26 siswa dengan guru, dan menumbuhkan suasana yang aktif akan
memberikan nilai lebih pada proses pengajaran. Sehingga hasil belajar siswa akan meningkat.
9 Kompetensi Guru
Keberhasilan hasil belajar akan banyak dipengaruhi oleh kemampuan guru yang profesional. Guru yang profesional adalah guru
yang berkompeten dalam bidangnya dan menguasai materi yang akan disampaikan serta mampu memilih metode belajar yang sesuai dengan
materi dan karakteristik siswanya. 10
Masyarakat Keadaan masyarakat ikut berpengaruh terhadap keberhasilan
pembelajaran. Siswa yang berada dalam masyarakat yang memiliki latar belakang pendidikan yang baik tentunya akan berpartisipasi untuk
meningkatkan prestasi anaknya. Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh faktor dari dalam siswa dan faktor
dari luar siswa. Faktor yang berasal dari dalam siswa meliputi kecerdasan, kesiapan, bakat, kemauan belajar, dan minat. Faktor yang berasal dari luar siswa
meliputi model penyajian materi pelajaran, pribadi dan sikap guru, suasana pengajaran, kompetensi guru, dan masyarakat. Perlu adanya kerjasama dari
berbagai pihak untuk dapat menciptakan proses pembelajaran yang efektif sehingga dapat berpengaruh positif terhadap hasil belajar siswa.
2.1.5 Karakteristik Perkembangan Siswa SD
Setiap siswa memiliki karakteristik atau ciri khas yang berbeda-beda. Hal ini juga berlaku bagi siswa SD. Perbedaan karakteristik ini menyebabkan guru
27 perlu memahami karakteristik perkembangan siswa SD. Pengetahuan tentang
karakteristik siswa menyebabkan proses pembelajaran dapat sesuai dengan kebutuhan siswa sehingga hasil belajar yang dicapai dapat optimal. Piaget 1950
dalam Susanto 2013:77-8, menjelaskan perkembangan kognitif anak mencakup empat tahap yaitu 1 tahap sensorimotor berlangsung pada umur 0-2 tahun, 2
tahap praoperasional yaitu umur 2-7 tahun, 3 tahap operasional konkret yaitu umur 7-11 tahun, dan 4 tahap operasional formal berlangsung mulai umur 11-
15. Siswa SD yang memiliki rentang usia 7-12 tahun berada pada tahap
praoperasional dan operasional konkret.
Pada tahap praoperasional 2-7 tahun, siswa belajar menggunakan dan memahami suatu objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih
bersifat egoisentris menganggap orang lain mempunyai perasaan yang sama dengannya. Siswa juga dapat mengklasifikasikan sesuatu berdasarkan satu ciri
yang sama. Pada tahap ini, siswa belum mampu berpikir logis. Tahap operasional konkret usia 7-12, siswa sudah mampu menggunakan logika yang memadai,
namun masih dalam bentuk benda konkret. Siswa juga sudah mampu menyelesaikan tugas dengan tingkat kerumitan tertentu. Siswa mampu berpikir
sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa-peristiwa yang konkret.
Piaget 1950 dalam Jahja 2011:115, mengemukakan implikasi teori kognitif terhadap pendidikan yaitu proses pembelajaran tidak hanya berorientasi
pada hasil, namun lebih pada proses. Guru harus memahami proses yang digunakan siswa sehingga sampai pada hasil tersebut. Mengutamakan keterlibatan
siswa dalam proses pembelajaran. Pembelajaran lebih berpusat pada siswa. Pengetahuan yang didapat siswa melalui interaksi dengan lingkungan. Guru
28 berperan membimbing siswa untuk mendapatkan pengetahuan. Adanya perbedaan
setiap individu menyebabkan guru perlu memahami karakeristik siswanya. Oleh sebab itu, pembelajaran lebih efektif jika berlangsung dengan membentuk
kelompok-kelompok kecil daripada bentuk klasikal. Mengutamakan peran siswa
untuk saling berinteraksi.
Sumantri 2012:6.3 juga menjelaskan tentang karakteristik siswa SD. Beberapa karakter yang menonjol pada siswa SD seperti suka bermain, senang
bergerak, senang bekerja dalam kelompok, dan senang merasakan atau melakukan sesuatu secara langsung. Guru SD perlu merancang model pembelajaran yang
memungkinkan adanya unsur permainan di dalamnya dan memungkinkan siswa bekerja atau belajar dalam kelompok. Selain itu model pembelajaran yang
digunakan perlu melibatkan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran menyebabkan siswa lebih
memahami materi yang dipelajari.
Guru hendaknya mampu menerapkan model pembelajaran kooperatif yang melibatkan siswa dalam proses pembelajaran. Keterlibatan siswa dalam kegiatan
belajar mengajar
menyebabkan pembelajaran
menjadi menarik
dan menyenangkan. Guru perlu mengakomodasi keragaman antarsiswa sehingga
semua siswa dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan. 2.1.6
Pembelajaran IPA di SD
Susanto 2015:165, menyatakan “IPA merupakan salah satu mata pelajaran pokok dalam kurikulum pendidikan di Indonesia, termasuk pada jenjang
sekolah dasar”. IPA merupakan terjemahan kata dari bahasa Inggris, natural science yang berarti ilmu pengetahuan alam. IPA atau science dapat disebut juga
29 sebagai ilmu tentang alam yakni ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang
terjadi di alam. IPA membahas tentang gejala-gejala alam yang disusun secara sistematis yang didasarkan pada hasil percobaan dan pengamatan yang dilakukan
oleh manusia Samatowa 2011:3.
Susanto 2013:167- 9, menyatakan “hakikat pembelajaran sains yang
didefinisikan sebagai ilmu tentang alam yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan ilmu pengetahuan alam, dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu:
ilmu pengetahuan alam sebagai produk, proses, dan sikap”. Pertama, ilmu pengetahuan alam sebagai produk, yaitu kumpulan hasil penelitian yang telah
ilmuwan lakukan dan sudah membentuk konsep yang telah dikaji sebagai kegiatan empiris dan kegiatan analitis. Bentuk IPA sebagai produk, antara lain: fakta,
konsep, prinsip, hukum, dan teori-teori IPA. Fakta dalam IPA adalah pernyataan- pernyataan tentang benda-benda yang benar-benar ada, atau peristiwa-peristiwa
yang betul-betul terjadi, dan sudah dikonfirmasi secara objektif. Konsep dalam IPA adalah suatu ide yang mempersatukan fakta-fakta IPA. Prinsip dalam IPA
adalah generalisasi tentang hubungan di antara konsep-konsep IPA. Kedua, ilmu pengetahuan alam sebagai proses, yaitu untuk menggali dan
memahami pengetahuan tentang alam. IPA merupakan kumpulan fakta dan konsep, maka IPA membutuhkan proses dalam menemukan fakta dan teori yang
akan digeneralisasi oleh ilmuwan. Proses dalam memahami IPA disebut dengan keterampilan proses sains science process skills adalah keterampilan yang
dilakukan oleh para ilmuwan, seperti mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, dan menyimpulkan. Proses pembelajaran IPA diharapkan mampu mengakomodir
keterampilan proses sains sehingga kemampuan siswa menjadi meningkat.
30 Ketiga, ilmu pengetahuan alam sebagai sikap. Sulistyorini 2006 dalam
Susanto 2013:169, ada sembilan aspek yang dikembangkan dari sikap ilmiah dalam pembelajaran sains, yaitu sikap ingin tahu, ingin mendapat sesuatu yang
baru, sikap kerja sama, tidak putus asa, tidak berprasangka, mawas diri, bertanggung jawab, berpikir bebas, dan kedisiplinan diri. Proses pembelajaran
IPA diharapkan mampu mengembangkan sikap ilmiah siswa.
Peraturan Mendiknas No. 22 dan 23 Tahun 2006 tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan untuk Satuan Pendidikan Dasar SDMI,
menyatakan:
Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah scientific inquiry untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di
SDMI, menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan
proses dan sikap ilmiah.
Sikap ilmiah ini dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan dalam pembelajaran IPA pada saat melakukan diskusi, percobaan, simulasi, dan kegiatan proyek di
lapangan. Pengembangan sikap ilmiah di SD disesuaikan dengan tingkat perkembangan kognitifnya. Sikap ilmiah yang diterapkan bisa dari tahap yang
paling sederhana kemudian meningkat ke tahap yang lebih kompleks. Piaget 1950 dalam Susanto 2015:1
70, “anak usia SD berkisar antara 6 atau 7 tahun sampai 11 atau 12 tahun masuk dalam kategori fase operasional
konkret”. Pada fase ini, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi untuk mengenal lingkungannya. Kaitannya dengan dengan tujuan pendidikan IPA, maka
siswa SD harus diberikan pengalaman serta kesempatan langsung untuk mengembangkan kemampuan berpikir dan bersikap terhadap alam. Siswa SD
31 harus dilibatkan langsung dalam proses pembelajaran. Mereka berusaha untuk
menemukan sendiri pengetahuan melalui sumber belajar yang berada di alam sekitar. Sapriati, dkk 2008:2.3, menyatakan “pengembangan pembelajaran IPA
yang menarik, menyenangkan, layak, sesuai konteks, serta didukung oleh ketersediaan waktu, keahlian, sarana dan prasarana merupakan kegiatan yang
tidak mudah untuk dilaksanakan”. Seorang guru dituntut memiliki kemampuan dan kreativitas yang cukup agar pembelajaran dapat terselenggara secara efektif
dan efisien. Berdasarkan penjelasan mengenai hakikat pembelajaran IPA di SD, dapat
disimpulkan pembelajaran IPA dilakukan melalui pengalaman langsung. Siswa diajak melakukan kegiatan-kegiatan seperti diskusi, percobaan, pengamatan, dan
penyelidikan sederhana. Guru juga sebaiknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan
suatu masalah. Jika guru mampu mengembangkan pembelajaran IPA yang demikian, maka dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa sehingga siswa mampu
berpikir kritis melalui pembelajaran IPA. Siswa tidak hanya mampu memahami materi saja, namun juga dapat mengembangkan sikap ilmiahnya.
2.1.7 Model Pembelajaran Kooperatif