Sejarah dan Status Kawasan Jenis tanah regosol dan litosol, terdapat pada lereng-lereng pegunungan yang

33 Kabupaten Bogor dan Kabupaten Cianjur. TNGGP mempunyai luas 21.975 Ha dengan batas-batasnya adalah sebagai berikut : Sebelah Utara : Wilayah Kabupaten Cianjur dan Bogor; Sebelah Barat : Wilayah Kabupaten Sukabumi dan Bogor; Sebelah Selatan : Wilayah Kabupaten Sukabumi; Sebelah Timur : Wilayah Kabupaten Cianjur. Sumber : Balai Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, tahun 2004 Gambar 8 Peta lokasi penelitian. Aksesibilitas TNGGP relatif lebih bagus dibandingkan taman nasional lain, dikelilingi jalan raya propinsi yang menghubungkan beberapa kota besar di Jawa Barat seperti Bogor, Jakarta, Bandung dan sekitarnya. Dengan kondisi seperti ini, TNGGP mudah untuk dikunjungi dari daerah manapun di sekitar Jakarta, Bogor dan Bandung. TNGGP sebagai kawasan wisata memiliki beberapa pintu masuk. Berikut keterangan beberapa pintu masuk dapat dilihat pada Tabel 7. 34 Tabel 7 Informasi pintu masuk wisata ke kawasan TNGGP Sumber : Balai TNGGP

4.2.2. Topografi dan Geologi

Kawasan TNGGP merupakan rangkaian gunung berapi, terutama Gunung Gede 2958 m dpl dan Gunung Pangrango 3019 m dpl. Topografi bervariasi mulai dari landai hingga bergunung dengan kisaran ketinggian antara 700 m dan 3000 m dpl. Jurang dengan kedalaman sekitar 70 m banyak dijumpai didalam kedua kawasan tersebut. Sebagian besar kawasan TNGGP merupakan dataran tinggi tanah kering dan sebagian kecil merupakan daerah rawa, terutama di daerah sekitar Cibeureum yaitu Rawa Gayonggong. Pada bagian selatan kawasan yaitu daerah Situgunung, memiliki kondisi lapangan yang berat karena terdapatnya bukit-bukit seperti bukit masigit yang memiliki kemiringan lereng sekitar 20-80 . Kawasan Gunung Gede yang terletak di bagian timur dihubungkan Gunung Pangrango oleh punggung bukit yang berbentuk Pintu Masuk Resort Jalur Jarak km Waktu Jam Obyek Wisata Cibodas Jakarta-CiawiBogor-Puncak-Cibodas 103 2,5 - Telaga Biru - Air terjun Cibeureum - Pendakian ke Puncak Gn.Gede dan Gn.Pangrango Bandung-Cianjur-Cipanas-Cibodas 90 3 Gunung Putri Jakarta-CiawiBogor-Puncak-Cipanas- Gn.Putri 115 2,5 - Bumi Perkemahan Bobojong - Pendakian ke Puncak Gn.Gede dan Gn.Pangrango Bandung-Cianjur-Cipanas-Gn.Putri 93 3,5 Selabintana Jakarta-CiawiBogor-Sukabumi-Selabintana 156 3,5 - Bumi Perkemahan Pondok Halimun - Air terjun Cibeureum Bandung-Cianjur-Sukabumi-Selabintana 92 3,5 Situgunung Jakarta-CiawiBogor-Cisaat-Situgunung 135 3,5 - Telaga Situgunung - Air terjun Sawer Bandung-Cianjur-Sukabumi-Cisaat- Situgunung 161 4 Bodogol Jakarta-CiawiBogor-Cicurug-Bodogol 61 2 - Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol - Air terjun Cipadaranten dan Air terjun Cisuren Bandung-Cianjur-Puncak-CiawiBogor- Cicurug-Bodogol 125 4,5 Cisarua Jakarta-CiawiBogor-Cisarua 57 2 - Bumi Perkemahan Barubolang - Air terjun Beret Bandung-Cianjur-Puncak-Cisarua 91 3,5 35 tapal kuda, sepanjang ± 2500 meter dengan sisi-sisinya yang membentuk lereng- lereng curam berlembah menuju dataran Sukabumi, Bogor dan Cianjur.

4.2.3. Tanah

Menurut Peta Tanah Tinjau Propinsi Jawa Barat skala 1:250.000, jenis tanah di kawasan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango terdiri dari

a. Jenis tanah regosol dan litosol, terdapat pada lereng-lereng pegunungan yang

lebih tinggi, berasal dari lava dan batuan hasil kegiatan gunung berapi.

b. Jenis tanah asosiasi andosol dan regosol, pada lereng-lereng pegunungan yang

lebih rendah

c. Jenis tanah latosol coklat, pada lereng-lereng yang lebih bawah lagi

4.3.4. Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, iklim di kawasan ini termasuk tipe A dengan nilai Q antara 5-9. Kawasan TNGGP terletak didaerah terbasah di Pulau Jawa dengan curah hujan rata-rata tahunan berkisar antara 3000 – 4200 mm. Musim hujan terjadi pada bulan Oktober-Mei dengan curah hujan lebih dari 400mm. Juni- September merupakan bulan kering rata-rata curah hujan 100mm.

4.3.5. Hidrologi

Kawasan TNGGP merupakan daerah tangkapan dan pemasok air yang sangat penting bagi daerah sekitarnya. Debit air yang dihasilkannya yaitu sekitar 8 milyar liter per tahun atau setara dengan 12 trilyun rupiah. Tidak kurang dari 1.075 sungai dan anak sungai yang mendistribusikan air di tiga Daerah Aliran Sungai DAS, yaitu DAS Ciliwung, DAS Citarum dan DAS Cimandiri terdapat di dalam kawasan ini.

4.3. Kondisi Biologis

Terdapat lima tipe ekosistem di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, yaitu : 1. Ekosistem Sub Montana terdapat pada ketinggian 1000-1500 mdpl 2. Ekosistem Montana terdapat pada ketinggian 1500-2400 mdpl 3. Ekosistem Sub Alpin terdapat pada ketinggian 2400-3019 mdpl 36 4. Ekosistem Kawah 5. Ekosistem Alun-alun

4.3.1. Flora

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI mencatat tidak kurang dari 1500 jenis lumut hidup di kawasan pelestarian ini. Pada tahun 1859 Meijr seorang ahli biologi dari Belanda menemukan sekitar 900 jenis tumbuhan berbunga. Kato biologiawan dari Jepang menaksir kekayaan tumbuhan paku di kawasan ini sekitar 400 jenis. Liem peneliti dari Phillipina mengungkapkan bahwa kawasan ini ditumbuhi tidak kurang dari 120 jenis lumut kerak. Tidak kalah menariknya adalah komposisi dan struktur tumbuhan. Bila kita masuk di kawasan ini bisa menikmati perubahan paling tidak tiga tipe hutan, yaitu tipe Sub Montana 1000 sd 1400 m dpl, Montana 1500 sd 2400 m dpl. dan Sub Alpin 2400 sd 3019 m dpl.. Bunga abadi atau edelweis Anaphalis javanica, banyak digemari sebagai lambang keberhasilan pendakian dan lambang keabadian. Raflesia Rafflesia rochussenii, banyak mengundang rasa penasaran orang karena langka dan unik serta endemik. Misteri keunikan bunga sembilan tahun Strobilanthus cernua sampai sekarang belum terungkap, bunga ini hanya hidup dan berbunga sembilan tahun sekali. Kantong semar Nephentes gymnamphora yan g dikenal sebagai “Pembunuh Berdarah Dingin ” unik dengan kantung penjebak serangga menggelantung diujung daun. Perut Balanophora spp., Kiaksara Macodes petola, Pinang Jawa Pinanga javana, Paku Sutra Diksonia blumei dan beberapa jenis lain sudah langka, unik dan menarik.

4.3.2. Fauna

Menurut data yang ada, 260 dari 450 jenis burung di jawa bisa ditemukan di TNGGP. Sebayak 21 dari 25 jenis endemik Jawa juga hidup di kawasan ini, termasuk Elang Jawa Spizaetus bartelsi yang telah diresmikan sebagai satwa dirgantara. Macan tutul Panthera pardus merupakan predator terbesar di kawasan ini. Selain itu terdapat sekitar 110 jenis mamalia lain seperti Anjing Hutan Cuon