I siswa masih banyak meminta bantuan dalam menenukan konsep matematik, pada pertemuan pertama di siklus II siswa sudah dapat menemukan konsep secara
mandiri tanpa bantuan peneliti. Begitu pun pada pertemuan kedua, siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dalam menemukan sifat-sifat segitiga
kongruen. Sedangkan aktivitas siswa pada pertemuan ketiga di siklus II menurun dengan banyaknya bantuan yang diberikan peneliti karena dalam menyelesaikan
masalah yang berkaitan dengan segitiga-segitiga sebangun dan kongruen, hal ini disebabkan karena siswa belum tahu langkah apa yang harus ditempuh.
2. Perbandingan Pencapaian Kemampuan Penalaran Per-Indikator
Tes siklus disusun dengan 10 butir soal pilihan ganda beralasan dan terdiri dari empat indikator kemampuan penalaran matematika, yaitu kemampuan
menyususn bukti, kemampuan menyajikan pernyataan matematik dalam bentuk tertulis dan gambar, kemampuan melakukan manipulasi matematik, dan
kemampuan memeriksa kesahihan suatu argumen. Berikut ini adalah perolehan nilai rata-rata kemampuan penalaran matematika hasil tes pra penelitian, siklus I,
dan siklus II:
Gambar 4.13 Perbandingan Rata-Rata Kemampuan Penalaran Matematik Per-Indikator
Pra-penelitian Siklus I
Siklus II A
15.91 46.97
70.45 B
11.23 78.79
84.84 C
25.5 54.55
53.78 D
9 55.68
55.3 10
20 30
40 50
60 70
80 90
R ata
-r ata
K e
m am
p u
an Pen
al ar
an p
e r-
In d
ikat o
r
Secara umum, terjadi peningkatan rata-rata kemampuan penalaran matematik per-indikator dari sebelum penelitian, siklus I, dan siklus II. Penyebab
rendahnya kemampuan penalaran matematik siswa sebelum penelitian dikarenakan siswa belum terbiasa menyelesaikan soal-soal dengan indikator yang
diujikan. Peningkatan kemampuan yang dapat dijelaskan adalah dari siklus I ke siklus II. Berikut ini adalah rinciannya:
Indikator A yaitu kemampuan dalam menyusun bukti. Pada siklus I rata-rata
indikator A sebesar 46,97, sedangkan pada siklus II naik menjadi 70,45. Peningkatan rata-rata ini disebabkan karena siswa sudah mulai terbiasa
menyelesaikan soal pembuktian. Siswa sudah dapat membedakan teorema- teorema yang dipakai dalam membuktikan sebuah segitiga kongruen.
Indikator B yaitu kemampuan siswa untuk menyajikan pernyataan dalam
bentuk tertulis dan gambar. Rata-rata indikator ini naik dari 78,79 menjadi 84,84. Tipe soal indikator B ini tidak jauh berbeda, sehingga pada saat tes
siklus II siswa belajar dari kesalahan yang mereka buat saat tes siklus I.
Indikator C yaitu kemampuan siswa untuk melakukan manipulasi matematik. Rata-rata indikator ini turun dari 54,55 menjadi 53,78. Pada soal tes siklus
I, kekeliruan yang paling banyak dilakukan oleh siswa adalah dalam mengkonversi satuan dan menentukan pasangan sisi yang bersesuaian dari
gambar bangun datar sebangun, sedangkan pada soal tes siklus II, Kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal no. 4 adalah kebanyakan dari mereka lupa
sifat-sifat jajargenjang, yaitu sisi yang berhadapan adalah sejajar serta penggunaan konsep aljabar dalam menemukan panjang sisi jajargejang. Selain
itu jika pada siklus I siswa keliru dalam mengkonversi satuan, pada siklus II ini kekeliruan siswa terlihat dari bagaimana mengoperasikan bilangan akar
dan bilangan bukan akar. Kekeliruan melakukan manipulasi matematika yang disebabkan oleh kekurangpahaman siswa dalam membaca gambar juga terjadi
lagi pada tes siklus II, selain itu pertanyaan yang diberikan pun lebih kompleks sehingga proses manipulasi matematikanya pun banyak kekeliruan.
Indikator D yaitu kemampuan siswa memeriksa kesahihan argumen. Rata-rata
indikator ini turun dari 55,68 menjadi 55,30. Pada soal tes siklus I bentuk