subsisten whaling. Apakah pola subsistensi tersebut masih berjalan? Dalam ruang kajian pemanfaatan sumber daya, apabila merubah perilaku konsumsi masyarakat
maka merupakan satu hal penting melihat kembali relasi antara masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, menghargai sistem sosiokultur sebuah komunitas
merupakan kemestian. Oleh karena itu penetapan wilayah konservasi harus memperhatikan aspek sosial budaya yang memadai. Kita tentu saja tidak boleh
menutup mata pada salah satunya. Menjaga kelestarian dan keseimbangan alam di satu sisi dan mengakui hak-hak tradisional masyarakat adat di sisi lain tanpa
menkontradiksikan keduanya. Permasalahan yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah bagaimana
program-program kelautan dan konservasi laut mempengaruhi sistem sosiokultur masyarakat tradisional Lamalera? Pertanyaan ini akan dijawab dengan
mengurainya menjadi beberapa pertanyaan yaitu : 1.
Bagaimana sistem sosiokultur masyarakat nelayan Lamalera dalam perspektif ekologi?
2. Sejauh mana terjadi perubahan-perubahan sosiokultur pada masyarakat
nelayan Lamalera sebagai akibat adanya program-program pembangunan kelautan dan konservasi?
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk meluaskan perspektif dalam melihat relasi antara masyarakat lokal dan lingkungan yang akan selalu bergulat dengan
kompleksitas, perbandingan dan perubahan. Perubahan ada di depan sebuah sebuah sistem sosiokultur yang diwariskan. Kombinasi studi antropologi
lingkungan, perubahan dan politik ekologi dilakukan untuk melihat semuanya dalam skala yang lebih luas. Dengan bertahap penelitian ini bertujuan untuk
mengenali sistem sosiokultur masyarakat Lamalera dalam perspektif ekologi dan mengetahui perubahan sosial sebagai akibat terjadinya perubahan pada
infrastruktur material. Tujuan akhir penelitian ini adalah mengkaji sejauh mana kebijakan pembangunan kelautan dan konservasi berpengaruh pada sistem
sosiokultur masyarakat Lamalera.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Konservasi keanekaragaman hayati merupakan sebuah proses yang memberikan implikasi secara sosial dan politik
11
. Oleh karena itu, konservasi tidak bisa dibatasi pada pendekatan teknis tetapi juga dikembangkan dalam
pembahasan ilmu sosial. Ben Orlove meletakkan landasan teoritik untuk kajian- kaijan seperti ini dengan memberikan catatan mengenai perlunya pandangan
politik ekonomi dalam kajian-kajian ekologi Haenn and Wilk 2006: 203. Fakta empiris menunjukkan pengelolaan lingkungan dengan pendekatan teknis telah
menimbulkan banyak konflik dan memicu munculnya persoalan-persoalan yang berdampak buruk terhadap manusia dan lingkungan. Di beberapa negara
berkembang, kerusakan lingkungan kerap diperparah oleh kebijakan lingkungan yang ditetapkan secara sepihak. Pada beberapa kasus seperti deforestasi,
kerusakan lingkungan adakalanya dipicu karena penebangan hutan oleh masyarakat pinggir hutan sebagai manifestasi rasa tidak setuju dan tidak puas
dengan kebijakan pemerintah. Di sisi yang berseberangan, upaya penyelamatan lingkungan dengan menetapkan kawasan perlindungan, suaka alam dan taman
nasional membawa petaka sendiri bagi masyarakat yang telah turun-temurun menggantungkan hidupnya pada lingkungan tersebut. Dilihat sebagai ancaman
bagi keanekaragaman hayati, maka masyarakat lokal dijauhkan dari teritorial tradisional mereka.
Salah satu konsekuensi memasukkan perspektif sosial pada studi ekologi terhadap kajian ekologi manusia adalah memperluas skala kajian dari lokal ke
regional dan global. Konteks lokal diperlukan untuk mengenali sistem sosiokultur sebuah komunitas, mendalami hubungannya dengan lingkungan, mengenali upaya
coping terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada lingkungan biofisik serta mengenali sistem manajemen lingkungan lokal yang dimiliki komunitas
tradisional. Kontek regional dan global perlu ditinjau untuk mendalami kebijakan pengelolaan lingkungan. Kebijakan manajemen sumberdaya sering kali bukan
11
Steven R. Brenchin, et al.
Beyond the Square Wheel: Toward a More Comprehensive Understanding of Biodiversity Conservation as Social and Political Process 2002.
kebijakan yang diinisiasi dari bawah. Hubungan dengan negara maju atau lembaga internasional kerap mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah di
negara berkembang. Perubahan merupakan satu faktor lain yang perlu dipertimbangkan.
Perubahans pada lingkungan bisa melatarbelakangi pembuatan sebuah kebijakan. Begitu pula intervensi pemerintah dalam mengelola lingkungan dapat merubah
pola interaksi antara masyarakat dan lingkungan. Ditingkat lokal, perubahan dapat terjadi pada lingkungan biofisik dan pada cara pemanfaatan lingkungan oleh
masyarakat. Memperhatikan dinamika kehidupan masyarakat lokal diperlukan untuk keluar dari cara pandang lama dalam melihat masyarakat dan
lingkungannya. Penelitian ini dilakukan pada saat pola produksi masyarakat Lamalera berubah, kebijakan konservasi keanekaragaman hayati berkembang dan
masyarakat nelayan Lamalera menolak kebijakan tersebut. Masyarakat Lamalera menolak dijauhkan dari tradisi leluhur, sementara dalam lingkungan internal
mereka melakukan pergeseran-pergeseran kecil yang mendasar dan berbeda dengan sistem sosiokultur warisan leluhurnya.
Penelitian akan diawali dengan tinjauan literatur berupa teori dan fakta empiris mengenai interaksi antara sistem sosiokultur dan lingkungan, perubahan
sosial serta perspektif sosial terhadap konservasi keanekaragaman hayati. Kajian teoritis ini diperlukan untuk menyusun hipotesa pengarah guiding hypotheses
mengenai sistem sosiokultur masyarakat nelayan Lamalera dan reaksi mereka atas pencadangan Laut Lembata dalam zona II wilayah KKPN Laut Sawu.
Pola adaptasi yang dibangun oleh masyarakat Lamalera dengan laut selatan Pulau Lembata serta habitat cetacea yang setiap tahun bermigrasi
melewati Laut Sawu dan sumberdaya ikan-ikan besar lainnya mendapat perhatian dalam studi ekologi manusia terutama pada ragam kajian antropologi lingkungan.
Disiplin ini merupakan cabang ilmu antropologi yang menelaah hubungan antara masyarakat dan lingkungannya dari titik pandang masyarakat setempat the native
point of view Adiwibowo 2007. Secara terarah, penelitian ini merujuk pada salah satu pendekatan dalam ilmu antropologi ekologi yaitu teori ekologi budaya.
Studi ekologi budaya pada masyarakat Lamalera akan dijadikan titik tolak untuk
memahami reaksi masyarakat nelayan Lamalera yang menolak Laut Lembata masuk dalam wilayah konservasi Laut Sawu.
2.1 Teori Ekologi Budaya