30
barang yang diminta dengna cara membeli atau memesan, baik dari  produsen  maupun  dari  pedangan  lainnya.  Setelah
terkumpul, barulah dikirimkan kepada pembeli sesuai pesanan. Apabila  barang  telah  dikirim,  penjual  juga  menghadapi
kemungkinan resiko  tidak dibayarnya barang  yang dikirimnya itu. Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kedua belah
pihak,  bank  konvensional  telah  memberikan  jalan  keluarnya, yaitu  fasilitas  letter  of  credit  LC.  Bank  syariah  telah
mengadopsi  mekanisme  LC  itu  dengan  menggunakan  skema al-wakalah,  al-musyarakah,  al-mudharabah,  ataupun  al-
murabahah. c.  Pembiayaan Investasi
Pembiayaan investasi diberikan kepada para nasabah untuk keperluan  investasi,  yaitu  keperluan  penambahan  modal  guna
mengadakan  rehabilitasi,  perluasan  usaha,  ataupun  pendirian proyek  baru.  Melihat  luasnya  aspek  yang  harus  dikelola  dan
dipantau  maka  untuk  pembiayaan  investasi  bank  syariah menggunakan  skema  musyarakah  mutanaqishah.    Dalam  hal
ini, bank memberikan pembiayaan dengan prinsip penyertaan, dan  secara  bertahap  bank  melepaskan  penyertaannya  dan
pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali, baik dengan menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan
menambah  modal,  baik  yang  berasal  dari  setoran  pemegang saham  yang  ada  maupun  dengan  mengundang  pemegang
31
saham baru. d.  Pembiayaan Konsumtif
Pembiayaan  konsumtif  diperlukan  oleh  pengguna  dana untuk  memenuhi  kebutuhan  konsumsi  dan  akan  habis  dipakai
untuk  memenuhi  kebutuhan  tersebut.  Kebutuhan  konsumsi dapat  dibedakan  atas  kebutuhan  primer  dan  kebutuhan
sekunder.  Bank  syariah  dapat  menyediakan  pembiayaan komersil  untuk  pemenuhan  kebutuhan  barang  konsumsi
dengan menggunakan skema berikut ini: al- bai’ bi tsaman ajil
salah satu bentuk murabahah atau jual beli dengan angsuran, al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli, al musyarakah
mutanaqhishah atau descreasing participation, di mana secara bertahap  bank  menurunkan  jumlah  partisipasinya,  ar-Rahn
untuk memenuhi kebutuhan jasa. Sedangkan kebutuhan primer pada  umumnya  tidak  dapat  dipenuhi  dengan  pembiayaan
komersil. Seseorang yang belum mampu memenuhi kebutuhan pokoknya  tergolongan  fakir  atau  miskin.  Oleh  karena  itu,  ia
wajib  diberi  zakat  atau  sedekah,  atau  maksimal  diberikan pinjaman  kebajikan  al-qardh  al-hasan,  yaitu  pinjaman
dengan  kewajiban  pengembalian  pinjaman  pokoknya  saja, tanpa imbalan apapun.
32
g. Produk-produk dalam Pembiayaan Syariah
Dalam  menyalurkan  dananya  pada  nasabah,  secara  garis  besar produk  pembiayaan  syariah  terbagi  kedalam  empat  kategori  yang
dibedakan berdasarkan tujuan penggunaanya, yaitu Karim, 2004:97: 1.  Prisip jual-
beli Ba’i Prinsip  jual  beli  di  laksanakan  sehubungan  dengan  adanya
perpindahan kepemilikan barang atau benda transfer of property. Tingkat  keuntungan bank ditentutkan didepan dan menjadi  bagian
harga atas barang  yang dijual. Transaksi jual-beli dapat dibedakan berdasarkan bentuk pembayarannya dan waktu penyerahan barang,
yaitu sebagai berikut: a.  Pembiayaan Murabahah
Pembiayaan  Murabahah  berasal  dari  kata  “ribhu” keuntungan,  adalah  transaksi  jual-beli  dimana  bank  menyebut
jumlah  keuntungannya.  Bank  bertindak  sebagai  penjual,  dan nasabah  sebagai  pembeli.  Harga  jual  adalah  akad  jual-beli
barang  dengan  menyatakan  harga  perolehan  dan  keuntungan margin  yang  disepakati  oleh  penjual  dan  pembeli  Karim,
2004:113. b.  Pembiayaan Salam
Pembiayaan  salam  adalah  berupa  talangan  dana  yang dibutuhkan  nasabah  untuk  membeli  suatu  barang  atau  jasa
dengan  pembayaran  dimuka  sebelum  barang  atau  jasa
33
diantarkan.  Nasabah  berkewajiban  mengembalikan  talangan dana tersebut ditambah margin keuntungan bank secara mencicil
sampai  lunas  dalam  jangka  waktu  tertentu  atau  tunai  sesuai dengan  kesepakatan.  Bank  memperoleh  margin  keuntngan
berupa  selisih  harga  beli  dari  pemasok  dengan  harga  jual  bank kepada nasabah Wirdyaningsih, 2005:111-1112
c.  Pembiayaan Istishna Pembiayaan  Istishna  adalah  pembiayaan  berupa  talangan
dana yang dibutuhkan nasabah untuk membeli suatu barang atau jasa  dengan  pembayaran  dimuka,  dicicil,  atau  tangguh  bayar.
Nasabah wajib mengembalikan talangan dana tersebut ditambah margin  keuntungan  bank  secara  mencicil  sampai  lunas  dalam
jangka  waktu  tertentu  atau  tunai  sesuai  dengan  kesepakatan. Bank  memperoleh  margin  keuntungan  dari  transaksi  jual  beli
antara  bank  dan  pemasok  dan  antara  bank  dengan  nasabah Perwaatmaja dan Tanjung,2007:78.
2.  Prinsip Sewa Dalam  Syariah  Islam  prinsip  sewa  menyewa  dibedakan
beradasarkan akad, yaitu Ijarah dan Ijarah Muntahia Bit-Tamlik. a.  Ijarah
Menurut Fatwa
Dewan Syariah
Nasional NO.09DSNMUIIV2000,  Ijarah  adalah  akad  pemindahan  hak
guna  manfaat  atas  barang  atau  jasa  dalam  waktu  tertentu
34
melalui pembayaran
sewaupah, tanpa
diikuti dengan
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri. Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat hak
guna,  bukan  perpindahan  kepemilikanhak  milik.  Jadi  pada dasarnya  prinsip  ijarah  sama  saja  dengan  prinsip  jual  beli,  tapi
perbedaanya terletak pada objek transaksinya. Bila pada jual beli objek  transaksinya  barang  pada  ijarah  transaksinya  adalah
barang maupun jasa Karim, 2004:137. b.  Ijarah Muntahia Bit-Tamlik IMBT
Al- Bai’wal Ijarah Muntahia Bit-Tamlik IMBT merupakan
rangakaian  dua  buah  akad,  yakni  akad  al- bai’  dan  akad  Ijarah
Muntahia Bit-TamlikIMBT. Al- bai’ merupakan akad jual-beli,
sedangkan  Ijarah Muntahia Bit-TamlikIMBT  merupakan  akad atau  perjanjian  yang  merupakan  kombinasi  antara  sewa
menyewa  ijarah  dan  jual  beli  atau  hibah  diakhir  masa  sewa. Dalam  Ijarah  Muntahia  Bit-Tamlik,  pemindahan  hak  milik
barang  terjadi  dengan  salah  satu  dari  dua  cara  berikut  ini Karim,2004:149:
1.  Pihak yang menyewakan berjanji akan menjual barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
2.  Pihak  yang  menyewakan  berjanji  akan  menghibahkan barang yang disewakan tersebut pada akhir masa sewa.
35
3.  Prinsip bagi hasil a.  Mudharabah
Bank  dan  nasabah  dapat  melakukan  kerja  sama  dalam mengadakan  suatu  usaha.  Mudharabah  merupakan  salah  satu
upaya  untuk  membiayai  usaha  tersebut.  Dalam  hal  ini,  bank sebagai  pemilik  dana  shahibul  maal  menyediakan  sejumlah
dana  untuk  suatu  usaha  yang  akan  dikelola  oleh  nasabah Mudharib.  Pada  awal  akad,  keduanya  telah  menyepakati
nisbah  yang  akan  dibagikan  dari  hasil  keuntungan  yang diperoleh  dari  usahanya.  Jenis  mudharabah  yang  dapat
digunakan  adalah  baik  mudharabah  muthlaqah  pembiayaan untuk  jenis  usaha  yang  tidak  ditentukan  maupun  mudharabah
muqayyadah pembiayaan untuk jenis usaha tertentu. Perikatan mudharabah ini dapat digunakan untuk pembiayaan modal kerja
dan pembiayaan investasi khusus. b.  Musyarakah
Jenis kerja sama lainnya yang dapat dilakukan antara bank dan  nasabah  adalah  musyarakah,  yaitu  masing-masing  pihak
bank  dan  nasabah  memberikan  kontribusi  dana  untuk  suatu usaha  tertentu  dengan  keuntungan  dan  risiko  yang  terjadi  akan
ditanggung bersama. Aplikasinya dalam perbankan, musyarakah dapat digunakan untuk pembiayaan proyek dan juga pembiayaan
modal ventura Dewi dkk, 2005:169.
36
4.  Prinsip pinjam-meminjam berdasarkan akad qardh Qardh  merupakan  pemberian  pinjaman  oleh  bank  kepada
nasabahnnya  tanpa  adanya  imbalan.  Perikatan  jenis  ini  bertujuan untuk  menolong,  bukan  sebagai  perikatan  yang  mencari  untung
komersil. Oleh karena itu, bank hanya akan mendapatkan kembali sejumlah  modal  yang  diberikan  kepada  nasabah.  Bank  syariah
dapat menyediakan fasilitas ini dalam bentuk berikut ini: a.  Sebagai  dana  talangan  untuk  jangka  waktu  singkat,  maka
nasabah  akan  mengembaliknnya  dengan  cepat,  seperti compensating balance dan factoring anjak piutang.
b.  Sebagai fasilitas untuk memperoleh dana cepat karena nasabah tidak bisa menarik dananya, misalnya karena tersimpan dalam
deposito. c.  Sebagai fasilitas membantu usaha kecil atau sosial.
3. Pembiayaan Usaha Kecil dan Menengah UKM
a. Definisi Usaha Kecil dan Menengah UKM
Usaha mikro merupakan usaha yang dikelola oleh individu atau keluarga  atau  beberapa  orang  yang  belum  memiliki  izin  usaha  secara
lengkap  Nizarul  Alim,  2009:14.  Usaha  mikro  kecil  dan  menengah adalah  usaha  yang  dilakukan  oleh  suatu  perusahaan  dengan  tenaga
kerja  yang  digunakan  tidak  melebihi  dari  50  orang  Sumitro, 2004:168.