Tahap Perencanaan Tahap Pelaksanaan

bersesuaian dan sudut yang mengapit kedua sisi tersebut, maka panjang sisi dan sudut lain yang bersesuaian yang terbentuk juga akan sama besar. Sehingga dua segitiga ini dikatakan kongruen. Sifat ini dinamakan s-sd-s.dan saat kalian mengerjakan perintah ketiga, melukis dua segitiga dengan satu sisi dan satu yang bersesuaian, panjang sisi dan besar sudut lain yang bersesuaian juga sama. Sifat ketiga ini dinamakan s-sd-sd, atau sd-s-sd, atau sd-sd-s. Setelah siswa memahami penjelasan dari peneliti, ketika mengerjakan kegiatan II siswa tidak mengalami kesulitan. Jawaban siswa bervariasi, ada yang membuat dua segitiga dengan panjang sisi bersesuaian berbeda, ada yang membuat dua segitiga dengan dua panjang sisi bersesuaian sama, tetapi sudut yang diapit kedua panjang sisi tersebut berbeda, ada pula yang membuat satu sisi yang bersesuaian panjangnya sama, tetapi dua sudut yang lain berbeda ukuran. Berikut ini adalah perbandingan hasil jawaban siswa: Gambar 4.10 Variasi Jawaban Siswa Pertemuan 2 di Siklus II Matematisasi Vertikal Ketika menyelesaikan soal-soal latihan, soal pada bahan ajar no.2 dengan indikator kemampuan penalaran matematik dalam menyatakan pernyataan matematik dalam bentuk tertulis dan gambar, 5 siswa tidak mencoba mengerjakannya, karena mereka merasa bingung menyajikan pernyataan matematik tertulis dalam bentuk gambar. Gambar yang terbentuk dari soal tersebut bervariasi, sesuai dengan selera siswa dalam membuatnya. Gambar 4.11 Variasi Jawaban Siswa Pertemuan 2 di Siklus II Soal Pendalaman No.2 Diketahui ̅̅̅̅ sebuah ruas garis, B titik tengah ruas garis itu, dan g adalah garis yang melalui B dan tegak lurus . ̅̅̅̅̅ Jika D titik pada g maka: a. Lukislah keadaan tersebut b. Buktikan ΔABD ΔCBD 3 Pertemuan ketiga menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kekongruenan dan kesebangunan segitiga Pada pertemuan ketiga, Selasa, 12 November 2013 di siklus II, kegiatan pembelajarannya adalah menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kesebangunan dan kekongruenan segitiga.Pada kegiatan I, siswa tidak dapat memulai pembelajaran karena tidak tahu langkah apa yang harus ditempuh. Berikut ini adalah soal yang disajikan: Kegiatan I: P Q sebuah amplop berbentuk persegi tampak seperti gambar diatas. Jika permukaan amplop tersebut kita namai Persegi PQRS dengan diagonal ̅̅̅̅ dan panjang sisinya 10 cm. ̅̅̅̅ merupakan garis bagi ∠QPR ̅̅̅̅ adalah garis yang membagi ∠QPR menjadi dua sudut yang sama besar yaitu ∠QPT=∠TPR. Hitunglah panjang ̅̅̅̅ Karena siswa tidak dapat menyelesaikan masalah tersebut, maka peneliti menstimulasi siswa dengan memberikan petunjuk untuk menarik sebuah garis dari titik T yang tegak lurus dengan garis ̅̅̅̅. Setelah stimulus diberikan, S20 langsung dapat menemukan segitiga yang kongruen. Bu, garis tegak lurus berarti dia 90 kan ya, kan sudut QPT = sudut TPR, terus ada dua segitiga, segitiga QPT dan segitiga MPT. Itu garis PT punyanya segitiga QPT sama MPT, bearti garis itu sama dong? Peneliti bertanya, segitiga MPT OPT dapet dari mana? Itu Bu, titik potong yang ditarik dari garis T, aku misaliIn titik M. Peneliti menjawab: kalau begitu jawabannya ya, benar. Garis PT selain punyanya si QPT, juga punyanya si MPT. Lalu apa yang dapat kalian simpulkan dari dua segitiga tersebut? R S T S33 menjawab: segitiganya kongruen, Bu. Sudut QPT = sudut MPT, sudut PQT = sudut PMT = siku-siku, terus garis PT punya segitiga QPT = garis PT punya segitiga MPT, berarti kongruen sd-sd-s. Tepat sekali jawaban S33. Peneliti bertanya kepada siwa lain apakah ada yang paham dengan penjelasan S33. Yang memahami soal ini hanya S20 dengan S33, kemudian peneliti menjelaskan kembali apa yang disampaikan S33 di depan kelas.Setelah menjelaskan, peneliti meminta siswa menggunakan konsep kesebangunan segitiga dengan menuliskan perbandingan sisi-sisi bersesuaian dari segitiga yang terbentuk. Pada langkah ini hanya beberapa siswa yang mampu menyelesaikan instruksi dengan cepat. S33 dan S20 berhasil menemukan panjang sisi ̅̅̅̅̅, sehingga dengan konsep kesebangunan, mereka dapat menentukan panjang ̅̅̅̅. Siswa membutuhkan waktu cukup lama untuk bernalar. Melihat potensi S33 dan S20, peneliti meminta mereka untuk membantu temannya yang kesulitan menyelesaikan soal. Ketika menyelesaikan kegiatan II sebagai proses matematika vertikal, siswa tidak bisa menyelesaikan soal karena lupa bagaimana menentukan panjang busur sebuah lingkaran. Lingkaran adalah materi yang telah disampaikan di kelas VIII, tetapi siswa tidak bisa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan lingkaran. Banyak faktor yang dapat menyebabkan siswa lupa pada materi yang telah mereka dapatkan, bisa karena minimnya latihan soal-soal, atau karena pembelajarannya tidak bermakna dan hanya sekedar menghafal rumus. Hal ini adalah salah satu alasan pendekatan matematika realistik perlu diterapkan, karena siswa dituntut untuk menggunakan seluruh potensi matematiknya untuk memecahkan masalah yang diberikan.

c. Tahap Obsevasi

Hasil observasi aktivitas belajar siswa di siklus II jauh lebih baik dari aktivitas siswa di siklus I. Berikut ini adalah hasil observasi aktivitas belajar siswa pada siklus II: Tabel 4.5 Rekapitulasi Aktivitas Belajar Siswa Pada Siklus II No. Rangkaian Pembelajaran P er te m u an ke -1 Pe rt em u an ke -2 Pe rt em u an ke -3 1. Menyelesaikan masalah kontekstual, baik secara mandiri atau berkelompok disesuaikan. 1 1 1 2. Memilih strategi yang paling efektif untuk menyelesaikan masalah. 1 1 1 3. Menyelesaikan masalah dengan cara dan pengalaman mereka sendiri. 1 1 1 4. Beberapa siswa mempresentasikan jawabannya di muka kelas. 1 1 1 5. Merumuskan bentuk matematika informal sesuai pengalaman siswa ke bentuk matematika formal. 1 1 1 6. Menyelesaikan masalah sesuai dengan matematika formal. 1 1 1 Keterangan : 0: Kegiatan tidak dilaksanakan 1: Kegiatan dilaksanakan Selain observasi, catatan lapangan juga dibuat agar proses pembelajaran lebih terkontrol. Berikut ini adalah hasil rekapitulasi catatan lapangan selama siklus II: Tabel 4.6 Rekapitulasi Catatan Lapangan Siklus II Pertemuan Catatan Lapangan 1  Pada pertemuan ini siswa sudah sangat bersemangat dalam melakukan kegiatan I, mengukur 2 ubin dan 1 buku tulis.  Saat kegiatan II siswa juga bersemangat menyebutkan bangun- bangun yang sebangun.  Dalam mengerjakan soal pendalaman, kelas terlihat tenang hanya sedikit siswa yang bertanya. 2  Siswa bingung memahami instruksi kegiatan I, setelah dijelaskan siswa baru mengerti.  Siswa belum bisa menyimpulkan sifat-sifat segitiga kongruen, harus dipandu peneliti.  Pada kegiatan II siswa tidak percaya diri membuat satu contoh bangun datar kongruen yang disertai alasannya, karena jawabannya berbeda dari temannya yang lain.  Di soal pendalaman no.2 siswa ragu-ragu pada jawabannya karena jawabannya berbeda dari temannya. Dan ada siswa yang tidak mengerjakan. 3  Pada pertemuan ini siswa terlihat bingung lagi, padahal di pertemuan sebelumnya sudah aktif. Mungkin karena soalnya susah. Pada siklus II, rangkaian kegiatan pembelajaran sudah bisa dilaksanakan sepenuhnya. Pada pertemuan pertama di siklus II, siswa sangat antusias mengikuti pembelajaran. Hal ini dikarenakan dalam menemukan syarat dua bangun datar dikatakan sebangun, mereka langsung mempraktekkan dengan mengukur dua buah ubin yang mereka pijak dan sebuah buku tulis yang mereka punya. Pada pertemuan pertama tidak ada kesulitan yang dikeluhkan siswa. Sedangkan pada pertemuan kedua, siswa merasa kesulitan menentukan sifat-sifat segitiga kongruen. Siswa sudah tau bahwa dari ketiga gambar yang mereka buat dengan 3 cara hasilnya kongruen. Tetapi siswa belum dapat menuangkan ke dalam bahasa mereka bahwa sifat-sifat tersebut akan membentuk dua segitiga kongruen. Dan pada pertemuan ketiga di sikulus II ini, walaupun rangkaian pembelajaran dilaksanakan seluruhnya, banyak yang pasif dalam menyelesaikan soal. Mereka menganggap soal pertama terlalu sulit untuk mereka. Pada soal kedua yang berhubungan dengan lingkaran, siswa juga tidak bisa mencari jawaban karena lupa bagaimana cara mencari panjang busur sebuah lingkaran. Siswa baru bisa menyelesaikan soal setelah peneliti memberitahu bagaimana cara mecari panjang busur lingkaran. Hal tersebut adalah bukti bahwa pembelajaran selama ini hanya sekedar menghafal rumus. Siswa akan melupakan rumus yang satu ketika bertemu rumus yang lain.

d. Tahap Analisis

Dari hasil tes siklus II, diperoleh nilai tertinggi siswa sebesar 83 dan nilai terendah siswa sebesar 50. Niilai rata-rata kelasnya sebesar 65,59 dengan nilai yang sering muncul 60,3. Sedangkan nilai tengahnya sebesar 64,86, varians sebesar 62,08 dan standar deviasi 7,88. Berikut ini tabel statistik deskriptif hasil tes siklus II agar pembaca lebih mudah dalam membacanya: Tabel 4.7 Statistik Deskriptif Hasil Tes Siklus II Statistik Nilai Nilai max 83 Nilai min 50 Rata-rata 65,59 Modus 60,03 Median 64,86 Varian 62,08 Standar deviasi 7,88 Siswa yang mendapat nilai diatas standar yang diharapkan hanya 21 dari 33 siswa, yaitu sebesar 64. Berikut adalah perbandingan persentase nilai siswa yang telah mencapai kriteria:

Dokumen yang terkait

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 25 307

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 3 307

Penggunaan Bahan Ajar Berbasis Pendekatan Konstruktivisme Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sma Materi Persamaan Lingkaran Di Sma Negeri 90 Jakarta

2 11 246

Penggunaan bahan ajar berbasis pendekatan kontekstual untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematik peserta didik pada materi aljabar di MTsN Tangerang II Pamulang

0 8 307

Upaya meningkatkan kemampuan menulis matematis melalui pendekatan matematika realistik (penelitian tindakan kelas pada siswa kelas III MIN Bantargebang)

3 18 199

PENERAPAN PENDEKATAN REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN MATEMATIK SISWA DI KELAS VII MTS KHADIJAH TANJUNG MORAWA T.A 2015/2016.

0 5 25

PENGEMBANGAN BAHAN AJAR MATEMATIKA BERBASIS PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK (PMR) UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIK SISWA SMP SWASTA MUHAMMADIYAH 2 MEDAN.

0 2 21

UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA MELALUI PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK DI SMP KARYA BUNDA.

2 10 36

PENERAPAN METODE PENDEKATAN REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN PENALARAN Penerapan Metode Pendekatan Realistik Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Penalaran dalam Pemecahan Soal Matematika(PTK Pembelajaran Matematika SMK Negeri

0 0 16

PENERAPAN PENDEKATAN MATEMATIKA REALISTIK UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PENALARAN DAN REPRESENTASI MATEMATIS KELAS V PADA MATERI BANGUN DATAR (Penelitian Eksperimen di Kelas V Kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang).

0 1 34