangtua dapat menimbulkan ikatan yang baik antara anak dan

orangtua serta meningkatkan minat belajar anak karena merasa dicintai

dan diperhatikan.

Orang tua yang membiasakan anaknya untuk belajar dengan pola

yang baik akan membantu anak dalam proses belajar. Demikian juga

sikap orangtua yang memperhatikan dan selalu memberi dukungan

belajar kepada anak dengan penuh kasih sayang akan memotivasi

anak untuk belajar. Adapun bentuk perhatian dan bimbingan yang

dapat dilakukan orangtua terhadap anak dapat dilakukan dalam bentuk:

1) Menyediakan fasilitas belajar dan kebutuhan sekolah anak.


(50)

3) Menemani atau mengawasi anak ketika belajar.

4) Mengingatkan anak akan prioritas belajar dalam hidupnya.

5) Mengikuti perkembangan hasil belajar anak dari nilai-nilai ulangan

anak.

6) Membantu anak dalam kesulitan belajar.

7) Menyediakan waktu bagi anak sebagai ungkapan kasih sayang,

dengan memberi dorongan dan perhatian kepada anak.

Menurut Winkel (1989:108), suasana belajar dalam keluarga

dipengaruhi oleh faktor sosio ekonomis dan sosio kultural yang dijabarkan

sebagi berikut :

a. Keadaan Sosio Ekonomi

Keadaan sosio ekonomi adalah taraf kemampuan finansial

keluarga yang dapat berarti baik, cukup atau kurang. Pada keadaan ini

tergantung sejauh mana keluarga dapat memenuhi fasilitas atau sarana

belajar bagi anak dalam keluarga.

Namun, menurut Winkel keadaan ekonomi tersebut bisa

menguntungkan sekaligus menghambat untuk belajar. Anak yang

berada dalam taraf sosio ekonomi tinggi lebih terdukung untuk belajar

karena semua fasilitas dan kebutuhannya sudah dipenuhi, namun ada

juga yang menjadi malas untuk belajar karena merasa semua

kebutuhannya sudah dipenuhi dan jaminan masa depannya sudah ada.

Sedangkan anak yang berada pada taraf sosio ekonomi rendah, yang


(51)

karena keinginannya untuk maju dan mendapatkan hidup lebih layak.

Menurut Winkel, hal tersebut dikaitkan dengan sikap anak sendiri

dalam menghadapi keadaan tersebut.

b. Keadaan Sosio Kultural

Keadaan sosio kultural adalah taraf kebudayan yang dimiliki

keluarga, dapat tinggi, tengahan atau rendah. Keadaan ini tergantung

pada pandangan keluarga tentang pendidikan dan corak hubungan atau

pergaulan antara anak dan orangtua. Anak yang berada pada keluarga

dengan taraf kebudayaan tinggi akan lebih beruntung, karena orangtua

sudah mengetahui manfaat pendidikan dan punya pengalaman pribadi

tentang belajar, maka orangtua akan mendampingi dan melayani anak

yang membutuhkan bantuan dalam belajar. Tentu saja hal ini akan

memberi semangat bagi anak untuk belajar di rumah. Sebaliknya siswa

yang berada dalam keluarga dengan taraf kebudayaan rendah akan

menemukan banyak pertentangan antara kebiasaan-kebiasaan di rumah

dan tuntutan-tuntutan belajar di sekolah.

Namun hasil belajar suasana belajar dalam keluarga tetap

tergantung pada sikap anak dalam menghadapi perbedaan tersebut

serta bagaimana orangtua serta anggota keluarga lain ikut membantu

dan mendorong anak untuk belajar.

Jadi dapat disimpulkan bahwa suasana belajar dalam keluarga sangat

mempengaruhi hasil belajar bagi anak, dimana suasana belajar kondusif,


(52)

menjadikan suasana belajar dalam keluarga yang ideal bagi seorang anak

untuk mencapai hasil maksimal.

C. Hasil Belajar Matematika

1. Pengertian Hasil Belajar Matematika

Dalam proses belajar mengajar, sasaran utama yang diharapkan

adalah tercapainya hasil belajar. Hasil belajar yang diberikan guru dapat

berupa angka atau nilai yang beragam, sesuai dengan kemampuan siswa

yang bersangkutan. Nilai tersebut menjadi menjadi gambaran hasil belajar

yang diperoleh siswa. Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang

dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar. Kemampuan tersebut

meliputi kemampuan dalam ranah kognitif, afektif dan psikomotorik

(Sudjana, 1989:22).

Ranah kognitif adalah hasil belajar yang menunjuk kepada

perkembangan fungsi intelektual, meliputi pengetahuan, pemahaman,

penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi.

Ranah afektif adalah hasil belajar yang menunjuk kepada

perkembangan mental siswa yang berhubungan dengan

perubahan-perubahan cara berhubungan dengan orang lain, meliputi aspek

penerimaan, penilaian, jawaban atau reaksi, organisasi dan pembentukan


(53)

Ranah psikomotorik adalah hasil belajar yang menunjuk kepada

perkembangan ketrampilan fisik siswa, yaitu persepsi, kesiapan, dan

kreativitas.

Pada masyarakat modern seperti sekarang ini, hasil belajar seorang

siswa menjadi hal yang sangat penting. Hasil belajar yang baik dianggap

sebagai cermin pengetahuan seorang anak. Dengan hasil belajar yang baik,

maka seorang siswa dianggap berhasil mengikuti proses belajar mengajar,

dapat diandalkan dan memiliki pengetahuan serta kemampuan yang baik

dalam pelajaran tersebut.

Siswa yang memiliki hasil belajar yang baik, akan selalu dicari dan

diutamakan oleh orang banyak, dan diyakini memiliki masa depan lebih

baik dari pada anak yang memiliki hasil belajar yang kurang baik. Maka

dengan alasan tersebut, setiap siswa berusaha untuk memiliki hasil belajar

yang baik.

Dalam pelajaran matematika, hasil belajar ditandai dengan

perubahan tingkah laku yang diarahkan pada pemahaman konsep-konsep

dalam matematika, termasuk didalamnya konsep-konsep dari materi yang

diberikan oleh guru. Konsep-konsep tersebut diharapkan dapat

mengarahkan anak untuk berpikir lebih matematis, logis dan selalu

percaya diri karena matematika yang memang selalu mengajarkan ilmu

yang pasti kepada siswa.

Maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar matematika adalah


(54)

tes yang diberikan guru. Disini, hasil matematika yang baik indikatornya

adalah jika seorang siswa kelas VII mampu menyelesaikan soal atau tes

matematika dengan baik dari materi yang telah dipelajari sampai kelas VII.

Seorang siswa hanya akan mampu menyelesaikan soal atau tes

matematika, jika sudah menguasai materi yang diujikan tersebut.

Hasil belajar matematika ini adalah gambaran dari usaha anak

setelah mengikuti proses belajar mengajar, serta menjadi tolak ukur bagi

guru untuk melihat sejauh mana pemahaman siswa terhadap pelajaran

yang telah diterima oleh siswa.

2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar Matematika

Menurut Winkel (1987:82) ada beberapa faktor yang mempengaruhi

hasil belajar siswa, yaitu :

a. Pribadi siswa, yang mencakup hal-hal seperti taraf intelegensi, daya

kreatifitas, kemampuan berbahasa, kecepatan belajar, kadar motivasi

belajar, sikap terhadap tugas belajar, minat dalam belajar, perasaan

dalam belajar dan kondisi mental dan fisik.

b. Pribadi Guru, yaitu yang mencakup hal-hal seperti sifat kepribadian

guru, penghayatan nilai-nilai kehidupan, daya kreativaitas, motivasi

kerja, gaya mengajar dan penguasaan materi dari seorang guru.

c. Struktur jaringan hubungan sosial yaitu yang mencakup keluarga,

status sosial, suasana dalam kelas dan interaksi antara siswa dan guru.

d. Sekolah sebagai institusi pendidikan, yaitu yang mencakup hal-hal


(55)

e. Faktor-faktor situasional, yaitu yang mencakup hal-hal keadaan sosial

ekonomi siswa.

Menurut A. Tabrani Rusyan (1994:81), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi hasil belajar, yaitu:

a. Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang timbul dari dalam anak yang

meliputi kondisi psikologis anak. Faktor-faktor tersebut adalah:

1) Kecerdasan

2) Bakat

3) Motivasi Belajar

4) Emosi

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal ialah faktor yang datang dari luar diri si anak, yang

meliputi:

1) Faktor sosial yang terdiri atas lingkungan keluarga, lingkungan

sekolah, lingkungan masyarakat, dan lingkungan kelompok.

2) Faktor budaya, seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi

dan kesenian.

3) Faktor lingkungan fisik, seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan

iklim.

4) Faktor lingkungan spiritual.

Berdasarkan uraian di atas, disimpulkan bahwa hasil belajar


(56)

diri siswa (faktor internal) maupun dari luar diri siswa (faktor eksternal).

Setelah memahami dan mengetahui faktor-faktor tersebut, maka guru dan

siswa serta semua yang terlibat dalam kegiatan belajar, dapat lebih

memprioritaskan pengembangan terhadap faktor-faktor tersebut untuk

meningkatkan hasil belajar matematika.

Penelitian ini akan dibatasi dengan meneliti kecerdasan emosi dan

suasana belajar dalam keluarga serta hubungannya dengan hasil belajar

matematika.

D. Kerangka Berpikir

Dalam penelitian ini penulis ingin membuktikan bahwa ada hubungan

antara kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam keluarga terhadap hasil

belajar matematika, dengan kata lain kecerdasan emosi dan suasana belajar

dalam keluarga seorang anak akan berpengaruh terhadap hasil belajar

matematika siswa. Hal ini berdasarkan kerangka berpikir sebagai berikut:

1. Hubungan Positif antara Kecerdasan Emosi dengan Hasil Belajar Matematika.

Hubungan antara kecerdasan emosi dengan hasil belajar siswa akan

dilihat menurut ciri-ciri kecerdasan emosi menurut Salovey dalam

Goleman (1997:57).

a. Pengenalan Diri

Orang yang mempunyai pengenalan diri atau kemampuan mengenali


(57)

perasaannya dan handal dalam mengambil keputusan yang tepat dalam

hidupnya. Siswa yang mempunyai kesadaran diri tinggi akan

mengenali kemampuannya sendiri serta mengetahui apa yang dia

inginkan. Dengan itu, maka siswa yang dengan kesadaran diri tinggi

sadar akan kekurangan dan kelebihannya sendiri, dan akan belajar

lebih giat dan berulang-ulang jika belum menguasai pelajaran.

b. Pengendalian Diri.

Seorang siswa tentu akan mempunyai banyak masalah dalam

kehidupan mereka sebagai remaja, baik dari keluarga maupun sekolah

dan teman sebaya. Siswa yang memiliki kemampuan untuk mengelola

emosi mampu menangani perasaannya agar dapat terungkap dengan

tepat, sehingga dapat bangkit dengan cepat jika mengalami masalah

berat dalam hidupnya. Tidak memendam kemarahan berlarut-larut

terhadap suatu persoalan, namun tetap fokus dan konsentrasi pada

pelajaran karena melihat prioritas yang lebih utama dalam suatu

peristiwa.

c. Memotivasi Diri

Motivator terbaik adalah diri sendiri. Ketika mengalami kejatuhan,

seorang siswa membutuhkan dorongan dan dukungan dari banyak

pihak. Namun, pada dasarnya siswa mampu bangkit kembali ketika

sudah memahami dan mengerti tujuannya mengerjakan sesuatu.


(58)

mendorong, mengendalikan dan menguasi diri sendiri untuk mencapai

suatu tujuan atau prestasi.

d. Empati

Dengan empati seorang siswa akan cepat beradaptasi dengan

lingkungan sekolah, peka terhadap situasi. Khususnya ketika belajar

dapat menciptakan suasana belajar yang efektif karena siswa mampu

bersikap menyenangkan bagi guru dan teman-temannya, bertanya pada

saat dan cara yang tepat kepada guru dan teman, dan mau menjelaskan

kepada teman jika sudah tahu.

e. Keterampilan Sosial.

Perasaan senang dan bersahabat yang diperoleh dari kelas sewaktu

belajar dapat meningkatkan semangat dan minat belajar seorang siswa

dan tentunya akan menunjang hasil belajar siswa.

Orang yang mengalami gangguan emosi dan tidak mampu

mengendalikan emosinya akan berdampak terhadap aktifitas mental dan

kognitif. Murid-murid yang cemas, marah atau depresi mengalami

kesulitan belajar dan mengalami kesukaran dalam menyerap informasi

dengan benar dan efesien, serta tidak bisa berkonsentrasi (Goleman,

1997:110).

Kecemasan merontokkan nalar dan menghambat kinerja akademis,

dengan kata lain semakin rendah kecerdasan emosi seseorang, semakin


(59)

indeks prestasi kumulatifat atau tes prestasi akademik (Goleman,

1997:117)

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa kecerdasan emosi dapat

memacu semangat siswa untuk belajar, serta membuat siswa lebih

konsentrasi dan akhirnya membuat siswa lebih cepat memahami pelajaran.

2. Hubungan Positif antara Suasana Belajar dalam Keluarga dengan Hasil Belajar Matematika.

Suasana belajar dalam keluarga sangat menentukan faktor

keberhasilan seorang anak. Keluarga adalah pondasi seorang anak untuk

kehidupan selanjutnya. Berbekal dari pendidikan dan suasana belajar

dalam keluarga, seorang anak melanjutkan pendidikan di sekolah untuk

mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya. Kemampuan

seorang anak dalam menerima pelajaran dan pendidikan disekolah

tentunya sangat ditentukan oleh suasana belajar dalam keluarga.

Suasana belajar dalam keluarga yang kondusif akan membantu siswa

dalam mencapai hasil belajar matematika yang baik. Perhatian dan

pendampingan orangtua dan anggota keluarga lain sangat membantu siswa

lebih giat belajar karena merasa nyaman dan dicintai.

Menurut Peterson dan Loeber (dalam Syah 1995:153), lingkungan

keluarga yang mempunyai fasilitas yang lengkap akan mendukung siswa

dapat belajar optimal, sehingga hasil belajar yang dicapai siswa juga akan


(60)

Menurut Goleman, pada masa kanak-kanak dan awal masa remaja

dalam hidup, adalah masa perkembangan otak yang sangat pesat bagi

seorang anak. Ketegangan hebat dalam keluarga atau perlakuan buruk dari

orang tua dalam keluarga, akan merusak pusat-pusat belajar di otak, dan

dengan demikian akan merusak kecerdasan seorang anak. Berdasarkan

hasil sebuah survey, anak-anak yang diperlakukan dengan buruk dan

ditelantarkan oleh orangtuanya akan selalu merasa cemas, tidak punya

perhatian, dan tidak punya perasaan, kadang-kadang-kadang agresif,

kadang-kadang menarik diri, tidak mampu berkonsentrasi pada pelajaran,

tidak mampu memotivasi diri untuk belajar dan menyelesaikan masalah,

serta memiliki rasio tinggal kelas sebesar 65 persen (Goleman, 1997:277).

Dari kerangka berpikir diatas, dapat digambarkan skema pemikiran

dalam penelitian ini untuk menunjukkan hubungan antara kecerdasan emosi

dan suasana belajar dalam keluarga terhadap hasil belajar matematika siswa.

SISWA

Keluarga

(Suasana Belajar Dalam Keluarga).

(Kecerdasan Emosi)

(Kemampuan memotivasi diri, mengelolaemosi, empati dan ketrampilan sosial)

Hasil Belajar Matematika


(61)

E. Hipotesis

Berdasarkan uraian teoritis di atas, maka hipotesis penelitian yang

disusun adalah: “Ada hubungan positif antara kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam keluarga terhadap hasil belajar matematika siswa”. Semakin tinggi kecerdasan emosi seorang siswa akan semakin tinggi hasil belajar

matematikanya, dan semakin baik atau kondusif suasana belajar dalam

keluarga, semakin tinggi juga hasil belajar matematika siswa tersebut. Begitu

juga sebaliknya, semakin rendah kecerdasan emosi seorang siswa, maka hasil

belajar matematikanya juga akan semakin rendah, dan semakin buruk atau

tidak kondusif suasana belajar dalam keluarga maka hasil belajar matematika

siswa juga akan semakin rendah.


(62)

(63)

42 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian korelasional,

yaitu penelitian yang bertujuan untuk menyelidiki tingkat hubungan antara dua

variabel atau lebih, dan jika ada hubungan diselidiki betapa eratnya hubungan

serta berarti atau tidak hubungan itu, tanpa melakukan manipulasi terhadap

data yang sudah ada (Suharsimi, 2010:313).

Dalam penelitian ini, hubungan yang ingin diselidiki adalah hubungan

antara kecerdasan emosi siswa dengan hasil belajar matematika siswa dan

hubungan antara suasana belajar dalam keluarga dengan hasil belajar

matematika siswa, serta hubungan antara kecerdasan emosi siswa dan suasana

belajar dalam keluarga secara bersama-sama terhadap hasil belajar matematika

siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Penelitian dilaksanakan di SMP BOPKRI 2 Yogyakarta, yang beralamat

di Jalan Sultan Agung No.4 Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian dilaksanakan pada tanggal 15 Mei 2012 sampai dengan

1 Juni 2012.

C. Subjek dan Objek Penelitian 1. Subjek Penelitian


(64)

Subjek penelitian adalah seluruh siswa kelas VII SMP Bopkri 2

Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.

2. Objek Penelitian

Objek penelitian pada penulisan skripsi ini adalah :

a. Kecerdasan Emosi

b. Suasana Belajar dalam Keluarga

c. Hasil Belajar Matematika

D. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan atau kumpulan yang lengkap dari seluruh

unsur sejenis yang ada dalam wilayah penelitian (Suharsimi, 2010:173).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah seluruh siswa SMP

Bopkri 2 Yogyakarta.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diambil dan diteliti

dengan menggunakan cara-cara tertentu (Suharsimi, 2010:174). Dalam

penelitian ini yang menjadi sampel penelitian adalah siswa kelas VII B

SMP Bopkri 2 Yogyakarta tahun ajaran 2011/2012.

3. Teknik Pengambilan Sampel

Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, yaitu

teknik pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu (Suharsimi,


(65)

VII B SMP Bopkri 2 Yogyakarta sebagai sampel penelitian, karena

menurut pertimbangan dan pengamatan peneliti kelas ini memenuhi

kriteria penelitian yang dibutuhkan. Kriteria penelitian yang dimaksud

adalah jumlah siswa yang tidak lebih dari 20 orang, memudahkan peneliti

mengadakan pendekatan personal, agar mendapatkan informasi yang

sebenarnya dari siswa. Karakter siswa yang beragam serta berasal dari

tingkat ekonomi dan latar belakang keluarga yang berbeda-beda.

E. Variabel Penelitian

Variabel penelitian adalah objek atau sesuatu yang menjadi titik

perhatian pada suatu penelitian (Suharsimi, 2010:161). Dalam penelitian ini,

variabel ditetapkan sebagai pusat informasi yang sebelumnya harus dipelajari

terlebih dahulu. Variabel sebagai objek penelitian dapat dibedakan menjadi

dua, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Adapun variabel-variabel yang

dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas adalah variabel yang diselidiki pengaruhnya (Suharsimi,

2010:162). Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah

kecerdasan emosi dan suasana belajar dalam keluarga .

2. Variabel Terikat (Dependent Variable )

Variabel terikat adalah variabel yang diramalkan akan timbul dalam

hubungan fungsional (Suharsimi, 2010:162). Dalam penelitian ini yang


(66)

F. Bentuk Data

Dalam penelitian ini terdapat tiga macam data yang akan dikumpulkan

dan diolah oleh peneliti. Adapun data-data tersebut adalah sebagai berikut :

1. Data Kecerdasan Emosi Siswa

Bentuk data kecerdasan emosi siswa adalah hasil isian dan pilihan

siswa dalam kuesioner kecerdasan emosi yang dibagikan kepada siswa.

Kuesioner kecerdasan emosi ini terdiri atas 40 item, bertujuan untuk

mengukur kecerdasan emosi siswa. Data kecerdasan emosi diperoleh

melalui kuesioner yang dijawab oleh responden yang berupa daftar

pertanyaan tertutup, dimana responden hanya memilih jawaban yang

disediakan.

2. Data Suasana Belajar Dalam Keluarga

Bentuk data suasana belajar dalam keluarga, juga berupa hasil

pilihan siswa terhadap kuesioner yang dibagikan kepada siswa.

Pengukuran variabel suasana belajar dalam keluarga didasarkan pada

indikator-indikator yang selanjutnya dijabarkan dalam bentuk

pernyataan-pernyataan yang terdiri dari 30 item. Tanggapan siswa sebagai responden

terhadap skala yang diberikan menjadi hasil terhadap tinggi rendahnya

hubungan varibel-variabel yang diteliti. Tanggapan ini bisa dilihat dari

skor total yang diperoleh responden. Makin tinggi skor berarti suasana

belajar dalam keluarga makin mendukung proses belajar anak sedangkan

bila skor semakin rendah maka suasana belajar dalam keluarga semakin


(67)

3. Data Hasil Belajar Matematika Siswa

Bentuk data hasil belajar matematika siswa adalah jawaban siswa

dari tes pilihan ganda dari soal matematika yang diberikan. Soal-soal

dalam tes tersebut disesuaikan dengan Standar Kompetensi dan

Kompetensi Dasar serta disusun berdasarkan ranah kognitif.

G. Metode Pengumpulan Datadan Instrumen Penelitian

Metode yang digunakan untuk mengambil data dalam penelitian ini

adalah Metode Tes dan Metode Non Tes (Suharsimi, 2010:193). Instrumen

dalam penelitian ini adalah tes soal-soal matematika siswa untuk mengetahui

hasil belajar matematika siswa, kuesioner kecerdasan emosi siswa untuk

mengukur tingkat kecerdasan emosi siswa, dan kuesioner suasana belajar

dalam keluarga untuk mengetahui bagaimana suasana belajar dalam keluarga

ketika siswa belajar di rumah.

1. Metode Tes

Tes adalah serentetan pertanyaan atau alat lain yang digunakan untuk

mengukur ketrampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat

yang dimiliki oleh individu atau kelompok (Suharsimi, 2010:193).

Metode tes dalam penelitian ini digunakan untuk memperoleh hasil belajar

matematika siswa, yaitu untuk mengukur pencapaian responden setelah

belajar matematika.

Tes kemampuan matematika diberikan kepada siswa setelah mereka


(1)

(2)

201

LAMPIRAN

XIII

SURAT ADMINISTRASI PENELITIAN


(3)


(4)

203


(5)

ix

Yohanes Dian Tri Nugroho. 2011. Proses Dan Hasil Belajar Siswa Pada Pengembangan Pembelajaran Matematika Yang Memotivasi Keterlibatan Aktif Siswa Kelas XII IPA 4 SMA Kolese De Britto Yogyakarta Tahun Ajaran 2011/ 2012. Skripsi STRATA 1 (S-1). Yogyakarta: Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan IPA, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan proses belajar dan hasil belajar siswa pada pengembangan pembelajaran matematika yang memotivasi keterlibatan aktif siswa kelas XII IPA 4 SMA Kolese de Britto Yogyakarta. Pengembangan pembelajaran yang memotivasi keterlibatan aktif siswa dibatasi pada pembelajaran matematika dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe STAD pada sub pokok bahasan translasi dan refleksi.

Subjek penelitian ini adalah siswa-siswa kelas XII IPA 4 SMA Kolese De Britto tahun ajaran 2011/2012. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pra eksperimental, sedangkan teknik analisis dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis kualitatif deskriptif dan kuantitatif. Instrumen yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah lembar LKS, soal kuis dan tes, lembar pengamatan proses belajar, handycam, dan lembar wawancara. Penelitian ini dilaksanakan selama empat kali pertemuan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses belajar siswa pada pengembangan pembelajaran matematika yang memotivasi keterlibatan aktif siswa adalah sebagai berikut: (1)Siswa dikenalkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe STAD: (a) Siswa mendengarkan informasi tentang STAD dari guru, (b) Siswa membentuk kelompok belajar, (c) Siswa bertanya tentang model pembelajaran kooperatif tipe STAD. (2) Siswa memperhatikan presentasi guru mengenai materi pelajaran: (a) Siswa membuka buku acuan matematika, (b) Siswa memperhatikan presentasi guru dengan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan lisan guru, (c) Siswa bertanya kepada guru tentang materi yang dipresentasikan, (d) Siswa mencatat materi yang dipresentasikan. (3) Siswa bekerja dalam kelompok mengerjakan lembar kerja: (a) Siswa berdiskusi saling memberi pendapat mengenai soal, (b) Siswa bertanya kepada guru dan berdiskusi mengenai soal atau pun penyelesaiannya, (c) Siswa menunjukkan pekerjaannya kepada guru, (d) siswa bertanya kepada teman satu kelompoknya mengenai materi yang belum jelas. (4) Siswa melakukan pembahasan terhadap hasil kerja kelompok: (a) Siswa antusias untuk mempresentasikan hasil kerja kelompok, (b) siswa mempresentasikan hasil kerja kelompok, (c) Siswa memperhatikan dan menanggapi presentasi kelompok, (d) siswa yang presentasi menanggapi pertanyaan dari siswa lain atau pun dari guru. (5) Siswa mengerjakan kuis secara individu. Sedangkan hasil belajar dari penelitian ini dilihat dari hasil tes siswa tergolong baik dengan nilai rata-rata tes 84,62, standar deviasi 18,38% dan ketuntasan belajar adalah 73,08%.

Kata kunci: pembelajaran yang memotivasi keterlibatan aktif, proses belajar, dan hasil belajar.


(6)

x ABSTRACT

Yohanes Dian Tri Nugroho. 2011. Learning Process and Learning Outcomes on Mathematics Learning Development that Motivate Active Involvement of the

Students in the 12th Grade, Science 4, SMA Kolese De Britto, Yogyakarta, Academic

Year 2011/2012. A STRATA 1 (S-1) Thesis. Yogyakarta: Mathematics Education Study Program, Mathematics and Science Education Department, Faculty of Teachers Training and Education, Sanata Dharma University.

This research aims to describe the learning process and learning outcomes on mathematics learning development that motivate active involvement of the students in the 12th grade, science 4, SMA Kolese De Britto, Yogyakarta, academic year 2011/2012. The

learning development that motivates students’ active involvement is limited on the

mathematics learning using cooperative learning model type STAD in sub-subjects translation and reflection.

The subject of this study is the students of the 12th grade Science 4, SMA Kolese De Britto, in the academic year 2011/2012. The method used in this study is pre-experimental research, while the analysis techniques used are descriptive qualitative and quantitative. The instruments used by the researcher are student worksheets, quiz and test, observation sheets of the learning process, handycam, and interview sheets. This research was conducted in four meetings.

The result of the research shows that the students’ learning outcomes on the mathematics learning development that motivates the students’ active involvement are as

follow: (1) The students are introduced with the cooperative learning model type STAD: (a) The students listened to the information about STAD from the teacher, (b) The students made a learning group, (c) The students asked the teacher about the cooperative learning model type STAD. (2) The students paid attention to the teacher’s presentation on the learning materials: (a) The students opened the mathematics guiding books, (b)

The students pay attention to the teacher’s presentation by answering the spoken

questions from the teacher, (c) The students asked the teacher about the presented materials, (d) The students made a note about the presented materials. (3) The students worked in group to do the worksheets: (a) The students had a discussion and giving opinions about the questions, (b) The students asked the teacher and discussed the questions as well as the answers, (c) The students showed their works to the teacher, (d) The students asked their group members about the unclear materials. (4) The students discussed the result of the work: (a) The students were enthusiastic in presenting the group work results, (b) The students presented the group work results, (c) The students paid attention to the group presentations and responded it, (d) The students who were doing the presentation responded the questions from either the other students or the teacher. (5) The students did the quiz individually. The learning results of this research are seen from the result of the test which is rated greatly for the test mean 84,62, deviation standard 18,38%, and the learning exhaustiveness 73,08%.

Key words: the learning that motivates active involvement, learning process, and learning outcomes.


Dokumen yang terkait

Analisa pengaruh hasil belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal fisika|b:Studi pengaruh hasil belajar pokok bahasan getaran pada siswa kelas 2 semester III di SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2002/2003

0 11 80

Analisa pengaruh hasil belajar matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal-soal fisika: Studi pengaruh hasil belajar pokok bahasan getaran pada siswa kelas 2 semester III di SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2002/200

0 13 80

Hubungan antara persepsi dan motivasi belajar fisika dengan hasil belajar fisika pokok bahasan energi siswa kelas 1 cawu III SLTP Negeri 3 Jember tahun ajaran 2001/2002

0 4 69

Hubungan pemberian biasiswa terhadap peningkatan hasil belajar mata pelajaran biologi siswa kelas II SLTP Negeri se Kabupaten Bondowoso tahun ajaran 2000/2001

0 4 61

Hubungan antara kecerdasan emosional dengan hasil belajar biologi siswa kelas II SMA Negeri I Pamulang

1 7 153

Hubungan antara kemandirian belajar dengan hasil belajar matematika pada siswa MTsN Parung-Bogor

8 31 88

Hubungan kecerdasan emosi (emotional intellegence dengan prestasi belajar aqidah akhlak siswa kelas 111 Mts.Nurul Yaqin legok-Tangerang

0 7 0

Pengaruh motivasi belajar terhadap kemampuan abstraksi siswa di kelas VII SMPN 01 Kalidawir Tulungagung tahun ajaran 20172018

0 0 6

Pengaruh kecerdasan interpersonal dan kebiasaan belajar terhadap prestasi belajar matematika siswa kelas VII

0 0 9

Hubungan motivasi belajar dan gaya belajar siswa dengan prestasi belajar matematika siswa mts Islamiyah Medan tahun ajaran 2017/2018 - Repository UIN Sumatera Utara

4 24 150