Penelitian Tataniaga Terdahulu TINJAUAN PUSTAKA

16 Kulit kayu manis yang dijual tersebut memiliki beberapa klasifikasi. Klasifikasi dan spesifikasi dari kulit kayu manis yaitu : Tabel. 2 Spesifikasi Mutu Kayu Manis di Kabupaten Kerinci No. Jenis Ketebalan Minyak Konten Atsiri v b basis kering Warna 1 AA ≈ 1,5 mm min. 2,5 coklat muda 2 A Stick ≈ 1,5 mm min. 2,5 coklat muda 3 KM ≈ 3,5 mm ≈ 4,5 coklat kemerahan 4 KF ≈ 2,5 mm 3,1 - 3,5 coklat kemerahan 5 KS ≈ 1,5 mm 2,7 - 3-0 coklat kemerahan 6 KA ≈ 1,0 mm 2,0 -2,6 coklat kemerahan 7 KTP 0,5 mm- 0,75 mm Kuning tua kehitaman 8 KB ≈ 0,75 mm 1,5 - 2,0 coklat muda 9 KC ≈ 0,4 mm 1,25 - 1,5 Coklat Sumber : Dinas Perdagangan Kabupaten Kerinci, 2012

2.3. Penelitian Tataniaga Terdahulu

Kiptiyah dan Semaoen 1994 dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, secara umum menyimpulkan bahwa pemasaran produk-produk pertanian belum atau tidak efisien, yang dianalisis dari berbagai pendekatan seperti : pendekatan biaya dan keuntungan, pendekatan margin dan Net Profit Margin, pendekatan integrasi pasar serta pendekatan SCP Structure, Conduct, Performance. 17 Pendekatan SCP digunakan untuk mengetahui pola saluran pemasaran, struktur pasar yang terbentuk dan perilaku pasar, serta faktor yang mempengaruhinya. Rendahnya pendapatan yang diterima oleh petani produsen disebabkan oleh struktur pasar yang tidak bersaing sempurna, pasar yang tidak terintegrasi secara sempurna, share harga yang diterima petani rendah, margin pemasaran tinggi, share biaya, dan keuntungan diantara lembaga pemasaran distribusinya tidak merata. Metode penelitian tataniaga meliputi analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif bertujuan untuk menganalisis saluran tataniaga, fungsi-fungsi tataniaga, struktur pasar serta perilaku pasar, sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis marjin tataniaga, farmer’s share, serta rasio keuntungan dan biaya Hasniah, 2005. Berdasarkan analisis kualitatif, Hermansyah 2008 menyimpulkan bahwa dalam pemasaran nanas di Pelembang ada tiga saluran yaitu I. Petani  pedagang pengumpul desa  pengecer konsumen, saluran II yaitu petani  pedagang pengumpul desa  pedagang pengumpul kota  pedagang besar pengecer  konsumen, dan saluran III yaitu : petani  padagang pengumpul kota  pedagang besar  pedagang pengecer  konsumen. Dari ketiga saluran ini didapatkan bahwa f armer’s share, rasio keuntungan dan biaya yang paling tinggi adalah saluran III. Hal ini menunjukkan bahwa saluran tiga lebih efisien. Hal ini sesuai dengan kesimpulan yang didapatkan oleh Rahma 2008, yang menunjukkan bahwa saluran tataniaga dikatakan efisien jika marjin tataniaga yang rendah, farmer’s share serta rasio keuntungan yang tinggi. Selain itu struktur pasar mempengaruhi efektivitas pasar dalam realitas sehari-hari yang diukur dengan variabel-variabel seperti harga, biaya, dan jumlah produksi. Afrizal 2009 meneliti mengenai pemasaran gambir di Kabupaten Lima Puluh Kota. Di daerah penelitian ini terdapat empat saluran utama dalam memasarkan gambir. Berdasarkan analisis margin pemasaran dalam mendistribusikan gambir, terlihat bahwa saluran III relatif lebih baik dibandingkan dengan saluran lainnya. Hal ini setidaknya terlihat dari kecilnya margin pemasaran, tingginya farmer’s share, dan relatif meratanya pendistribusian keuntungan dan biaya antar lembaga pemasaran yang ada. 18 Terdapat beberapa faktor pertimbangan utama bagi petani dalam memilih saluran yang akan digunakan yaitu jauhnya jarak antara pusat produksi dengan konsumen gambir yang membuat mahalnya biaya transportasi, produksi petani yang relatif kecil, kondisi geografis yang mengakibatkan susahnya untuk mengakses lahan. Harsoyo 2003 meneliti tentang efisiensi pemasaran salak pondoh di Daerah Istimewa Yogyakarta. Tujuannya untuk mengetahui bagaimana pengaruh perubahan harga di tingkat pedagang pengecer terhadap perubahan harga di tingkat petani, apakah salak pondoh terintegrasi secara vertikal, serta bagaimana distribusi margin pemasarannnyua. Alat analisis yang digunakan adalah elastisitas transmisi harga, analisis integrasi pasar, analisis margin pemasaran, dan farmer’s share . Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemasaran salak pondoh sudah efisien. Berdasarkan analisis transmisi harga dan integrasi didapatkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pedagang diteruskan ke tingkat petani. Petani juga ikut menikmati kenaikan harga tersebut. Dari analisis margin pemasaran disimpulkan bahwa penyebaran margin cukup merata serta bagian harga yang diterima petani sudah cukup besar yaitu 70 persen. Menurut penelitian dalam WACANA volume 12 nomor 1, Tahun 2009 tentang efisiensi pemasaran jambu mete di Kabupaten Lombok Barat, diketahui bahwa strukur pasar yang terbentuk mengarah kepada pasar persaingan tidak sempurna karena pemasaran dikuasai oleh perusahaan yang menguasai dalam skala besar, sehingga IRT Industri Rumah Tangga sulit untuk masuk. Sedangkan berdasarkan analisis transmisi harga maka didapatkan nilai koefisien regresi yaitu  = 2,03 1 elastis, dimana harga jambu mete relatif elastis. Nilai  = 2,03 mengindikasikan bila terjadi kenaikan harga sebesar satu persen di tingkat konsumen, maka akan menaikkan harga sebesar 2,03 persen di tingkat produsen, hal ini dapat terjadi karena produk mete yang sampai di tingkat konsumen adalah produk olahan kacang mete yang nilai jualnya tinggi, dan permintaan terhadap produk kacang mete ini juga relatif tinggi meliputi pasar ekspor maupun pasar lokal dan domestik. Hal ini tentu saja mendorong terjadinya peningkatan permintaan atas mete gelondong dari petani yang berakibat pada naiknya harga pada masa panen berikutnya. 19 Sementara untuk analisis integrasi pasar vertikal menunjukkan koefisien regresi b 1 1, pengujian statistik menunjukkan bahwa t hitung lebih besar dari t tabel berbeda nyata. Hal ini memberikan indikasi bahwa setiap perubahan harga sebesar satu persen di tingkat pasar di atasnya akan mempengaruhi harga di tingkat pasar di bawahnya sebesar nilai koefisien regresi yaitu 0,827 persen di tingkat petani  PPD saluran I dan seterusnya. Dengan demikian pasar tidak berintegrasi secara vertikal tidak efisien. Penelitian tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci merupakan penelitian berulang karena sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh Afwandi pada tahun 1992. Afwandi 1992 meneliti mengenai efisiensi tataniaga kayu manis di Kabupaten Kerinci dan korelasi harga jual kayu manis di tingkat petani di Kabupaten Kerinci dengan harga jual di tingkat eksportir di Sumatera Barat. Topik ini diteliti kembali karena perbedaan kurun waktu sekitar 20 tahun sejak tahun 1992 dengan 2012 membuat data yang diteliti tersebut tidak akurat lagi untuk dijadikan sebagai referensi. Mengingat selama jangka waktu tersebut telah terjadi berbagai perubahan, mulai dari perubahan luas lahan, fluktuasi harga, perubahan kebijakan, dan perkembangan sistem pemasaran turut yang mempengaruhi turun naiknya usaha kayu manis ini. Hal ini lah yang melatarbelakangi penulis untuk mengangkat topik ini kembali untuk diteliti. Dalam penelitian analisis tataniaga kayu manis ini akan dilakukan penelusuran jalur distribusi pemasaran yang diawali dari petani, kemudian sejumlah lembaga pemasaran. Penelitian ini menganalisis saluran pemasaran, struktur pasar dan perilaku pasar, margin pemasaran, rasio keuntungan dan biaya, farmer’s share, serta integrasi pasar petani dengan pasar eksportir Padang yang diamati dari pasar yang menjadi lokasi distribusi produk tersebut. 20

III. KERANGKA PEMIKIRAN

3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran teoritis berisi tentang konsep-konsep teori yang dipergunakan atau berhubungan dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Berdasarkan konsep teoritis tersebut akan disusunlah kerangka konsep yang menjembatani peneliti dengan konsep penelitiannya.

3.1.1. Konsep Tataniaga

Tataniaga adalah kegiatan perdagangan yang merupakan penggabungan antara aliran barang-barang dan jasa-jasa dari tingkat produksi sampai ke konsumsi Abbott, 1987. Menurut Kotler 2002, pemasaran adalah suatu proses sosial yang didalamnya melibatkan individu dan kelompok dalam mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Kohls dan Uhl 1990, mendefinisikan tataniaga pertanian merupakan keragaan dari semua aktivitas bisnis dalam aliran barang dan jasa komoditas pertanian mulai dari tingkat produksi petani sampai konsumen akhir, yang mencakup aspek input dan output pertanian. Untuk menganalisis sistem tataniaga dapat dilakukan melalui tiga pendekatan, yaitu: 1. Pendekatan Fungsi The Functional Approach, yang terdiri dari fungsi pertukaran pembelian dan penjualan, fungsi fisik penyimpanan, pengolahan, dan pengangkutan, dan fungsi fasilitas standardisasi, pembiayaan, risiko dan informasi pasar. 2. Pendekatan Kelembagaan The Institutional Approach, yang terdiri dari pedagang perantara, pedagang spekulan, pengolah dan organisasi- organisasi yang memberikan fasilitas pemasaran. 3. Pendekatan Perilaku The Behavioral System Approach. Pendekatan ini merupakan pelengkap dari kedua fungsi di atas, yaitu menganalisis aktivitas-aktivitas yang ada dalam proses pemasaran seperti perubahan dan perilaku lembaga pemasaran. Pendekatan perilaku ini terdiri dari