membatasi cara pandang pada perspektif lokal semata, tetapi juga memberikan perhatian terhadap tekanan-tekanan dari luar yang mengintroduksir pola hidup
komunitas tradisional.
1.2. Pertanyaan Penelitian
Sistem sosiokultur masyarakat Lamalera dihadapkan pada dua tantangan. Pertama perubahan cara pemanfaatan sumberdaya. Introduksi teknologi telah
menggeser cara masyarakat Lamalera dalam memamfaatkan sumber daya ikan. Dalam perspektif ekologi, baik perubahan teknologi eksploitasi maupun
perubahan pada kondisi lingkungan berpeluang merubah unsur-unsur lain dalam sebuah sistem sosiokultur. Ada dualisme pola pemamfaatan sumber daya di
Lamalera saat ini yaitu pola berburu dan manikam yang biasanya dilakukan pada musim lefa musim ke laut, berlangsung dari bulan Mei sampai Oktober setiap
tahun. Selain itu dilakukan juga dalam saat-saat baleo, yaitu saat mereka melihat koteklema atau lumba-lumba dan jenis paus lain melintas di sepanjang pantai
desanya. Pola baru yang muncul belakangan ini adalah berpukat. Sebagaimana banyak dilakukan oleh nelayan-nelayan di berbagai daerah di Indonesia.
Pemakaian jaring pukat menuntut nelayan untuk keluar melaut malam hari dan biasanya kembali ke daratan pagi harinya. Kegiatan berburu dan menikam masih
dilakukan, tetapi aktivitas berpukat malam telah mendominasi pola produksi para nelayan Lamalera.
Tantangan kedua adalah pencadangan KKPN Laut Sawu. Mungkin terlalu berlebihan bila dikatakan bahwa kebijakan konservasi ini akan menjadi tantangan
antropologis bagi masyarakat lokal Lamalera. Akan tetapi beberapa kasus menunjukan hal serupa itu. Manusia dipandang sebagai ancaman besar terhadap
keberlangsungan keanekaragaman hayati. Ada prasangka bahwa manusia tidak lagi bertahan dengan ekonomi subsisten dan pola konsumsi sudah melebihi yang
dibutuhkan. Prasangka tersebut tidak memandang batas wilayah, maka masyarakat tradisional pun seringkali dilihat sebagai ancaman bagi lingkungan
mereka sendiri yang bernilai biodivesiti tinggi. Perubahan sosial menjadi titik tolak melihat sebuah kebijakan konservasi.
Perburuan paus di Lamalera dibolehkan oleh IWC karena masuk dalam kategori
subsisten whaling. Apakah pola subsistensi tersebut masih berjalan? Dalam ruang kajian pemanfaatan sumber daya, apabila merubah perilaku konsumsi masyarakat
maka merupakan satu hal penting melihat kembali relasi antara masyarakat dan lingkungan. Di sisi lain, menghargai sistem sosiokultur sebuah komunitas
merupakan kemestian. Oleh karena itu penetapan wilayah konservasi harus memperhatikan aspek sosial budaya yang memadai. Kita tentu saja tidak boleh
menutup mata pada salah satunya. Menjaga kelestarian dan keseimbangan alam di satu sisi dan mengakui hak-hak tradisional masyarakat adat di sisi lain tanpa
menkontradiksikan keduanya. Permasalahan yang akan dijawab oleh penelitian ini adalah bagaimana
program-program kelautan dan konservasi laut mempengaruhi sistem sosiokultur masyarakat tradisional Lamalera? Pertanyaan ini akan dijawab dengan
mengurainya menjadi beberapa pertanyaan yaitu : 1.
Bagaimana sistem sosiokultur masyarakat nelayan Lamalera dalam perspektif ekologi?
2. Sejauh mana terjadi perubahan-perubahan sosiokultur pada masyarakat
nelayan Lamalera sebagai akibat adanya program-program pembangunan kelautan dan konservasi?
1.3. Tujuan Penelitian