no.10, siswa kesulitan ketika menentukan pasangan sisi yang bersesuaian dari bangun datar dari gambar yang sudah ada, sehingga jika dalam menentukan sisi
yang bersesuainnya keliru, proses perhitungannya pun akan keliru. Indikator kemampuan penalaran siswa dalam memeriksa kesahihan
argumen diwakili oleh no.3 dan 7. Siswa menyatakan bahwa mereka merasa membutuhkan waktu lama untuk memeriksa setiap pernyataan yang diajukan,
sehingga dalam mengerjakan soal, soal-soal dengan indikator kemampuan memeriksa kesahihan argumen mereka akhirkan. Untuk soal no.3 siswa
menyatakan lupa pada sifat-sifat bangun datar sehingga tidak semua bangun datar dapat mereka jabarkan alasannya. Sementara dalam menyelesaikan soal no.7
beberapa siswa belum memahami teorema sudut. Sementara untuk indikator menyajikan pernyataan matematik dalam
bentuk tulisan dan gambar diwakil oleh soal no.5 dan 6. Untuk soal no.5 39 siswa memberikan alasan lengkap, adapun yang lainya sudah dapat memilih
jawaban yang tepat, hanya saja kurang lengkap dalam memberikan alasan.
e. Tahap Refleksi
Tahap refleksi merupakan tahap dimana kegiatan pembelajaran sudah dinilai dan dikoreksi berdasarkan hasil analisis agar diketahui dimana letak
kekurangannya. Pada pertemuan ketiga dan kelima, siswa mengisi jurnal yang berisi
refleksi dari pembelajaran dan temuan kesulitan yang dihadapi siswa dalam menggunakan bahan ajar. Berdasarkan jurnal yang diisi siswa, pada pertemuan
ketiga 100 menyatakan kesulitan menggunakan bahan ajar yang diberikan karena setiap pembelajaran selalu diawali dengan pengajuan masalah. Hal ini
berbanding terbalik dengan pembelajaran matematika yang sudah biasa diterapkan di sekolah sejak kelas VII. Dalam menyelesaikan masalah, siswa merasa tidak
percaya diri menuliskan jawaban dengan cara mereka sendiri. Bahkan ada beberapa siswa yang tidak berani menuangkan jawabannya dalam kolom yang
terdapat pada bahan ajar jika belum dipastikan oleh peneliti.
Beberapa siswa menyatakan bahwa rangkaian pembelajaran yang dilakukan selalu membuat was-was, karena perwakilan siswa harus
mempresentasikan jawabannya. Mereka merasa bahwa pembelajaran seperti ini terlalu bertele-tele dan menghabiskan banyak waktu. Siswa diajak menemukan
konsep dengan
cara sendiri
dengan bantuan
dari peneliti
dan mempresentasikannya, kemudian peneliti membimbing siswa menuju konsep
yang hendak dituju. Kegiatan ini menghabiskan banyak waktu, sehingga ketika siswa diajak berlatih soal-soal dengan konsep matematika yang telah diajarkan,
hanya satu atau dua soal yang berhasil mereka selesaikan. Padahal jika sejak awal peneliti langsung menjelaskan konsep serta contoh soal, mereka tidak akan terlalu
kesulitan dan kebingungan dalam menyelesaikan soal. Tetapi walaupun demikian, siswa merasa pembelajaran yang dilakukan lebih berkesan karena pembelajaran
ini adalah hal baru bagi mereka. Kegiatan yang paling berkesan bagi para siswa adalah mempresentasikan jawaban matematika yang menggunakan bahasa sendiri,
karena mempresentasikan jawaban matematika bukan hal mudah untuk dilakukan seorang siswa kelas IX MTs SA Raudhatut Tauhid.
Selain itu, selama pertemuan berlangsung tidak semua siswa dapat memahami kalimat yang terdapat dalam bahan ajar. Beberapa siswa baru akan
memahami petunjuk bahan ajar maupun soal latihan jika peneliti menegaskan kembali dengan bahasa yang lebih informal sesuai bahasa percakapan sehari-hari.
Pada pertemuan kelima, siswa menyelesaikan kegiatan menemukan konsep garus sejajar dalam segitiga dengan sikap antusias, tetapi tidak mengikuti
perintah pada bahan ajar yang mengharuskan menyelesaikan kegiatan denga teman kelompok yang sudah ada. Beberapa dari mereka ada yang menyelesaikan
hanya dengan teman sebangkunya, dan ada juga yang mengerjakan bersama teman kelompoknya. Ada pula yang mengerjakan secara individu karena merasa
mampu mengerjakannya sendiri. Selain ituada pula yang beralasan jika dikerjakan berkelompok hanya beberapa orang saja yang bekerja, dan waktu lebih banyak
dipakai untuk berdiskusi hal-hal yang tidak penting, sehingga bagi mereka yang sungguh-sungguh ingin belajar, belajar kelompok yang menghabiskan waktu
dengan diskusi tidak penting sangat menjenuhkan.
Hasil jurnal pada pertemuan kelima, sebagian siswa menyatakan bahwa bahan ajar ini menuntut proses berpikir mandiri. Sebelum masuk kelas, mereka
harus sudah belajar terlebih dahulu agar dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Sebagai siswa yang tinggal di lingkungan pondok pesantren dengan jadwal
yang padat mereka harus menyisihkan waktu untuk belajar matematika sebelum pembelajaran dimulai, walaupun hanya sekedar membaca konsep. Respon positif
siswa dari pembelajaran yang telah berlangsung adalah siswa dilatih untuk tampil di muka kelas. Bagi mereka yang tidak terbiasa maju di depan kelas
menyampaikan ide matematikanya, hal ini merupakan tantangan terbesar dalam proses pembelajaran.
Berdasarkan pada pemaparan di atas, maka sebagai bahan pebaikan untuk pembelajaran siklus II, penyajian materi dalam menemukan suatu konsep, pada
bahan ajar akan semakin didekatkan lagi dengan lingkungan agar siswa lebih memahami konsep yang sedang di cari. Penggunaan bahasa yang digunakan
dalam bahan ajar akan tetap menggunakan bahasa formal, karena sudah menjadi ketentuan dalam penyusunan bahan ajar bahwa bahasa yang digunakan harus
memehuhi tata bahasa yang baik dan benar. Adapun jika siswa merasa kurang paham, akan disampaikan kembali secara lisan oleh peneliti. Selain itu,
berdasarkan kegaiatan pengamatan observer, pengelompokkan siswa dalam menemukan konsep dengan matematika informal berubah dari empat orang per-
kelompok menjadi dua orang per-kelompok berdasarkan teman duduk. Kesulitan-kesulitan lain yang dipaparkan siswa berkaitan dengan perasaan
was-was, sulit ketika belajar mengikuti bahan ajar, tidak menjadi perbaikan dalam siklus II karena hal-hal tersebut memang harus dilatih dan dibiaskan. Sudah
menjadi hal yang lazim bagi setiap orang termasuk siswa untuk menyesuaiakan diri dengan hal-hal yang baru di lingkungannya.
1. Tindakan Pembelajaran Siklus II
Tindakan pembelajaran siklus II merupakan hasil refleksi dari pembelajaran siklus I. Hasil tes siklus I menyatakan bahwa nilai rata-rata kelas
yang diperoleh belum memenuhi harapan, sehingga tindakan pembelajaran siklus
II perlu dilakukan.Siklus II berlangsung selama empat pertemuan terhitung sejank tanggal 1 November 2013 sampai 15 Novembar 2013. Materi yang disampaikan
pada pembelajaran siklus II adalah mengenai bangun-bangun datar yang kongruen, sifat-sifat segitiga kongruen, dan menyelesaikan masalah yang
berhubungan dengan kekongruenan segitiga.
a. Tahap Perencanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan siklus II ini adalah menyusun perangkat pembelajaran berbasis pendekatan Pendidikan Matematika
Realistik meliputi Rencana Pelaksanaan Pembelajaran RPP, menyusun bahan ajar, soal tes siklus II kemampuan penalaran matematik siswa yang terdiri dari 10
soal pilihan ganda beralasan, jurnal siswa, lembar observasi aktivitas belajar siswa, lembar catatan lapangan, dan alat dokumentasi.
Sebelum penelitian dilaksanakan, bahan ajar untuk sikulus II terlebih dahulu di validasi oleh pakar, yaitu seorang guru matematika kelas IX, dua dosen
pembembing skripsi, dan tiga dosen dari Jurusan Pendidikan Matematika.
b. Tahap Pelaksanaan
1 Pertemuan pertama bangun-bangun datar yang kongruen
Pertemuan pertama pada siklus II, Jumat,1 November 2013 materi yang dipelajari adalah tentang bangun-bangun datar yang kongruen. Pada pertemuan
pertama di siklus II ini, siswa aktif menemukan konsep kekongruenan. Matematika horizontal diwakili dengan kegiatan siswa mengukur panjang sisi dua
buah ubin dan sebuah buku, mareka sangat antusias melakukan kegiatan yang diminta. Mereka dapat menentukan syarat dua bangun datar kongruen secara
mandiri. Berikut ini adalah gambar kegiatan siswa ketika melakukan proses matematika horizontal dengan cara membadingkan dua buah ubin yang siswa
pijak, dan sebuah buku tulis yang siswa miliki.