Hakikat IPA Landasan Teori

55 Penjelasan di atas sesuai dengan tugas guru dalam psikologi perkembangan anak yang menyatakan bahwa tugas guru adalah mengetahui bagaimana secara operasional masing-masing tahap perkembangan sehingga dapat membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan tujuan pendidikan yang diharapkan Soeparwoto, Hendriyani, dan Liftiah 2007: 51. Pembelajaran dengan menggunakan model POE sesuai dengan karakteristik siswa SD yakni senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan merasakan atau melakukanmemperagakan sesuatu secara langsung. Pembelajaran dengan menggunakan model POE memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, mengandung unsur permainan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Pada tahap operasional konkret, siswa mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret. Kesiapan guru untuk mengenal karakteristik siswa dalam pembelajaran merupakan modal utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator suksesnya pelaksanaan pembelajaran Sagala 2011: 62.

2.1.8 Hakikat IPA

Fowler dalam Aly dan Rahma 2011: 18, mengemukakan bahwa “IPA merupakan ilmu yang sistematis dan dirumuskan, yang berhubungan dengan gejala- gejala kebendaan dan didasarkan terutama atas pengamatan dan induksi”. IPA adalah suatu pengetahuan teoritis yang diperolehdisusun dengan cara yang khas dan khusus, yaitu melakukan observasi eksperimentasi, penyimpulan, 56 penyusunan teori, eksperimentasi, observasi, dan demikian seterusnya kait- mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain. Hergenhahn dan Olson 2003 dalam Hergenhahn dan Olson 2008: 15 mengemukakan bahwa: Science ilmu pengetahuan ilmiah mengombinasikan dua pandangan filsafat kuno tentang usul pengetahuan. Salah satunya, yang dinamakan rasionalisme, menyatakan bahwa seseorang mendapatkan pengetahuan dengan pikiran, atau dengan kata lain dengan berpikir, menalar dan menggunakan logika. Menurut kaum rasionalis, informasi harus dipilah-pilah oleh pikiran sebelum konklusi kesimpulan yang rasional dan masuk akal reasonable dapat diambil. Pandangan yang kedua, dinamakan empirisme menyatakan bahwa pengalaman indrawi adalah basis dari semua pengetahuan. Dalam bentuk ekstremnya, empirisme menyatakan bahwa kita hanya tahu apa-apa yang kita alami. Jadi rasioanalis menekankan pada operasi mental sedangkan empiris menyamakan pengetahuan dengan pengalaman. Lebih lanjut, Semiawan 2008: 103 menyatakan bahwa sains adalah pengkajian dan penerjemahan pengalaman manusia tentang dunia fisik secara teratur dan sistematis. Jadi harus mencakup semua aspek pengetahuan yang dihasilkan oleh aplikasi metode saintifik, bukan saja fakta dan konsep proses saintifik tetapi juga berbagai variasi aplikasi pengetahuan dan prosesnya seperti pengamatan, pengelompokan, perkiraan serta penilaian dan interpretasi, yang seyogyanya sudah diajarkan sejak dini. Sedangkan teknologi menunjuk pada aplikasi sains dengan menggunakan berbagai teknik dan metode serta penalaran dalam cakupan pengetahuan sains Unesco, 1989. Powler dalam Winaputra 1992: 122 dalam Samatowa 2011: 3 menyebutkan bahwa: IPA merupakan ilmu yang berhubungan dengan gejala alam dan kebendaan yang sistematis yang tersusun secara teratur, berlaku 57 umum yang berupa kumpulan dari hasil observasi dan eksperimen atau sistematis teratur artinya pengetahuan itu tersusun dalam suatu sistem, tidak berdiri sendiri, satu dengan lainnya saling berkaitan, saling menjelaskan sehingga seluruhnya merupakan satu kesatuan yang utuh, sedangkan berlaku umum artinya pengetahuan itu tidak hanya berlaku atau oleh seseorang atau beberapa orang dengan cara eksperimentasi yang sama akan memperoleh hasil yang sama atau konsisten. Selanjutnya Winaputra 1992 dalam Samatowa 2011: 3 menjelaskan bahwa “IPA tidak hanya merupakan kumpulan pengetahuan tentang benda atau makhluk hidup, tetapi memerlukan kerja, cara berpikir, dan cara memecahkan masalah”. Pernyataan ini diperkuat oleh Hardini dan Puspitasari 2012: 149 yang menyatakan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam IPA berkaitan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip- prinsip saja, tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip dan proses penemuan diperoleh melalui metode ilmiah yakni melalui pengamatan yang tepat pada sasaran, serta menggunakan prosedur, dan dijelaskan dengan penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan Susanto 2013: 167. Susanto 2013: 167-169 menyatakan bahwa “hakikat pembelajaran sains yang didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam Bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu: ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap”. Pertama, Ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan 58 empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk, antara lain: fakta-fakta, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. Kedua, Ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan memahami pengetahuan tentang alam. Karena IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang akan digeneralisasi oleh ilmuwan. Adapun proses dalam memahami IPA disebut dengan keterampilan proses sains science process skills adalah keterampilan yang dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Ketiga, Ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Menurut Sulistyorini 2006 dalam Susanto 2013: 169, ada sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dalam pembelajaran sains, yaitu: sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri. Selanjutnya, Sumanto dkk 2007 dalam Putra 2013: 40 mengemukakan bahwa “sains merupakan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta-fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan memi liki sikap ilmiah”. Istilah “sains” berasal dari bahasa Latin “scientia” yang berarti pengetahuan. Berdasarkan Webster New Collegiate Dictionary, definisi sains adalah pengetahuan yang diperoleh melalui pembelajaran dan pembuktian, atau pengetahuan yang melingkupi suatu kebenaran umum dari hukum-hukum alam yang terjadi, yang didapatkan dan dibuktikan melalui metode ilmiah. Sains dalam hal ini merujuk kepada sebuah 59 sistem untuk mendapatkan pengetahuan dengan menggunakan pengamatan dan eksperimen untuk menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam Putra 2013: 40-41. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tentang pengertian IPA, dapat disimpulkan bahwa IPA merupakan ilmu yang mempelajari usaha manusia dalam memahami alam sekitar secara sistematis untuk menguasai pengetahuan, fakta- fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, proses penemuan, dan sikap ilmiah melalui pengamatan yang tepat, prosedur yang benar yaitu melalui observasi dan eksperimen, yang nantinya diharapkan memunculkan hasil yang akurat serta mampu menggambarkan dan menjelaskan fenomena-fenomena yang terjadi di alam. 2.1.9 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Semiawan 2008: 104 mengemukakan bahwa “sains tidak bisa diajarkan semata dengan ceramah. Pendidikan Sains berarti bahwa proses pembelajaran terjadi by doing science di mana mereka yang belajar bukan menjadi spektator, melainkan aktif terlibat sejak dini dalam pengalaman nyata”. Samatowa 2011: 104 mengungkapkan bahwa: Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan yang diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat diperlukan untuk dipelajari. Pembelajaran IPA juga berorientasi pada pembelajaran konstruktivisme, yaitu pembelajaran yang didasarkan pada pengalaman siswa. Menurut Blough, et al 1958 dalam Samatowa 2011: 104 bahwa: 60 Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar perlu didasarkan pada pengalaman untuk membantu siswa belajar IPA, mendeskripsikan dan menjelaskan hasil kerja dan prosedurnya. Tujuan utama pembelajaran IPA SD adalah membantu siswa memperoleh ide, pemahaman, keterampilan life skills esensial sebagai warga Negara. Life skills esensial yang harus dimiliki siswa adalah kemampuan menggunakan alat tertentu, kemampuan mengamati benda dan lingkungan sekitarnya, kemampuan mendengarkan, kemampuan berkomunikasi secara efektif, menanggapi dan memecahkan masalah secara efektif. Hardini dan Puspitasari 2012: 150 mengemukakan bahwa proses pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa untuk mengembangkan kompetensi untuk menjelajahi alam sekitar secara ilmiah. Pembelajaran IPA di sekolah dasar menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. Pembelajaran sains merupakan pembelajaran berdasarkan pada prinsip-prinsip, proses yang mana dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA. Pada anak sekolah dasar harus diberikan pengalaman serta kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap terhadap alam, sehingga dapat mengetahui rahasia dan gejala-gejala alam Susanto 2013: 170. Sumantoro dkk 2007: 3-4 menyatakan bahwa “pendidikan sains di sekolah dasar bermanfaat bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar”. Pendidikan sains menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar siswa mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan sains diarahkan untuk “mencari tahu” dan “berbuat”, sehingga bisa membantu siswa memperoleh pengetahuan dan pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar Putra 2013: 40. 61 Adapun tujuan pembelajaran sains di sekolah dasar dalam Badan Nasional Standar pendidikan BSNP 2006 dalam Susanto 2013: 171-172, dimaksudkan untuk: 1 Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya. 2 Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. 3 Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling memengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan masyarakat. 4 Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah, dan membuat keputusan. 5 Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam. 6 Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan. 7 Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP. Berdasarkan penjelasan mengenai hakikat pembelajaran IPA di sekolah dasar, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada siswa yakni terjadi by doing science di mana mereka yang belajar bukan menjadi penonton, melainkan aktif terlibat dalam pengalaman nyata. Pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA dengan 62 kehidupan sehari-hari dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengajukan pertanyaan, membangkitkan ide-ide, dan membangun rasa ingin tahu tentang segala sesuatu yang ada di lingkungannya. Model pembelajaran POE dalam pembelajaran IPA melibatkan siswa dalam meramalkan suatu fenomena yang terjadi di alam dalam kehidupan sehari- hari, melakukan observasi melalui demonstrasi atau eksperimen, dan akhirnya menjelaskan hasil demonstrasi dan ramalan mereka sebelumnya. Pembelajaran dengan model POE terkait dengan dilakukannya penelitian sederhana yang memungkinkan siswa memperoleh pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Model pembelajaran yang seperti itu dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang dapat melatih sikap berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.

2.1.10 Materi Perubahan Sifat Benda

Dokumen yang terkait

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) BERBASIS KONTEKSTUAL DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII PADA POKOK BAHASAN TEKANAN

2 25 201

Analisis keterampilan proses sains siswa pada model pembelajaran predict, observe, explain (poe) pada materi asam basa

3 12 218

STUDY PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT- STUDY PERBANDINGAN MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT- OBSERVE-EXPLAIN) DENGAN PENCOCOKAN KARTU INDEKS TERHADAP HASIL BELAJAR IPA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI MOJOSONGO V MOJOSONGO JEBRES SURAKARTA TAHUN PE

0 1 15

PENERAPAN STRATEGI “POE” (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS V PADA PEMBELAJARAN IPA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA.

0 0 37

KEEFEKTIFAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN (POE) BERBASIS KONTEKSTUAL DALAM PENINGKATAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA SMP KELAS VIII PADA POKOK BAHASAN TEKANAN.

1 2 1

MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN KETUNTASAN HASIL BELAJAR FISIKA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN POE (PREDICT-OBSERVE-EXPLAIN) PADA SISWA KELAS VII B SMP NEGERI 2 BALUNG

0 0 1

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) TERHADAP AKTIVITAS BELAJAR KIMIA SISWA MAN KUOK Navisa

0 0 8

PENINGKATAN RASA INGIN TAHU DAN PRESTASI BELAJAR IPA MATERI CAHAYA DAN SIFAT-SIFATNYA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOLABORATIF TIPE PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) KELAS V SD NEGERI 3 KERTAYASA

0 0 17

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Model Pembelajaran Predict, Observe, Explain (POE) - PENGGUNAAN MODEL PEMBELAJARAN PREDICT OBSERVE EXPLAIN (POE) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH DAN PRESTASI BELAJAR SISWA MATERI PERUBAHAN LINGKUNGAN DAN PENGARUH

0 0 25

PENGARUH STRATEGI PEMBELAJARAN PDEODE (PREDICT-DISCUSS-EXPLAIN-OBSERVE-DISCUSS-EXPLAIN) TERHADAP HASIL BELAJAR IPA MATERI SIFAT-SIFAT CAHAYA PADA SISWA KELAS V SD NEGERI KARANGDADAP - repository perpustakaan

0 3 14