Kepemilikan Alat Produksi Social change in fishing community of lamalera (perspectives of sociology, economics and ecology)

penetang dan barter untuk bekal di musim barat. Begitupun dilkukan oleh masyarakat pegunungan.

5.3.2. Ekonomi Kepentingan

a. Kepemilikan Alat Produksi

Tiga alat produksi utama dalam sistem pukat tidak memiliki asosiasi dengan rumah besar. Beberapa alat produksi dimiliki secara perseorangan, ada juga yang dimiliki oleh satu keluarga besar. Kepemilikan oleh keluarga besar memang merunjuk pada hubungan kekerabatan, akan tetapi tidak seluas relasi kepemilikan komunal pada tena laja. Terlepas dari itu, hubungan antara alat-alat produksi dalam sistem pukat dengan rumah besar bisa dikatakan tidak ada sama sekali. Dari tiga alat produksi yaitu pukat, sampan besar dan mesin, maka pukat merupakan alat produksi yang jumlah kepemilikan perseorangannya relatif besar. Untuk jenis pukat kecil, sebagian nelayan memilikinya dari bantuan-bantuan yang pernah ada, sebagian lainnya didapat dengan membeli sendiri dan atau bantuan dari sanak saudara di perantauan. Sedangkan untuk jenis pukat besar, untuk periode pertama datang dari bantuan pemerintah daerah 33 . Kepemilikan jaring pukat bantuan merupakan milik kelompok. Akan tetapi kelompok-kelompok yang dibentuk untuk mendapatkan bantuan nyaris merupakan kelompok-kelompok fiktif yang tidak memiliki pemahaman yang sama terhadap bantuan yang diberikan, maka hampir semua bantuan digunakan baca: dimiliki oleh perseorangan saja. Dari delapan bantuan pukat besar yang diberikan oleh DKP Lembata, hanya satu pukat saja yang dikelola bersama-sama, yaitu oleh kelompok dari desa Lamalera Atas. Hasil yang memuaskan mengundang keinginan nelayan untuk dapat memiliki pukat besar. Menjelang meninggalkan lokasi penelitian, dua orang nelayan membeli sendiri pukat besar ini ke Jakarta. Sementara itu sampan besar kebanyakan dimiliki oleh keluarga inti dan sebagian kecil lainnya milik keluarga besar. Istilah uma juga dilekatkan pada orang-orang yang memiliki perahu sampan. Namun istilah ini secara tegas 33 Bantuan-bantuan alat tangkap yang diterima nelayan Lamalera kebanyakan adalah bantuan atas kepentingan-kepentingan politik. Hal ini dijelaskan dengan datangnya bantuan dari bakal calon dalam pemiliha=n kepala daerah ataupun anggota legislatif. berbeda dengan uma pada tena laja yang merupakan kelembagaan ekonomi yang mengurus pengelolaan hasil produksi secara bersama-sama. Pada perahu sampan, uma hanya menyangkut masalah kepemilikan dan bagian atas milik tersebut, akan tetapi tidak dalam mengelola hasil untuk dibagi secara merata kepada anggota uma lainnya. Hal yang mendasar dalam hak pembagian pada uma di perahu sampan ialah, hasil yang dibagi atau yang menjadi hak uma sebuah perahu sampan yaitu hasil yang diperoleh dari tikam, tidak untuk hasil yang didapat dari pukat. Bagian untuk uma pada sistem pukat tidak terlembaga. Hanya dari kemurahan hati pengelola perahu sampan kadang kala hasil pukat dibagi kepada anggota uma lainnya. Beberapa mesin johnson didapat dari bantuan pemerintah. Sama halnya dengan pukat, bantuan mesin tidak diberikan kepada perorangan melainkan kepada kelompok yang dibentuk tidak dengan basis kekeluargaan. Dalam pengoperasiannya, mesin kelompok dikelola oleh satu orang anggota kelompok saja. Penggunaan yang dalam waktu lama yang nyaris membuat orang lupa bahwa mesin tersebut bukan milik individu yang bersangkutan. Pemanfaaatan individual terhadap bantuan yangdiberikan semakin kuat karena tidak ada pantauan terhadap bantuan yang digunakan. Mesin juga di dapat dari bantuan oleh keluarga di perantauan. Status kepemilikan mesin seperti ini biasanya menjadi milik keluarga besar, tetapi pengelolaannya diserahkan kepada satu orang anggota keluarga. Hasil dari mesin ini diberikan kepada orang tua yang membelikan mesin, dan sebagian dibagi kepada keluarga lainnya. Hampir semua pemilik mesin memiliki perahu sampan, sekaligus memiliki beberapa jaring pukat. Akan tetapi tidak semua pemilik pukat memiliki mesin dan perahu. Oleh karena itu, bagi pemilik pukat yang ingin jaring pukatnya dibawa melaut oleh satu perahu sampan, perlu meminta kesediaan dari tuan perahu. Ada kalanya, agar pukatnya dibawa serta melaut pada satu perahu sampan, pemilik pukat juga ikut menjadi meing di sampan yang bersangkutan. Relasi kerja dalam sistem pukat berbeda dengan relasi kerja yang ada pada sistem tikam terutama ketika berlangsung musim lefa dan rai Lewotobi dan rai Duli. Di tena laja, meing adalah stakeholder. Meing bukan tenaga kerja melainkan pemilik sekaligus orang yang menjalankan alat produksi. Istilah meing pada asalnya tidak yang merujuk pada tenaga kerja yang dipisahkan dengan pemilik moda produksi. Relasi kerja pada sistem ekonomi tradisional orang Lamalera tidak mengenal tenaga kerja atau dengan kata lain, orang yang bekerja dengan orang lain. Melainkan bahwa setiap meing bekerja pada alat produksi milik sukunya. Relasi ini berbeda dengan pukat. Pemilik alat produksi di satu sisi berbeda dengan meing. Setiap alat produksi, baik perahu sampan, mesin atau jaring pukat ada pemiliknya masing-masing. Meing yang tidak memiliki alat produksi dan semata mengandalkan tenaga saja juga ada. Singkat kata pergeseran alat produksi telah menggeser relasi kerja di Lamalera yaitu dengan terbentuknya kelompok pemilik alat produksi dan kelompok pekerja owners-workers. Terbentuknya kelompok-kelompok masyarakat berbasis ekonomi ini sedikit demi sedikit merubah pola perilaku setiap individu dalam hubungan sosial di masyarakat. Hubungan kerja antara meing dengan pemilik perahu sampan bukanlah relasi yang kuat mengikat kedua belah pihak. Meing bisa leluasa untuk berangkat atau tidak berangkat pada waktu-waktu yang diinginkannya. Meing juga bisa berpindah dari satu perahu ke perahu yang lain, apa bila memungkinkan. Keputusan untuk berangkat dengan sebuah perahu sampan cenderung karena ada kecocokan dan rasa nyaman untuk bekerja bersama dengan tuan perahu yang bersangkutan. Antara meing dengan pemilik perahu saling membutuhkan satu sama lainnya. Rasa saling membutuhkan ini mempengaruhi etika perilaku antara keduanya. Keikutsertaan ke laut berpukat tidak selalu dilakukan setiap hari. Pada musim-musim yang baik, setidaknya sehari dalam seminggu meing memilih untuk beristirahat dan tidak melaut. Absen ke laut juga disebabkan karena adanya kegiatan adat yang harus diikuti. Dengan kondisi-kondisi tersebut, maka jumlah meing yang aktif dalam satu masa bisa sangat berfluktuatif. Ada masanya jumlah meing banyak, melebihi jumlah yang dibutuhkan dari setiap perahu. Adakalanya juga jumlah meing sedikit, sehingga tuan perahu harus berusaha mencari dan meminta orang untuk ikut berpukat dalam perahunya. Untuk mempertahankan meing yang memiliki kinerja baik, pemilik perahu harus bisa memperlakukan para meing dengan baik pula sehingga mereka betah untuk berpukat bersama dan tidak pindah ke perahu sampan lain. Meing pun harus bisa menjaga perilaku dan kinerjanya agar ketika jumlah meing yang berangkat ke laut sedang banyak, tuan perahu tetap mengajaknya untuk ikut serta. Ketika jumlah meing banyak, maka pemilik alat tangkap seperti pukat ataupun perahu sampan dan mesin johnson tidak ikut serta ke laut tetapi memberikan kesempatan kepada meing yang tidak memiliki alat tangkap. Sikap ini didasarkan karena ada etika untuk berbagi hasil kepada orang lain.

b. Perubahan Pembagian Hasil