Peradaban Masa Hindu–Buddha
199
Kemudian, dua dinasti tersebut dapat dipersatukan dengan pernikahan Rakai Pikatan dari Dinasti Sanjaya yang beragama
Hindu dengan Pramodhawardhani dari Dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Rakai Pikatan memengaruhi istrinya untuk
menuntut hak tahta Dinasti Syailendra dari Raja Balaputradewa adik Pramodhawardhani, sehingga perang saudara terjadi.
Balaputradewa akhirnya kalah dan lari ke Sumatra. Dengan begitu, pemerintahan Mataram kembali dipersatukan di bawah
Dinasti Sanjaya. Hal tersebut membuktikan walaupun rakyat Mataram Kuno berbeda agama Hindu dan Buddha, namun
memiliki toleransi yang tinggi.
Berdasarkan Prasasti Kedu bertahun 907 M yang dikeluarkan oleh Raja Rakai Watuhura Dyah Balitung, dapat diketahui nama-
nama raja yang pernah memerintah Kerajaan Mataram Kuno. Raja-raja itu berturut-turut yakni Raja Sanjaya, Rakai
Panangkaran, Rakai Panunggulan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalang, dan
Rakai Watuhura Dyah Balitung.
Sepeninggal Dyah Balitung, Mataram Kuno mengalami kemunduran dan berturut-turut diperintah oleh raja-raja yang
lemah seperti Daksotama, Dyah Tulodong, dan yang terakhir Dyah Wawa. Raja Dyah Wawa memiliki perdana menteri
sekaligus menantunya bernama Mpu Senduk yang pada akhirnya mengambil alih tahta dan memindahkan ibu kota
kerajaan ke Jawa Timur. Setelah itu, riwayat Kerajaan Mataram Kuno berakhir.
4. Kerajaan Medang Kamulan, Kahuripan, dan Kediri
Seperti telah kamu ketahui, riwayat Kerajaan Mataram Kuno berakhir setelah Mpu Senduk mengambil alih tahta dan
memindahkan ibu kota kerajaan ke Medang Kamulan. Sebagai raja, Mpu Senduk diberi gelar Sri Isyana, sehingga keluarganya
disebut Dinasti Isyana.
Selanjutnya, Medang Kamulan diperintah oleh cucu Mpu Senduk yang bernama Dharmawangsa. Karena ingin menguasai
jalur perdagangan di Selat Malaka, maka pada tahun 1003 Dharmawangsa menyerang Kerajaan Sriwijaya. Namun
serangan tersebut tidak berhasil, bahkan Sriwijaya dapat membalas hingga Kerajaan Medang Kamulan pun runtuh.
Pada saat Medang Kamulan diserang oleh Kerajaan Sriwijaya, salah seorang menantu Dharmawangsa yang bernama Airlangga
berhasil melarikan diri ke hutan bersama pengikutnya yang setia, Narottama. Setelah hidup mengembara di hutan dan
mendapat gemblengan dari para brahmana, pada tahun 1019 Airlangga dinobatkan menjadi raja. Selanjutnya dia
memindahkan ibu kota kerajaan ke Kahuripan. Sampai pada akhirnya, pemerintahan dinasti berakhir.
Dari perjalanan kisah Kerajaan Mataram Kuno, tunjukkan bukti-
bukti adanya toleransi antara umat Hindu dan Buddha
Diskusikan dengan teman semejamu
Tugas Bersama
Di unduh dari : Bukupaket.com
Ilmu Pengetahuan Sosial SMP dan MTs Kelas VII
200
Airlangga meninggal pada tahun 1049 M. Untuk menghindari perang saudara, kerajaan dibagi dua untuk dua putra Airlangga,
yakni Kerajaan Kahuripan dengan ibu kota Janggala dan Kerajaan Kediri dengan ibu kota Daha. Raja Kahuripan adalah
Mapanji Garasakan dan raja Kediri yaitu Sri Samarawijaya. Kemudian, keduanya terlibat perang saudara. Perang saudara
tersebut tampaknya berlangsung hingga bertahun-tahun. Terbukti setelah itu, tidak ada lagi prasasti atau sumber berita
yang menceritakan kedua kerajaan tersebut.
Namun, pada tahun 1116 di Kediri muncul seorang raja bernama Sri Bameswara yang memerintah hingga tahun 1134.
Sri Bameswara kemudian digantikan oleh Raja Jayabaya memerintah hingga tahun 1159 M. Setelah itu, berturut-turut
Kediri diperintah oleh Sri Sarweswara 1159–1170, Sri Aryaswara 1170–1180, Sri Gandra 1181–1182, dan Sri
Kameswara 1182–1185. Tahun 1185, Kertajaya naik tahta menggantikan Sri Kameswara.
Pada masa pemerintahannya, terjadi pertentangan antara dirinya dengan para brahmana. Pertentangan terjadi karena Kertajaya
ingin disembah sebagai dewa, sehingga para brahmana marah dan menganggapnya telah melanggar ajaran agama Hindu yang
mereka anut. Kemudian para brahmana melarikan diri ke Tumapel. Mereka meminta perlindungan kepada bupati
Tumapel yang saat itu dijabat oleh Ken Arok. Ken Arok kemudian melindungi para brahmana dan hal tersebut
membuat Raja Kertajaya murka. Maka pada tahun 1222, Raja Kertajaya pun menyerang Tumapel. Dalam sebuah pertempuran
di Kota Ganter, Raja Kertajaya terbunuh. Peristiwa itu menandai berakhirnya riwayat Kerajaan Kediri.
5. Kerajaan Singasari