Sistem Kekerabatan Social change in fishing community of lamalera (perspectives of sociology, economics and ecology)

atau ketika mereka mengalami musim paceklik. Perlahan-lahan ritual animisme itu digantikan dengan misa kudus yang dirayakan di pantai untuk memohon berkat atas pekerjaan para pelaut dan dihadiri oleh seluruh umat. Peledang-peledang diberkati dan dihiasi dengan nama-nama orang kudus atau slogan kristiani di haluannya 1986: 46-47. Begitu pula yang dilakukan terhadap batu-batu berhala, dikumpulkan dan dikubur menjadi pondasi bangunan gereja. Pada kenyataannya agama Katolik tidak bisa menggeser keyakinan animisme tersebut. Semua tersisa dalam berbagai praktek sinkretisme. Banyaknya pensakralan, pantangan dan etika-etika dalam berinteraksi dengan alam. Setiap yang terjadi di daratan dan lautan selalu ditafsirkan sebagai reaksi para leluhur atas tindakan-tindakan manusia. Kegagalan dan bencana di laut diyakini sebagai kesalahan yang terjadi di daratan dan sikap-sikap meing yang salah di laut. Sebagaimana para leluhur mengingin satu lefo berada dalam keharmonisan, maka berbagai bentuk ketidakharmonisan dalam rumah besar, antara keluarga, dan dalam masyarakat akan berdampak pada kegagalan di laut. Nilai spiritualitas ini sangat terasa bahkan sampai lebih seabad agama Katolik masuk ke Lamalera. Pemaknaan terhadap laut dan kekayaannya juga mendasar dalam keyakinan orang Lamalera. Salah satu etika adalah haram untuk membuang bagian sisa-sisa potongan ikan yang tidak dimamfaatkan, menjatuhkan ikan termasuk tidak sengaja menjatuhkan. Dalam kasus-kasus seperti ini, bagi kelalaian-kelalaian dalam menghargai hasil ola nua maka mereka harus mengakuinya dihadapan para meing, memohon pengampunan dan memerciki perahu dengan air berkah sebelum bertolak lagi ke laut. Ajaran Katolik hanya bisa menggantikan ritual-ritual animisme dengan peribadatan-peribadatan gereja. Tetapi tidak bisa menyisihkan ketergantungan keyakinan masyarakat nelayan Lamalera terhadap leluhur serta tidak bisa menghilangkan pengharapan dan permohonan masyarakat kepada leluhur untuk penghidupan mereka.

c. Sistem Kekerabatan

Bagi keberlangsungan perekonomian di Lamalera selain tena laja, tenaga manusia menjadi salah satu modal. Untuk menggunakan tena laja, paling sedikit diperlukan 15 orang tenaga laki-laki kuat untuk mendayung dan seorang juru tikam lamafa. Pada masyarakat nelayan pada umumnya, tenaga laki-laki menjadi penting karena pekerjaan di laut merupakan wilayah kerja laki-laki. Begitu pula bagi nelayan Lamalera, sebelum mengenal mesin paling tidak setiap suku memiliki lima belas orang tenaga produktif yaitu sejumlah tenaga meing yang akan mengoperasikan tena laja. Keberadaan mesin bisa mengurangi kebutuhan tenaga kerja ini. Tetapi tidak cukup banyak tenaga kerja yang bisa dikurangi, untuk berangkat lefa misalkan, dibutuhkan sekurangnya tujuh orang meing dan seorang lamafa. Tidak demikian dengan baleo, karena jumlah meing minimal di tena laja berkisar sepuluh hingga dua belas orang. Di banyak daerah di Indonesia, suku merupakan hal prinsip dalam kekerabatan patrilineal 34 Barnes, 1996: 62. Pentingnya laki-laki dalam suku menjadi salah satu indikator dalam sistem kekerabatan patrilineal. Di Lamalera, faktor produksi dijalankan oleh laki-laki. Sistem kekerabatan, aturan perkawinan serta bentuk pranata reproduksi lain dikembangkan untuk mempertahankan keberadaan laki-laki di dalam suku. Tanpa mengesampingkan posisi perempuan, eksistensi suku pada masyarakat nelayan ini berada di tangan laki-laki. Suku dan keluarga besar adalah unit kekerabatan dominan pada masyarakat tradisional. Pranata ini memegang fungsi-fungsi penting dalam pengorganisasian sosial. Pada masyarakat Lamalera banyak kegiatan-kegiatan ekonomi, politik, dan agama dilakukan dalam konteks kekerabatan. Untuk mempertahankan eksistensis suku dan menjalankan aktifitas produksi komunal maka sistem kekerabatan patrilineal dibatasi dengan aturan eksogami suku dan patrilokalitas 35 . Berbeda dengan beberapa masyarakat patrilineal dimana wanita setelah menikah masih tetap menjadi orang luar bagi kelompok patrilineal suaminya karena ia adalah anggota seumur hidup bagi kelompok patrilineal ayahnya, maka di Lamalera wanita menikah menjadi anggota kelompok patrilineal suaminya. Walau tidak sepenuhnya keluar dari 34 Keturunan ditelusuri hanya melalui laki-laki yakni, melalui ayah seseorang, ayah dari ayah, ayah dari kakek, dan seterusnya 35 Eksogami suku yaitu larangan menikah dengan orang di dalam suku atau menikah sesuku. Patrilokalitas yaitu aturan tempat tinggal setelah kawin dimana nikah tinggal dalam rumah tangga si suami. kelompok patrilineal ayah, tetapi ia telah diserahi untuk mengampu tugas-tugas komunal di kelompok patrilineal suaminya. Pada ikatan patrilineal, kontinuitas suku diserahkan pada laki-laki. Oleh karena itu, pewarisan berlangsung dari ayah ke anak laki-laki. Pada masyarakat Lamalera, hal ini bisa diruntut dari awal dimana sebuah rumah besar diwariskan kepada salah seorang anak laki-laki biasanya anak tertua. Hak kepemilikan alat- alat produksi seperti tena laja dan tanah juga diwariskan kepada anak laki-laki.

d. Sistem Nilai dan Norma