1. 3 Konsep Balanced Scorecard KERANGKA PEMIKIRAN

d. Penilaian intuitif hampir selalu terlibat dalam menentukan kriteria kuantitatif.

3. 1. 3 Konsep Balanced Scorecard

Balanced Scorecard terdiri dari dua kata, yaitu balanced dan scorecard. Scorecard kartu skor adalah kartu yang digunakan untuk melihat atau mencatat skor hasil kinerja seseorang. Kartu skor juga dapat digunakan untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan. Melalui kartu skor, skor yang hendak diwujudkan oleh personel di masa depan akan dibandingkan dengan hasil knerja sesungguhnya. Hasil perbandingan akan digunakan untuk melakukan evaluasi atas kinerja personel yang bersangkutan Mulyadi, 2001. Kata Balanced berimbang ditujukan untuk menunjukkan bahwa kinerja personel diukur secara berimbang dari dua aspek : aspek keuangan dan non keuangan, aspek jangka pendek dan jangka panjang, aspek proses dan personal, serta aspek internal dan eksternal.

3.1.3.1 Sejarah Perkembangan Balanced Scorecard

Mulyadi 2001 mengemukakan bahwa pengukuran kinerja dengan konsep Balanced Scorecard mulai dikenal pada tahun 1990-an. Sebelum tahun 1990-an pengukuran kinerja perusahaan pada umumnya hanya berdasarkan performa kinerja keuangan sebagai tolak ukur. Para eksekutif perusahaan cenderung lebih memfokuskan perhatian pada performa keuangan. Segala perhatian dan aktivitas perusahaan hanya ditujukan pada bagaimana peningkatan hasil keuangan kinerja dalam jangka pendek dan cenderung mengabaikan kinerja non keuangan. Aktiva tak berwujud yang dimiliki perusahaan seperti cost effectiveness proses dalam menghasilkan produk dan jasa, kepuasan dan loyalitas pelanggan, serta komitmen karyawan yang merupakan mata rantai utama penyokong kinerja keuangan kerap diabaikan dan luput dari perhatian manajemen. Konsep Balanced Scorecard bertujuan untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif sebelumnya. Konsep pengukuran kinerja ini digunakan untuk menyeimbangkan usaha dan perhatian eksekutif tidak hanya kepada kinerja keuangan saja tetapi juga kinerja non keuangan dalam lingkup kinerja jangka pendek dan jangka panjang. Dengan memperluas ukuran kinerja kepada ukuran non keuangan, maka kinerja keuangan yang dihasilkan oleh eksekutif harus merupakan akibat dari diwujudkannya kinerja dalam pemuasan kebutuhan pelanggan oleh proses bisnis internal yang optimal yang didasari pembangunan karyawan yang produktif dan berkomitmen. Pada tahun 1990 Norton mensponsori studi tentang “Pengukuran Kinerja dalam Organisasi Masa Depan”. Studi tersebut dilatarbelakangi oleh sistem pengukuran kinerja tradisional yang sudah tidak memadai lagi. Hasil studi yang dilakukan oleh Nolan Norton Institut menyimpulkan bahwa untuk melakukan pengukuran kinerja di masa depan diperlukan ukuran komperhensif yang mencakup empat perspektif, yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran pertumbuhan. Ukuran ini disebut Balanced Scorecard Mulyadi, 2001. Menurut Mulyadi 2001, Balanced Scorecard pada awal penerapannya lebih difokuskan pengaplikasiannya pada tahap implementasi dan pemantauan pada sistem manajemen strategi perusahaan. Pada tahap implementasi, pihak yang melaksanakan rencana yang telah disusun pada tahap perencanaan sebelumnya dipantau melalui penggunaan pendekatan Balanced Scorecard dalam pengukuran kinerja melalui empat perspektif yang dimiliki. Dalam tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja melalui pendekatan Balanced Scorecard dikomunikasikan kepada para eksekutif untuk memberikan umpan balik tentang kinerja mereka. Informasi yang didapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan atas pekerjaan yang menjadi tanggung jawab mereka. Pada tahun 1992 Balanced Scorecard kemudian diterapkan pada tahap manajemen yang lebih strategik sebelum penilaian kinerja, sebelum tahap pengimplementasian dan pemantauan. Perkembangan lebih lanjut memperlihatkan bahwa konsep tersebut mulai diaplikasikan pada tahap perencanaan. Personel tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas kinerjanya jika pada tahap perencanaan, personel tersebut tidak merencanakan kinerja yang akan diwujudkan di masa yang akan datang. Balanced Scorecard mulai diterapkan sebagai alternatif solusi permasalahan pada manajerial perusahaan pada pertengahan tahun 1993, oleh Renaissance Solution, inc sebuah perusahaan konsultasi. Mulai saat itu, Balanced Scorecard tidak hanya dijadikan alat pengukuran kinerja saja, namun sudah berkembang menjadi alat inti pada manajemen strategis. Gambar 2. Perkembangan Peran Balanced Scorecard dalam sistem Manajemen Strategis Sumber : Mulyadi, 2001

3.1.3.2 Proses Balanced Scorecard dalam Manajemen Strategis Perusahaan

Balanced Scorecard memegang peranan yang cukup berpengaruh dalam sistem manajemen strategis perusahaan yang terdiri dari dua tahapan utama, yaitu perencanaan dan pengimplementasian. Dalam perencanaan yang terdiri dari empat tahap yaitu : 1 perumusan strategi, 2 perencanaan strategi, 3 penyusunan program dan 4 penyusunan anggaran, Balanced Scorecard berdampak signifikan dalam tahap perencanaan strategik dan penyusunan program. Tahap implementasi rencana yang terdiri dari dua tahap, yaitu : 1 tahap implementasi dan 2 tahap pemantauan, Balanced Scorecard berperan dalam memperluas ukuran kinerja personel. Perumusan Strategi Perencanaan Strategi Penyusunan Program Penyusunan Anggaran Implementasi Pemantauan Pada perkembangan selanjutnya 1993-1995 Balanced Scorecard diterapkan untuk menghasilkan rencana strategik yang komprehensif dan koheren Perkembangan awal 1990- 1992, Balanced Scorecard diterapkan untuk pengukuran kinerja secara komprehensif f e e d b a c k a. Tahap Perumusan Strategi Pada tahapan paling awal dari rangkaian sistem manajemen strategi, perusahaan melakukan pengamatan terhadap arah perubahan lingkungan mikro dan lingkungan industri untuk dilakukan penyesuaian. Hasil pengamatan lingkungan tersebut disinergikan dengan hasil analisis internal melalui analisis strength, weakness, opportunities dan threats atau SWOT analysis. Hasil penggabungan tersebut digunakan sebagai dasar untuk merumuskan visi, misi, keyakinan dasar dan nilai organisasi. Visi perusahaan kemudian dijabarkan ke dalam tujuan goals melalui strategi untuk mewujudkan tujuan dan visi tersebut. Balanced Scorecard memperluas segmen dan penafsiran dari lingkup makro dan industri dalam proses pengamatan lingkungan dan analisis internal melalui analisis SWOT, ke dalam penjabaran empat perspektif: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pembelajaran dan pertumbuhan. b. Tahap Perencanaan Strategi Strategi yang telah ditetapkan dalam perumusan strategi dijadikan alat untuk menerjemahkan tujuan perusahaan menjadi sasaran-sasaran strategik ke dalam empat perspektif Balanced Scorecard. Pada tahap ini, setiap sasaran strategik kemudian ditetapkan berbagai inisiatif strategik untuk mewujudkan sasaran tersebut. Balanced Scorecard berperan untuk mengkomperhensifkan sasaran dan inisiatif strategik yang ditetapkan dan juga memiliki kekoherenan diantara keduanya. c. Tahap Penyusunan Program Pada tahap penyusunan program, inisiatif strategik yang telah terbentuk kemudian dijabarkan ke dalam program-program jangka panjang. Penyusunan program ini juga menyertakan perkiraan sumber daya yang diperlukan atau diperoleh dari pelaksanaan program tersebut. Balanced Scorecard menghasilkan program jangka panjang yang juga komperhensif dan saling menunjang satu dengan yang lainnya. d. Tahap Penyusunan Anggaran Aktivitas paling utama dalam tahap penyusunan anggaran adalah menjabarkan program-program komperhensif yang telah disusun ke dalam rencana kegiatan jangka pendek, disertai dengan perkiraan sumber daya yang diperlukan dan diperoleh dari kegiatan tersebut. Oleh karena merupakan penjabaran program-program yang komperhensif, maka rencana kegiatan jangka pendek yang dihasilkan dalam tahap penyusunan anggaran juga mencakup perspektif yang komperhensif. Karena anggaran yang disusun berdasarkan program, berbagai program yang disusun berdasarkan inisiatif strategik yang diterapkan untuk mewujudkan sasaran strategik, sasaran strategik merupakan penerjemahan strategi untuk mencapai tujuan dan visi, maka dari visi sampai dengan anggaran jangka pendek membentuk suatu mata rantai sistem yang koheren dan saling berhubungan. e. Tahap Implementasi dan Tahap Pemantauan Pada tahap pengimplementasian, rencana kegiatan yang telah tercantum dalam dokumen anggaran dilaksanakan oleh segenap manajemen perusahaan. Pada tahap ini Balanced Scorecard digunakan untuk mengukur kinerja personel di keempat perspektif, baik di perspektif keuangan, pelanggan, proses bisnis internal dan pertumbuhan pembelajaran. Pada tahap pemantauan, hasil pengukuran kinerja personal di keempat perspektif Balanced Scorecard tersebut dibandingkan dengan target yang telah ditetapkan dalam anggaran dan target yang telah ditetapkan dalam perencanaan strategik. Hasil perbandingan antara pengukuran kinerja dengan target anggaran digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka pendek personel, sedangkan hasil pembandingan antara hasil pengukuran kinerja dengan target yang ditetapkan dalam perencanaan strategik digunakan untuk mengevaluasi kinerja jangka panjang personel.

3.1.3.3 Komponen Perspektif Balanced Scorecard

Balanced Scorecard terdiri dari empat perspektif, yaitu perspektif keuangan, perspektif pelanggan, perspektif proses bisnis internal dan perspektif pertumbuhan pembelajaran yang berkaitan satu dengan lainnya. Keempat perspektif tersebut merupakan fokus perusahaan dalam menetapkan sasaran strategik. Melalui Balanced Scorecard perusahaan mengarahkan sasaran strategiknya pada perspektif non keuangan untuk dapat mewujudkan sasaran strategik pada perspektif keuangan.

a. Perspektif Keuangan financial

Perspektif keuangan memberikan petunjuk apakah strategi perusahaan, implementasi dan pelaksanaannya memberikan kontribusi terhadap peningkatan laba perusahaan yang menjadi fokus tujuan serta ukuran di semua perspektif scorecard . Bagi sebagian perusahaan tema finansial berupa peningkatan pendapatan, penurunan biaya dan peningkatan produktifitas, peningkatan pemanfaatan aktiva dan penurunan resiko dapat menghasilkan keterkaitan yang diperlukan di antara keempat perspektif scorecard Kaplan dan Norton, 2000. Faktor pendorong tercapainya tujuan jangka panjang dalam perspektif finansial harus disesuaikan menurut jenis industri, lingkungan persaingan dan strategi di setiap unit bisnis yang disederhanakan dalam tiga tahap siklus hidup bisnis, yaitu 1 bertumbuh, 2 bertahan dan 3 menuai. Perusahaan yang sedang dalam fase bertumbuh berusaha untuk menghasilkan barang dan jasa yang memiliki potensi pertumbuhan. Pada fase bertahan, perusahaan berada pada situasi dimana unti bisnis masih memiliki daya tarik bagi penanaman invesatasi dan investasi ulang. Pada fase ini unit bisnis diharapkan mampu mempertahankan pangsa pasar yang dimiliki dan secara bertahap tumbuh tahun demi tahun. Perusahaan yang berada pada tahap menuai merupakan bisnis yang sudah mencapai tingkat kedewasaan pada siklusnya. Perusahaan tidak lagi membutuhkan investasi yang besar, cukup untuk melakukan pemeliharaan peralatan dan kapabilitas. Tujuan finansial pada ketiga tahap siklus bisnis berbeda sesuai dengan karakteristik masing-masing kondisi. Tujuan finansial pada tahap pertumbuhan akan menekankan pada pertumbuhan penjualan di pasar baru, kepada pelanggan baru dan dihasilkan produk dan jasa baru, mempertahankan tingkat pengeluaran yang memadai untuk pengembangan produk dan proses, sistem, kapabilitas pekerja, serta penetapan saluran pemasaran baru. Pada tahap bertahan tujuan finansial yang akan dicapai perusahaan bertumpu pada ukuran finansial seperti ROI, ROE, laba operasi dan marjin kotor. Ukuran finansial tersebut menyatakan tujuan finansial klasik yaitu menghasilkan tingkat pengembalian modal yang tinggi. Sedangkan tujuan finansial pada tahap menuai lebih menekankan pada arus kas perusahaan. Setiap investasi harus memberikan pengembalian kas yang segera dan pasti. Dengan mengorientasikan semua tujuan dan ukuran berbagai Balanced Scorecard lainnya ke perspektif keuangan, maka organisasi perusahaan akan dapat melipatgandakan nilai yang diberikan dalam jangka panjang oleh perusahaan kepada para pemegang sahamnya dan mampu berperan sebagai pencipta kekayaan wealth-creating institution.

b. Perspektif Pelanggan customer

Pelanggan adalah siapa saja yang menggunakan produk atau jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. Perspektif pelanggan mendefinisikan pelanggan dan segmen pasar dimana unit bisnis akan bersaing dalam berbagai ukuran kinerja di dalam segmen sasaran. Perspektif pelanggan memungkinkan perusahaan menyelaraskan berbagai ukuran pelanggan penting, yaitu kepuasan, retensi, loyalitas, akuisisi dan profitabilitas dari pelanggan dan segmen pasar sasaran Kaplan Norton, 2000. Perspektif pelanggan memberikan kemungkinan bagi manajer untuk mengartikulasikan strategi yang berorientasi kepada pelanggan dan pasar yang akan memberikan keuntungan finansial masa depan yang lebih besar serta melakukan identifikasi dan pengukuran proporsi nilai yang akan perusahaan berikan kepada pelanggan dan pasar sasaran. Serangkaian atribut serupa yang membentuk proporsi nilai untuk semua industri yang menjadi sumber penyusunan Balanced Scorecard adalah atribut produk jasa, hubungan pelanggan, serta citra dan reputasi, yang ditunjukkan dalam Gambar berikut : Gambar 3. Model Umum Proporsi Nilai Pelanggan Sumber : Kaplan dan Norton, 2000 Atribut produk dan jasa meliputi fungsionalitas atau daya guna produk, harga, kualitas dan waktu. Atribut ini berasal dari pandangan konsumen mengenai apa yang seharusnya terdapat dalam suatu produk. Atribut hubungan dengan pelanggan terdiri dari penyampaian produk, pelayanan kepada pelanggan, waktu respon dan pengiriman serta pengalaman pembeli sewaktu membeli produk yang kesemuanya pada akhirnya akan mempengaruhi komitmen jangka panjang. Dimensi citra dan reputasi mencerminkan faktor-faktor yang tidak berwujud dan dapat menarik pelanggan untuk membeli produk perusahaan. Sasaran strategik yang akan dituju melalui perspektif pelanggan adalah firm equity citra perusahaan. Firm equity menghasilkan kuatnya identitas perusahaan dalam benak pelanggan, sebagai hasil pengalaman pelanggan berhubungan bisnis dengan perusahaan. Firm equity terdiri dari dua komponen, yaitu brand equity dan firm culture . Brand equity merupakan kuatnya identitas produk dan jasa yang Nilai Atribut Produk Jasa Citra Hubungan = - + Fungsionalitas Mutu Harga Waktu dihasilkan oleh perusahaan di benak konsumen, sedangkan firm culture merupakan norma, asumsi, nilai dasar dan keyakinan dasar yang diwujudkan oleh perusahaan dalam menjalankan bisnis. Firm equity merupakan hasil kombinasi strategi pengintegrasian brand equity ke dalam budaya perusahaan, sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan kesetiaan pelanggan kepada perusahaan. Komponen dari tolak ukur perspektif pelanggan adalah sebagai berikut : 1. Kepuasan Pelanggan Menunjukkan terpenuhinya harapan pelanggan terhadap produk atau jasa. 2. Retensi Pelanggan Menunjukkan seberapa baik usaha perusahaan untuk mempertahankan pelanggannya. 3. Akuisisi Pelanggan Mengukur dalam bentuk relatif atau absolut keberhasilan unit bisnis untuk menarik atau memenangkan pelanggan atau bisnis baru. 4. Pangsa Pasar Menggambarkan proporsi bisnis yang dijual oleh sebuah unit bisnis di pasar tertentu dalam bentuk jumlah pelanggan, uang yang dibelanjakan, atau volume satuan yang terjual. 5. Kemampulabaan Pelanggan Mengukur keuntungan bersih yang dapat diperoleh dari pelanggan setelah menghitung berbagai pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Kaplan Norton 2000 menyatakan bahwa tolak ukur kinerja yang digunakan dalam perspektif pelanggan tolak ukur tercapainya firm equity dalam benak konsumen dikelompokkan dalam suatu mata rantai hubungan sebab akibat. Hal tersebut digambarkan oleh Gambar 4 berikut : Gambar 4. Ukuran Utama Perspektif Pelanggan Keterangan gambar : = Hubungan sebab akibat Sumber : Kaplan dan Norton, 2000 c. Perspektif Proses Bisnis Internal Proses merupakan rangkaian aktivitas untuk menghasilkan nilai tambah bagi pelanggan. Terdapat dua macam proses dalam perusahaan, yaitu proses produksi dan proses bisnis. Proses produksi menghasilkan keluaran produk atau jasa yang akan dijual kepada konsumen. Sedangkan proses bisnis memproduksi keluaran Pangsa Pasar Akuisisi Pelanggan Profitabilitas Pelanggan Retensi Pelanggan Kepuasan Pelanggan untuk tujuan pengelolaan, seperti sistem perumusan strategi, sistem penyusunan rencana strategik, sistem penyusunan program, atau sistem penyusunan anggaran. Penetapan tujuan dan ukuran perspektif untuk proses bisnis internal dilakukan setelah perumusan tujuan dan ukuran untuk perspektif keuangan dan pelanggan. Hal tersebut bertujuan agar terciptanya langkah sistematis dan pola pikir pengukuran bisnis internal yang mampu mendorong tercapainya tujuan yang ditetapkan bagi pelanggan dan pemegang saham. Pada intinya, proses bisnis internal merupakan proses internal untuk memenuhi nilai bagi pelanggan dan pemilik perusahaan. Proses bisnis internal dalam Balanced Scorecard merupakan serangkaian proses tertentu untuk menciptakan nilai bagi pelanggan dan memberikan hasil finansial yang baik. Model rantai nilai terdiri dari tiga proses bisnis utama yaitu :

1. Inovasi