124
diandalkan reliabel. Pengujian tingkat kesulitan bertujuan untuk mengetahui kadar kesulitan masing-masing soal, apakah terlalu sulit, sedang, atau terlalu
mudah. Adapun pengujian daya beda soal bertujuan untuk mengetahui apakah soal yang disusun mempunyai daya untuk membedakan siswa yang
berkemampuan tinggi dan rendah atau tidak. Pengembangan produk ini disesuaikan dengan urgensi untuk menyusun
instrumen penilaian pembelajaran Bahasa Indonesia secara komprehensif dan integratif di SMAN 1 Wates sesuai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan, sehingga guru dapat melakukan penilaian secara menyeluruh, tidak hanya mengukur aspek kognitif
siswa saja, melainkan juga aspek afektif dan psikomotorik siswa. Selain itu, guru juga dapat mengukur kompetensi bahasa struktur gramatikal dan kosakata,
kompetensi berbahasa reseptif dan produktif, dan kompetensi bersastra siswa secara bersamaan.
4.1.2 Paparan Hasil Wawancara
Instrumen lain yang digunakan untuk analisis data kebutuhan adalah wawancara. Wawancara dilakukan dengan guru pengampu mata pelajaran Bahasa
Indonesia kelas X SMAN 1 Wates. Pertanyaan yang diajukan sesuai dengan pedoman wawancara yang telah disusun oleh peneliti terlampir. Hasil
wawancara adalah sebagai berikut. Pertama
, pembelajaran Bahasa Indonesia diberikan kepada siswa sesuai dengan tingkat kesulitan aspek kemampuan berbahasa. Guru Bahasa Indonesia di
SMAN 1 Wates menyampaikan materi mulai dari aspek kemampuan menyimak,
125
berbicara, membaca, dan menulis. Kemampuan menulis dianggap sebagai kemampuan bahasa yang paling sulit, sehingga diberikan pada urutan terakhir
setelah ketiga aspek kemampuan berbahasa lainnya. Kedua,
ulangan harian dilakukan selama dua kali dalam satu semester, yaitu sebelum masa ujian tengah semester dan sebelum masa ujian akhir semester.
Pelaksanaan ulangan harian ini juga disesuaikan dengan kalender pendidikan dan situasi kondisi di sekolah.
Ketiga , untuk penyusunan soal ulangan harian, guru mata pelajaran Bahasa
Indonesia menyusun sendiri soal-soal ulangan harian yang akan diberikan kepada siswa. Hal ini disebabkan guru mata pelajaran lebih mengetahui materi-materi apa
saja yang telah diajarkan kepada siswa, sehingga dapat disesuaikan dengan soal- soal ulangan harian yang akan diberikan kepada siswa. Bahan yang sering
digunakan guru dalam menyusun soal adalah teks bacaan. Keempat
, bentuk soal ulangan harian yang disusun oleh guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 1 Wates adalah berupa soal pilihan ganda dan soal
uraian dengan jawaban yang jelas dan lengkap. Dalam menyusun soal ulangan harian baik yang berupa pilihan ganda maupun uraian, guru selalu menggunakan
soal-soal dengan tingkat kemampuan C3 ke atas, atau kemampuan di atas tingkat penerapan.
Kelima , guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 1 Wates
mengujikan tiga sampai empat Kompetensi Dasar dalam sekali melakukan ulangan harian. Penentuan jumlah kompetensi dasar ini disesuaikan dengan
kalender pendidikan serta situasi dan kondisi di sekolah.
126
Keenam , soal-soal ulangan harian yang dibuat terkadang disusun secara
integratif dengan menggabungkan aspek kebahasaan, misal kata penghubung, dalam setiap paket soal ulangan. Dalam beberapa soal ulangan harian, guru juga
mengintegrasikan keterampilan bahasa satu dengan keterampilan bahasa yang lain, misal keterampilan membaca dengan menulis. Kadang, guru menggabungkan
beberapa teori dari pokok materi kompetensi dasar dalam menyusun soal-soal ulangan harian untuk mengetahui kemampuan siswa dalam memahami teori yang
diajarkan. Ketujuh
, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMAN 1 Wates membuat kisi-kisi soal terlebih dahulu sebelum menyusun soal. Format kisi-kisi soal yang
digunakan oleh guru adalah kisi-kisi soal yang terdiri dari kolom Standar Kompetensi-Kompetensi Dasar-Indikator Soal-Bentuk Soal-Nomor Soal.
Kedelapan , guru hanya menentukan jenjang kognitif saja dalam menyusun
kisi-kisi soal harian, sedangkan untuk jenjang afektif dan psikomotorik tidak diperhitungkan. Itu saja jenjang kognitif tidak dicantumkan dalam kolom kisi-kisi
soal. Kesembilan
, guru hanya mencantumkan rubrik penilaian kognitif saja dalam penyusunan rubrik penilaian. Untuk rubrik afektif dan psikomotorik disusun
secara serta merta sesuai dengan kompetensi yang sedang diajarkan. Untuk penilaian afektif, penilaian dilakukan misalnya dengan pengamatan terhadap
kedisiplinan siswa saat diskusi atau saat presentasi. Untuk penilaian psikomotorik, guru menyesuaikan dengan kompetensi dasar
yang diajarkan, jika memang terdapat kegiatan praktik dari siswa yang harus
127
dinilai. Misalnya dalam pembacaan puisi, guru melakukan pengamatan dan penilaian terhadap psikomotorik siswa saat membaca puisi seperti volume atau
kejelasan suara siswa. Kesepuluh
, penilaian afektif dilakukan oleh guru dengan cara mengamati setiap perilaku siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung. Penilaian afektif
dapat juga dilakukan saat pengerjaan tugas di rumah seperti ketepatan waktu atau kedisiplinan dalam mengumpulkan tugas. Namun, tidak ada dokumen untuk
rubrik afektif. Kesebelas
, penilaian psikomotorik dilakukan dengan cara mengamati dan menilai praktek siswa di kelas dengan membuat tabel dengan kolom aspek yang
dinilai dan skor siswa. Namun, tidak ada dokumen untuk rubrik psikomotorik ini. Kedua belas
, pemberian tugas di rumah disesuaikan dengan kompetensi dasar yang diajarkan. Dalam setiap tugas rumah yang diberikan, siswa diminta
untuk mandiri dan aktif. Hasil dari penilaian tugas ini dapat membantu nilai ulangan siswa yang masih berada di bawah KKM.
Ketiga belas , dari setiap hasil penilaian siswa, guru mengatakan hanya
melakukan analisis ketercapaian, ketuntasan disesuaikan dengan KKM, tingkat daya serap, dan tingkat kesulitan butir soalnya. Namun, untuk analisis tingkat
kesulitan butir soal, guru tidak mempunyai dokumennya. Selain itu, guru tidak pernah melakukan analisis untuk validitas, reliabilitas, dan daya beda soal. Untuk
cara menganalisis hasil penilaian dan butir soal disesuaikan dengan pedoman yang telah tersedia.
128
Keempat belas , terkait dengan penyusunan soal sumatif, soal disusun oleh
tim MKKS Musyawarah Kerja Kepala Sekolah. Penyusunan soal sumatif dilakukan dengan menunjuk beberapa guru dari berbagai sekolah secara
bergantian untuk menyusun soal sesuai mata pelajaran yang diampu. Kelima belas
, bentuk soal sumatif yang disusun oleh tim MKKS adalah berupa soal pilihan ganda dan soal uraian dengan jawaban yang jelas dan lengkap.
Penentuan bentuk soal pilihan ganda dan uraian ini disesuaikan dengan waktu pengerjaan soal yang terbatas.
Dari hasil wawancara di atas dapat dilihat beberapa hal yang perlu dikembangkan. Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa guru kurang
memanfaatkan bahan selain teks bacaan dalam menyusun soal-soal. Hal ini mendorong peneliti untuk menyusun soal-soal dengan bahan selain teks bacaan
untuk menyusun soal-soal pembelajaran menulis. Bahan atau materi yang peneliti maksud antara lain gambar urutan peristiwa, gambar urutan sebuah proses alam,
tabel, rekaman pembacaan pantun, dan artikel bergambar dari surat kabar. Dengan bahan-bahan yang bervariatif, diharapkan siswa lebih tertarik dan terdorong
kreativitasnya untuk menghasilkan tulisan yang baik. Bentuk soal ulangan harian yang disusun oleh guru hanya berbentuk pilihan
ganda dan uraian yang menuntut jawaban yang lengkap dan jelas. Soal-soal dengan bentuk pilihan ganda kurang tepat digunakan untuk aspek pembelajaran
menulis karena tidak menuntut siswa untuk menghasilkan sebuah tulisan. Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk menghasilkan soal pembelajaran menulis yang
menuntut siswa untuk menghasilkan tulisan yang sebenarnya, seperti paragraf
129
naratif, paragraf deskripsi, paragraf eksposisi, pantun, dan puisi baru. Bentuk soal yang peneliti susun bervariasi, yaitu soal tertulis, kinerja, portofolio, dan proyek.
Peneliti menyimpulkan dari hasil wawancara tersebut bahwa integrasi soal dengan aspek kebahasaan kurang terlihat. Begitu juga dengan integrasi antara
keterampilan bahasa satu dengan keterampilan bahasa yang lain. Dengan begitu, peneliti terdorong untuk menghasilkan soal-soal pembelajaran menulis dan
mengintegrasikannya dengan beberapa aspek kebahasaan seperti kata berimbuhan gabung, kata ulang, dan EYD. Selain itu, peneliti mengintegrasikan soal-soal
pembelajaran menulis dengan kompetensi dasar keterampilan lain, yaitu membaca, berbicara, dan mendengarkan.
Hasil wawancara dengan guru di atas menunjukkan bahwa penilaian afektif dan psikomotorik belum mendapat perhatian sepenuhnya karena rubrik
penilaiannya pun disusun secara spontan, tidak terdokumentasi layaknya rubrik penilaian kognitif. Nilai-nilai afektif yang ditagih dari siswa juga belum mengacu
pada 18 nilai karakter berdasarkan pedoman pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa di sekolah yang ditetapkan oleh Kemendiknas. Oleh karena
itu, peneliti tertantang untuk menyusun rubrik penilaian afektif secara terstruktur berdasarkan 18 nilai karakter yang ditetapkan oleh Kemendiknas dan juga
menyusun rubrik penilaian psikomotorik dengan aspek-aspek penilaian yang lengkap dan terpercaya.
Selain beberapa hal di atas, peneliti juga terdorong untuk menguji validitas, reliabilitas, tingkat kesulitan, dan daya beda soal-soal yang peneliti susun dan uji
cobakan. Hasil pengujian ini diharapkan dapat membantu dan mendorong guru
130
untuk melakukan hal serupa, sehingga guru dapat memperbaiki soal-soal yang memiliki tingkat validitas, reliabilitas, tingkat kesulitan, dan daya beda yang
kurang baik menjadi soal yang benar-benar terpercaya dan berkualitas.
4.2 Paparan Hasil Validasi Isi Produk Pengembangan