Dapat dilihat dari gambar 4.8, kelas eksperimen dapat memberikan jawaban yang benar dan kesimpulan yang valid. Siswa kelas eksperimen
mampu menemukan nilai dari sudut A, sudut B, dan sudut C. Selain itu kelas eksperimen mampu memberi kesimpulan yang baik. Siswa mampu
menyimpulkan bahwa jika sudut A dan B mempunyai nilai yang sama yaitu 45
° maka segitiganya sama kaki. Dan bila sudut C diperoleh 90° maka segitiganya menjadi segitiga siku-siku sama kaki. Tidak banyak siswa yang
mampu menyimpulkan dengan benar dan teliti. Seperti yang terjadi pada kelas kontrol, siswa hanya mampu memberikan jawaban sebatas segitiga siku-siku
saja. Untuk indikator ini kelas eksperimen dan kontrol sangat jauh berbeda. Persentase rata-rata pada kelas eksperimen 48,89 dan kelas kontrol 27,27.
Selisih rata-rata kemampuan ini adalah 21,62. Selain itu, indikator ini adalah indikator yang paling rendah untuk kelas eksperimen maupun kelas kontrol.
Siswa memang dirasa masih sangat kurang dalam memberikan kesimpulan.
3. Kemampuan menemukan pola dari suatu masalah matematika
Indikator penalaran adaptif yang ketiga terdapat pada soal nomor 4
Soal nomor 4
Cara menjawab kelas eksperimen
Cara menjawab siswa kelas kontrol
Gambar 4.9 Perbandingan Jawaban Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol Pada
Indikator Ketiga
Dapat dilihat dari gambar 4.9, terdapat perbedaan dalam menjawab untuk siswa kelas eksperimen dan siswa kelas kontrol. Soal nomor 4
menugaskan siswa untuk mampu manalarkan pola dari rumus sinus sudut ganda. Siswa kelas eksperimen terlihat mampu menalarkan hubungan antara
informasi yang ia punya dengan perintah pada soal. Saat siswa diberikan soal menemukan sebuah pola, siswa tersebut harus benar-benar sudah menguasai
informasi yang ia punya. Disini, siswa kelas eksperimen lebih memahami tentang rumus sudut ganda dibanding siswa kelas kontrol. Hal ini terjadi
karena siswa kelas eksperimen telah menemukan secara mandiri untuk rumus sudut ganda. Sedangkan kelas kontrol hanya menerima dari guru saja. Ini
mengakibatkan siswa kelas kontrol kurang mampu menalarkan dan mengaitkan informasi tersebut dalam menemukan sebuah pola. Untuk
indikator ini siswa kelas eksperimen memiliki kemampuan lebih tinggi dalam menemukan pola masalah matematika dibanding kelas kontrol.
Nilai tertinggi pada kelas eksperimen adalah 93. Hanya ada 2 siswa pada kelas ini yang mendapatkan nilai 93 dengan skor 14 dari skor tertinggi yaitu
15. Rata-rata skor yang diperoleh setiap butir soal adalah 2 dan 3. Dari 2 orang yang mendapatkan nilai tertinggi tersebut, kesalahan yang dilakukan pada
butir yang sama yaitu pada soal nomor 3. Soal nomor 3 ini adalah untuk mengukur indikator “mampu menarik kesimpulan dari sebuah pernyataan”. Ini
terlihat jelas bahwa kebanyakan siswa memang sangat rendah dalam memberi
kesimpulan dari suatu permasalahan. Kesalahan yang terjadi ada pada kurangnya kemampuan dasar siswa dalam menentukan jenis dan sifat segitiga.
Disamping itu, siswa kurang teliti dalam menentukan besar sudutnya. Untuk nilai terendah pada kelas eksperimen adalah 40. Terdapat 3 orang pada kelas
eksperimen yang mendapat nilai 40 dengan skor 6. Untuk nilai terendah ini, terdapat skor 0 pada masing-masing siswa. Skor tersebut pun berbeda-beda
pada setiap indikator. Nilai tertinggi pada kelas kontrol adalah 80. Terdapat satu orang pada
kelas kontrol yang mendapat nilai tertinggi dengan skor 12. Skor terendah ada pada butir soal nomor 4 yang mendapatkan skor 1, yaitu pada kemampuan
menemukan pola masalah matematika. Hal ini dikarenakan kurangnya informasi yang diketahui dalam pembuktian rumus sehingga siswa tersebut
kurang mampu menghubungkan rumus tersebut dengan pola yang diminta pada soal. Skor terendah pada kelas kontrol adalah 20 dengan jumlah skor 3.
Siswa yang mendapat nilai terendah ini adalah 2 orang. Kedua siswa tersebut menjawab sebanyak 3 soal dengan skor masing-masing 1.
Berdasarkan hasil deskripsi data dapat kita lihat nilai rata-rata skor kemampuan penalaran adaptif matematik siswa kelas eksperimen sebesar
63,80. Hasil ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai rata-rata skor kemampuan penalaran adaptif matematik siswa kelas kontrol yaitu sebesar
47,18. Hal ini sejalan dengan hasil uji hipotesis dimana H
1
diterima. Dengan hipotesis H
1
adalah Rata-rata kemampuan penalaran adaptif matematik siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi dari rata-rata kemampuan penalaran
adaptif matematik siswa pada kelompok kontrol. Kedua hasil ini sesuai dengan teori yang sudah dibahas pada bab II mengatakan bahwa TAPPS dapat
meningkatkan kemampuan analisis dengan cara membantu siswa untuk merumuskan ide-ide, melatih konsep, memahami tahapan-tahapan pokok
dalam proses berfikir dan mengetahui kesalahan dari hasil penalaran seseorang.
2
Dari teori tersebut dapat dikatakan bahwa metode TAPPS mampu
2
Elizabeth F Barkley. Student Engagement Techniques: A Handbook For College Faculty. 2010. USA: PB Printing. P.259