Dalam penelitian asupan vitamin A tidak terdapat hubungan kemaknaan dengan kebugaran secara statistik. Tidak ditemukan kemaknaan dalam penelitian
ini dimungkinkan terjadinya flat slope syndrome, responden melaporkan asupan makanan yang dikonsumsi terlalu tinggi overestimate terhadap asupan yang
rendah sehingga tidak dapat diketahui pasti rata-rata asupan vitamin A dalam satu hari. Selain itu jumlah sampel dalam penelitian perlu ditingkatkan karena
jumlah sampel yang lebih besar akan memperjelas keberadaan hubungan yang ada antara asupan zat gizi dengan kebugaran. Kemudian, penggunaan desain
studi cross sectional dengan metode food recall-24 jam, berbeda dengan penelitian dengan studi kohort di Pennsylvania, AS dengan metode laboratorium
menyatakan bahwa terdapat kolerasi positif antara β-karoten yang berasal dari
vitamin A dalam darah dengan kebugaran Llyod, 1998. Sehingga memiliki ketelitian yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode yang digunakan dalam
penelitian ini. Karakteristik sampel yang relatif sama jumlah, jenis kelamin dan usia menunjukkan bahwa perbedaan kemaknaan dapat disebabkan oleh
perbedaan metode pengukuran tersebut.
7. Gambaran dan Hubungan Asupan B
1
dengan Kebugaran
Hasil penelitian didapatkan pada rata-rata asupan vitamin B
1
mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta adalah
diantara 0,45 sampai dengan 0,53 mg dengan jumlah variasi asupan vitamin B
1
0,187. Dan asupan vitamin B
1
terendah 0,2 mg dan tertinggi 1,25 mg.
Hasil uji statistik antara asupan vitamin B
1
dengan kebugaran diperoleh Pvalue 0,341. Dengan demikian hipotesis penelitian ditolak, artinya tidak ada
hubungan antara asupan vitamin B
1
dengan kebugaran pada mahasiswi Program Studi Kesehatan Masyarakat. Nilai koefisien korelasi sebesar
–0,099 yang menujukan bahwa hubungan asupan vitamin B
1
dengan kebugaran adalah lemah. Nilai tersebut juga menunjukkan bentuk hubungan antara asupan vitamin B
1
dengan kebugaran adalah negatif yang berarti semakin bertambahnya nilai asupan vitamin B
1
maka akan semakin berkurangnya denyut nadi setelah tes kebugaran yang berarti tingkat kebugarannya semakin bertambah.
Vitamin B
1
thiamin bekerja terutama sebagai koenzim dalam reaksi yang melepaskan energi dari karbohidrat dan dapat meningkatkan daya tahan
dalam melakukan olahraga dengan durasi panjang Hoeger, Hoeger dan Boyle, 2001. Pengaruh terhadap kebugaran sesuai dengan fungsinya sebagai koenzim
dalam mengatur metabolisme glikogen dalam otot William, 2002. Thiamin dan vitamin B lainnya secara signifikan meningkatkan daya tahan kardiorespiratori.
Manore, 2000. B
1
adalah bagian dari sebuah koenzim dikenal sebagai thiamin pirofosfat, yang diperlukan untuk mengubah piruvat ke acetly CoA untuk masuk
ke dalam krebs. Tidak ditemukan kemaknaan asupan B
1
dengan kebugaran dimungkinkan karena rata-rata asupan B
1
dari makanan yang dikonsumsi rendah yaitu rata-rata dalam satu hari sebesar 0,45-0,53 mg dari asupan yang dibutuhkan dalam sehari
yaitu 1,1 mg. Peneliti menganalisis bahwa hubungan yang terjadi antara vitamin B
1
terhadap kebugaran terjadi secara tidak langsung melalui peranannya dalam
proses metabolisme tubuh. Selain itu belum ditemukannya hasil penelitan lain yang menunjukkan vitamin B
1
berhubungan langsung dengan kebugaran. Namun, Brouns,et.al 1989 yang menyatakan bahwa vitamin B menjadi
perhatian khusus pada atlet karena vitamin B membangun reaksi pembentukan energi dalam metabolisme Brouns dan Saris, 1989. Selain itu sebuah penelitian
yang dilakukan pada anak-anak sekolah usia 7-10 tahun di Bangalore, India menunjukkan adanya hubungan bermakna antara kapasitas aerobik dan daya
tahan fisik yang disertai dengan peningkatan status thiamin bersama dengan mikronutrien lain Vaz dkk, 2011.
8. Gambaran dan Hubungan Zat Besi Fe dengan Kebugaran