35 tapal kuda, sepanjang ± 2500 meter dengan sisi-sisinya yang membentuk lereng-
lereng curam berlembah menuju dataran Sukabumi, Bogor dan Cianjur.
4.2.3. Tanah
Menurut Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1:250.000, jenis tanah di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari
a. Jenis tanah regosol dan litosol, terdapat pada lereng-lereng pegunungan yang
lebih tinggi, berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi.
b. Jenis tanah asosiasi andosol dan regosol, pada lereng-lereng pegunungan yang
lebih rendah
c. Jenis tanah latosol coklat, pada lereng-lereng yang lebih bawah lagi
4.3.4. Iklim
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan ini termasuk tipe A dengan nilai Q antara 5-9. Kawasan TNGGP terletak didaerah terbasah di Pulau
Jawa dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 3000 – 4200 mm. Musim
hujan terjadi pada bulan Oktober-Mei dengan curah hujan lebih dari 400mm. Juni- September merupakan bulan kering rata-rata curah hujan 100mm.
4.3.5. Hidrologi
Kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan dan pemasok air yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Debit air yang dihasilkannya yaitu sekitar 8 milyar
liter per tahun atau setara dengan 12 trilyun rupiah. Tidak kurang dari 1.075 sungai dan anak sungai yang mendistribusikan air di tiga Daerah Aliran Sungai DAS, yaitu
DAS Ciliwung, DAS Citarum dan DAS Cimandiri terdapat di dalam kawasan ini.
4.3. Kondisi Biologis
Terdapat lima tipe ekosistem di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu : 1. Ekosistem Sub Montana terdapat pada ketinggian 1000-1500 mdpl
2. Ekosistem Montana terdapat pada ketinggian 1500-2400 mdpl 3. Ekosistem Sub Alpin terdapat pada ketinggian 2400-3019 mdpl
36 4. Ekosistem Kawah
5. Ekosistem Alun-alun
4.3.1. Flora
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI mencatat tidak kurang dari 1500 jenis lumut hidup di kawasan pelestarian ini. Pada tahun 1859 Meijr seorang ahli
biologi dari Belanda menemukan sekitar 900 jenis tumbuhan berbunga. Kato biologiawan dari Jepang menaksir kekayaan tumbuhan paku di kawasan ini sekitar
400 jenis. Liem peneliti dari Phillipina mengungkapkan bahwa kawasan ini ditumbuhi tidak kurang dari 120 jenis lumut kerak.
Tidak kalah menariknya adalah komposisi dan struktur tumbuhan. Bila kita masuk di kawasan ini bisa menikmati perubahan paling tidak tiga tipe hutan, yaitu
tipe Sub Montana 1000 sd 1400 m dpl, Montana 1500 sd 2400 m dpl. dan Sub Alpin 2400 sd 3019 m dpl..
Bunga abadi atau edelweis Anaphalis javanica, banyak digemari sebagai lambang keberhasilan pendakian dan lambang keabadian. Raflesia Rafflesia
rochussenii, banyak mengundang rasa penasaran orang karena langka dan unik serta endemik.
Misteri keunikan bunga sembilan tahun Strobilanthus cernua sampai sekarang belum terungkap, bunga ini hanya hidup dan berbunga sembilan tahun sekali.
Kantong semar Nephentes gymnamphora yan g dikenal sebagai “Pembunuh
Berdarah Dingin ” unik dengan kantung penjebak serangga menggelantung diujung
daun. Perut Balanophora spp., Kiaksara Macodes petola, Pinang Jawa Pinanga javana, Paku Sutra Diksonia blumei dan beberapa jenis lain sudah langka, unik
dan menarik.
4.3.2. Fauna
Menurut data yang ada, 260 dari 450 jenis burung di jawa bisa ditemukan di TNGGP. Sebayak 21 dari 25 jenis endemik Jawa juga hidup di kawasan ini,
termasuk Elang Jawa Spizaetus bartelsi yang telah diresmikan sebagai satwa dirgantara. Macan tutul Panthera pardus merupakan predator terbesar di kawasan
ini. Selain itu terdapat sekitar 110 jenis mamalia lain seperti Anjing Hutan Cuon