Karena berburu dan menikam adalah aktifitas yang kompetitif antar tena laja dalam memperebutkan koteklema ataupun ikan lainnya, maka ini
menjadi alasan bagi setiap pemilik tena laja untuk berusaha memiliki mesin johnson. Akan tetapi karena harga mesin yang cukup mahal bagi masyarakat
Lamalera maka tidak mudah untuk memiliki mesin. Bila tidak karena bantuan dari pemerintah atau dari keluarga yang merantau ke luar daerah, akan sulit
bagi mereka untuk mendapatkan masin johnson. Hal ini pula yang menjadi salah satu jawaban mengapa di kemudian hari banyak tena laja yang tidak
dioperasikan sehingga lapuk karena lama tersimpan di bangsal sampai
akhirnya dibongkar. Tabel 5 menunjukkan beberapa tena laja yang tidak aktif
dan dibongkar karena lama tidak dioperasikan karena tidak ada mesin dan beberapa diantaranya tidak aktif lagi karena kekurangan meing.
c. Menikam Dengan Sampan Besar
Variasi lain penggunaan mesin johnson yaitu dengan memasangkannya pada sampan besar untuk mencari ikan-ikan berukuran sedang di musim lefa.
Untuk berangkat lefa dengan cara seperti ini, jumlah meing dalam sampan tidak terlalu banyak. Lefa bisa dilakukan dengan 4 empat atau 5 lima orang
meing saja. Biasanya sampan besar bisa berangkat lefa tergantung pada ada tidaknya juru tikam dan juru mudi. Orang yang terlibat sebagai meing juga
tidak didasari oleh hubungan kekerabatan, tetapi lebih didasari karena relasi dan kerjasama antar meing dan tuan sampan yang baik. Oleh karena teknik
penangkapan ini yang menggunakan tempuling bambu dan menikam ikan, maka cara yang diikuti untuk mengelola hasil tangkapan dilakukan
sebagaimana pada sistem tikam pada umumnya, yaitu dengan membedakan antara bagian meing, kelompok yang memiliki sampan besar atau uma
biasanya berasal dari satu keluarga kecil, atamola dan bagian khusus untuk lamafa.
5.2 Sistem Pukat
Sistem pukat merupakan sistem produksi baru yang berkembang akhir- akhir ini di Lamalera. Sistem ini telah menggeser sistem tikam yang dilakukan
secara tradisional. Ke depan dengan berkembangnya sistem pukat ini akan banyak terdapat perubahan dari pengelolaan ekonomi secara luas dan berakibat cukup
banyak mempengaruhi kehidupan di Lamalera.
5.2.1 Alat Produksi pada Sistem Pukat
Sistem pukat ditandai dengan tiga alat produksi yang digunakan bersamaan yaitu mesin johnson dan ketinting, sampan berukuran sedang hingga
besar dan jaring pukat. Mesin johnson telah membuka pintu terhadap munculnya perubahan moda produksi. Mesin memainkan peranan penting baik dalam sistem
tradisional tikam maupun pada sistem pukat. Sebagaimana telah diulas sebelumnya, penggunaan mesin johnson di Lamalera didukung oleh karakteristik
lingkungan pesisirnya, demikian juga dengan penggunaan mesin ketinting. Johnson dipasangkan pada sampan besar sedangkan ketinting dipasangkan pada
sampan berukuran sedang. Berbeda dengan mesin johnson yang bisa digunakan untuk tikam dan pukat, ketinting sampai pada saat penelitian dilakukan hanya
digunakan untuk berpukat. Perahu sampan merupakan salah satu alat produksi yang membentuk
sistem pukat. Terdapat tiga kategori perahu sampan di Lamalera yaitu sampan besar berukuran lebar 2 meter dengan panjang 8 meter, sampan berukuran sedang
dengan lebar 1,5 meter dengan panjang sekitar 6 meter, dan sampan kecil atau bero dengan kapasitas 1 atau 2 orang. Keahlian membuat sampan diajarkan oleh
seorang ahli dari FAO. Sebelumnya, selain membuat tena laja, nelayan Lamalaera hanya mengenal sampan kecil yang dibuat dari belahan kayu yang dilobangi
bagian isinya. FAO mengenalkan kepada mereka cara membuat kapal dengan menyusun papan, sehingga tidak menghabiskan banyak kayu, teknik yang
sebenarnya telah mereka lakukan untuk membuat tena laja. Alat produksi lain yaitu jaring pukat. Alat tangkap ini dikenalkan FAO
bersamaan dengan pengenalan terhadap mesin johnson dan teknik menembak koteklema. Sembilan orang nelayan Lamalera dilatih untuk menggunakan dan
memperbaiki jaring pukat. Pengenalan jaring pukat pada nelayan tikam Lamalera berhasil, sehingga hampir setiap rumah tangga memiliki jaring nilon untuk
menangkap ikan terbang dan ikan-ikan karang.
5.2.2 Variasi Penerapan Teknologi Jaring Pukat
Seperti beberapa variasi dalam penerapan teknik tikam atas adaptasi terhadap masuknya mesin johnson, pelaksanaan pukat berlangsung dengan
beberapa cara yang terus berkembang seiring kemampuan nelayan untuk mengoperasikannya serta untuk mendapatkan hasil yang maksimal.
a. Berpukat dengan sampan kecil
Melaut dengan menggunakan sampan kecil atau bero adalah teknik pertama yang dilakukan. Bero menampung satu sampai maksimal tiga orang
meing. Bero tidak menggunakan mesin tetapi digerakkan dengan dayung menggunakan tenaga meing. Daerah tangkapan bero tidak jauh dari pesisir
pantai, dan biasanya nelayan keluar sejalan dengan arah arus, sehingga tidak banyak menyita tenaga nelayan untuk mendayung. Jaring pukat yang dipakai
dengan bero berukuran kecil sehingga bisa dikelola oleh 2 orang meing. Bero pada waktu-waktu tertentu juga biasa digunakan untuk membawa jaring nilon
ikan terbang. Berpukat dengan bero telah dilakukan cukup lama dan biasanya hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan harian keluarga saja. Hasil
tangkapan dengan bero jarang dipertukarkan, sekalipun ada biasanya dilakukan dengan tetangga dekat saja.
Hasil tangkapan dari berpukat dengan bero biasanya ikan-ikan kecil seperti tongkol, cakalang dan tuna serta ikan-ikan karang lainnya. Apabila
bernasip baik, nelayan bisa mendapat pari. Berangkat pukat dengan bero tidak dilakukan sepanjang malam. Meing biasanya keluar sore hari dan kembali
pulang sebelum tengah malam. Apabila hasil yang didapatkan cukup baik, meing akan mebawa pulang hasil dan berangkat melaut lagi.
b. Berpukat dengan johnson dan mesin ketinting