melakukannya. Siswa dengan tipe gaya belajar kinestetik dengan kemampuan pemecahan masalah rendah mampu memecahkan masalah melalui tahap melihat
kembali dengan mengecek kembali informasi penting yang telah teridentifikasi, mengecek perhitungan yang terlibat, dan membaca pertanyaan kembali.
4.2.3 Hasil Temuan Lain
Hasil temuan penelitian sebagai berikut. 1.
Subjek dengan gaya belajar kinestetik memiliki tulisan yang rapi. Padahal menurut DePorter dan Hernacki 2013, siswa dengan gaya belajar kinestetik
memiliki tulisan yang jelek. 2.
Subjek dengan gaya belajar kinestetik berbicara dengan cepat dan lancar dalam menjelaskan. Padahal menurut DePorter dan Hernacki 2013 siswa
dengan gaya belajar kinestetik berbicara dengan perlahan sedangkan siswa yang berbicara dengan cepat adalah siswa dengan gaya belajar visual dan
yang lancar dalam menjelaskan adalah siswa dengan gaya belajar auditorial. Setelah diwawancarai, ternyata siswa tersebut mengikuti ekstrakurikuler
pramuka. Menurut Permatasari 2015 salah satu organisasi yang dapat meningkatkan keterampilan berbicara siswa adalah pramuka.
3. Ditemukannya siswa dengan gaya belajar kombinasi. Hal ini terjadi karena
siswa memiliki skor yang sama untuk kedua atau ketiga gaya belajar ketika pengisian angket gaya belajar. Padahal menurut De Porter dan Hernacki
2013 hanya ada tiga gaya belajar yaitu visual, auditorial, dan kinestetik.
4.2.4. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki kterbatasan, antara lain ditujukkan sebagai berikut. 1.
Waktu penelitian singkat Keterbatasan yang muncul dalam penelitian ini adalah waktu penelitian
yang singkat yakni hanya 4 kali pembelajaran di kelas. Sedangkan kegiatan pemecahan masalah bukan suatu hal yang mudah dan cepat. Pemecahan masalah
merupakan suatu tidakan kebiasaan belajar memecahkan suatu permasalahan. Kemampuan pemecahan masalah siswa seharusnya sudah diajarkan sejak sekolah
dasar. Sehingga siswa akan terbiasa untuk memecahkan masalah matematika yang diberikan. Hal ini sejalan dengan Awad 1999 sebagaimana dikutip Aljaberi
2015 yang menyatakan bahwa untuk mengajarkan kemampuan pemecahan masalah matematika menurut tahapan Polya perlu dimulai sejak tingkat sekolah
dasar. 2.
Identifikasi gaya belajar hanya menggunakan angket gaya belajar siswa Pada penelitian ini, proses identifikasi gaya belajar siswa hanya
menggunakan angket penggolongan gaya belajar menurut De Porter dan Hernacki yang telah divalidasi oleh seorang ahli Jurusan Psikologi Universitas Negeri
Semarang. Padahal, gaya belajar seseorang dapat dilihat dari kepribadian yang dilakukan oleh seseorang ketika menyerap informasi dalam proses pembelajaran.
Sejauh ini belum ditemukan alat ukur atau instrumen untuk mengidentifikasi penggolongan gaya belajar siswa menurut De Porter dan Hernacki.
479
BAB V PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian ini diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut. 1.
Berdasarkan penelitian, dari 36 siswa kelas X MIPA 5 diperoleh bahwa 19 siswa yang memiliki gaya belajar visual, 4 siswa memiliki gaya belajar
auditorial, dan 8 siswa yang memiliki gaya belajar kinestetik. Selain itu, ada 5 siswa memiliki lebih dari satu gaya belajar yaitu 1 siswa memiliki
kombinasi gaya belajar visual dan auditorial, 2 siswa memiliki kombinasi gaya belajar visual dan kinestetik, 1 siswa memiliki kombinasi gaya belajar
auditorial dan kinestetik dan 1 siswa memiliki kombinasi ketiga gaya belajar. Hal ini menandakan gaya belajar visual mendominasi di kelas X
MIPA 5. 2.
Siswa visual dengan kemampuan pemecahan masalah tinggi dan sedang, auditorial dengan kemampuan pemecahan masalah sedang, dan kinestetik
dengan kemampuan pemecahan masalah tinggi mampu melaksanakan empat tahap pemecahan masalah menurut Polya. Sedangkan untuk siswa
visual dengan kemampuan pemecahan masalah rendah dan kinestetik dengan kemampuan pemecahan masalah sedang dan rendah hanya mampu
melaksanakan tiga tahap pemecahan masalah Polya.