sering kali tidak tertarik dengan keadilan sosial dalam pengelolaan sumberdaya. Sedangkan konservasi kecil merupakan aktivitas konservasi yang dijalankan oleh
masyarakat pribumi, di utara dan selatan, lebih dekat dengan kebudayaan, perilaku, konvensi sosial akan akses sumberdaya serta lebih paham akan fungsi
alam dan komunitas. Konservasi kecil juga mencakup tataran pilihan hidup individu yang bersatu dengan lingkungan, pengetahuan ekologi lokal dan
kemahiran mereka dalam memanfaatkan serta menjaga kestabilan ketersediaan sumberdaya.
Merujuk pada klasifikasi yang dibuat oleh Alcorn, penetapan kawasan konservasi Laut Solor, Lembata dan Alor, termasuk pada konservasi besar yang
digerakkan oleh organisasi internasional. Sementara itu masyarakat nelayan Lamalera memiliki aturan-aturan serta cara pengelolaan sumberdaya sendiri
sehingga tergolong pada konservasi kecil. Dengan mengelompokkan dua konservasi ini, Alcorn juga berusaha menjelaskan bahwa tidak sinergisnya kedua
kelompok ini akan menimbulkan potensi konflik serta mengancam eksistensi konservasi kecil.
Dalam tradisi Barat, ada dua jenis konservasi yang berbeda secara fundamental yaitu konservasi dengan pemamfaatan yang bijak wise use
conservation dan pengawetan preservation. Perbedaan mendasar ini ditengahi oleh konservasi modern yang berbeda dengan wise use conservation serta tidak
melihat alam sebagai komuditas dan berbeda dengan preservation karena tidak menjauhkan alam dari campur tangan manusia Berkes 2008: 233. Konservasi
tradisional sendiri adalah konstruksi sosial masyarakat lokal terhadap alam dan cara mereka dalam memanfaatkannya. Dan konservasi ini memiliki bentuk yang
berbeda pada setiap masyarakat.
2.3.1. Konservasi Sebagai Konstruksi Sosial Konservasi Tradisional
Konservasi tradisional atau konservasi oleh masyarakat asli indigenous conservation merupakan sebutan lain untuk konsep konservasi kecil yang
diutarakan Alcorn. Menggunakan konsep konservasi tradisional berarti melihat masyarakat asli sebagai konservasionis yang memiliki pengetahuan ekologi lokal
dalam memanfaatkan secara bijaksana sumberdaya alamnya. Pengetahuan
ekologis tradisional Traditional Ecological Knowledge –TEK
17
didefinisikan sebagai sekumpulan pengetahuan, praktek, dan kepercayaan, yang berkembang
dengan proses adaptasi dan diturunkan dari generasi ke generasi dengan transmisi kebudayaan, tentang hubungan antar makhluk hidup termasuk manusia satu
dengan lainnya dan dengan lingkungannya. Pengetahuan ekologi tradisional adalah cara untuk mengetahui, ia bersifat dinamis, dibangun di atas pengalaman
dan adaptif terhadap perubahan Berkes 2008: 7. TEK dideskripsikan sebagai pengetahuan
–praktek–kepercayaan yang kompleks. Dalam analisis, beberapa ilmuan menyusun TEK atas beberapa level
yang saling berhubungan Gambar 2.
Gambar 2. Level analisa pada Pengetahuan Ekologi Tradisional
dan Sistem Manajemennya, Berkes 2008. Pertama, terdapat pengetahuan lokal dan empiris mengenai binatang,
tumbuhan, tanah dan lansekap. Pengetahuan di tingkat ini mencakupi informasi mengenai identifikasi spesies dan taksonomi, sejarah hidup, distribusi dan pola
17
Pengetahuan ekologi tradisional berbeda dengan pengetahuan indijenus yang lebih luas cakupannya. Pengetahuan indijenus merupakan pengetahuan yang khas pada masyarakat tertentu.
Pengetahuan indijenus merupakan susunan pengetahuan yang terbentuk secara historis emik dalam proses adaptasi jangka panjang dari sekelompok manusia pada lingkungan biofisik tertentu.
Ellen 1998 secara detail mencirikan pengetahuan indijenus ini sebagai berikut: ia bersiat lokal, ditransmisikan secara oral, merupakan hasil dari pergumulan praktis yang diperkuat oleh
pengalaman dan rangkaian percobaan dan kegagalan, bersifat empiris ketimbang teoritis, repititif, cair dan bisa dinegosiasikan, dimiliki bersama namun terdistribusikan secara asimetris, sebagian
besarnya bersifat fungsional, dan tertanam dalam suatu matrik budaya yang lebih luas dalam Shohibuddin 2003: 9.
World view Social institutions
Land and resource management systems
Local knowledge of land, animals
perilaku. Berdasarkan observasi empiris, semua informasi ini memiliki nilai-nilai survival yang jelas dan dapat diterima lintas budaya. Level analisis kedua yaitu
terdapat sistem manajemen sumberdaya, yang menggunakan pengetahuan lingkungan lokal dan juga mencakup seperangkat praktek, peralatan, dan teknik
yang sesuai. Praktek-praktek ekologis ini memerlukan sebuah pemahaman mengenai proses-proses ekologis, seperti hubungan fungsional antara spesies
kunci dan pemahaman mengenai suksesi hutan. Ketiga, sebuah manajemen sistem tradisional yang disesuaikan dengan institusi-institusi sosial, seperangkat
peraturan dalam pemamfaatan, norma-norma dan kode-kode dalam hubungan sosial. Pada msekelompok masyarakat pemburu, nelayan, petani yang saling
berhubungan, untuk mengekfektifkan fungsi-fungsi ini didukung dengan sebuah organisasi sosial untuk koordinasi, kerjasama dan membuat peraturan. Institusi
sosial mencakup institusi-institusi pengetahuan yang membingkai proses-proses sosial. Level terakhir yaitu pengenalisa pandangan hidup worldview yang
mempertajam persepsi lingkungan dan memberikan arti terhadap observasi lingkungan. Level analisis ini mencakupi agama, etika-etika dan sistem
kepercayaan secara umum. TEK berbeda dengan pengetahuan ekologis barat karena memiliki latar
belakang filosofis dan antropologis, serta berkembang dalam konteks etika dan moral yang tidak membedakan antara alam dengan kebudayaan. TEK merupakan
bagian dari kearifan tradisional masyarakat asli. Keraf 2006: 289 mencirikan kearifan tradisional dengan:
1. adalah milik komunitas yang muncul dalam shared collective, and communal wisdom,
2. juga berarti pengetahuan tradisional, lebih bersifat praksis, atau “pengetahuan bagaimana”: bagaimana hidup secara baik dalam komunitas
ekologis, bagaimana berhubungan secara baik dengan semua isi alam, bagaimana memperlakukan setiap bagian alam dengan baik untuk
mempertahankan kehidupan masing-masing spesies maupun untuk mempertahankan seluruh kehidupan di alam.
3. bersifat holistik karena menyangkut pengetahuan dan pemahaman tentang seluruh kehidupan dengan segala relasinya di alam semesta.
4. memahami bahwa semua aktivitas adalah aktivitas moral. 5. bersifat lokal, karena terkait dengan tempat yang partikular dan konkret.
Kendati tidak memiliki rumusan universal sebagaimana ilmu pengetahuan modern, dia menjadi universal bagi dirinya sendiri.
Pada pelaksanaan konservasi tradisional yang didukung dengan TEK dan mengandung nilai-nilai kearifan lokal, melindungi keanekaragaman hayati berarti
menghindari kerusakan dalam skala besar dan mengkonservasi beberapa jenis keanekaragaman hayati. Konservasi keanekaragaman hayati, hanya dilakukan
pada beberapa jenis, tidak secara keseluruhan, karena pemamfaatan tetap dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan subsistensi. Oleh karena itu, setiap
masyarakat biasanya memiliki aturan-aturan dalam pemamfaatan sumberdaya.
2.3.2. Konservasi Keanekaragaman Hayati Konservasi Modern