Kesimpulan Social change in fishing community of lamalera (perspectives of sociology, economics and ecology)

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan

Perubahan pengelolaan ekonomi dan diskursus konservasi adalah dua topik yang menjadi perhatian dalam penelitian ini. Ada perubahan yang cukup berarti dalam usaha memanfaatkan sumberdaya perikanan di Lamalera saat ini yaitu 1 penggunaan mesin pada tena laja, 2 penggunaan alat tangkap pukat yang mempengaruhi intensitas pengoperasian tena laja. Pada tahun-tahun sebelumnya, di musim lefa hampir semua peledang bertolak ke laut untuk berburu. Akan tetapi di musim lefa tahun ini, setiap harinya rata-rata hanya dua tena laja yang berangkat sementara kegiatan nelayan lainnya beralih ke penggunaan pukat pada malam hari. Orang Lamalera pernah berbeda pendapat dalam merespon pengoperasian pukat. Kegiatan berpukat telah mengurangi semangat nelayan untuk menghidupkan lefa. Meskipun khawatir kegiatan ini akan mematikan tradisi lefa tetapi likatelo belum bisa membatasi nelayan berpukat oleh karena pukat adalah salah satu cara bagi nelayan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Alat yang dipakai untuk berpukat sendiri, sampan, pukat, mesin johnson dan minyak adalah milik perorangan. Likatelo tidak memiliki kewenangan untuk mencampuri keputusan pada alat produksi perorangan. Apalagi dengan melihat hasil tangkapan dengan yang diperoleh dari pukat cukup banyak hasil tangkapan pukat yaitu lumba-lumba, pari, hiu, tongkol, tuna, tenggiri, ikan raja dan ikan-ikan ukuran menengah lainnya, maka akan sulit bagi likatelo untuk melarang atau membatasi nelayan Lamalera menggunakan pukat. Sementara itu program ekonomi perikanan berkelanjutan seperti pancing tuna dengan longline dan rumpon yang diperkenalkan WWF juga mengubah arah pengelolaan produksi nelayan Lamalera. Walaupun konservasi di perairan Lamalera dalam Sawu II dan KKLD Solar berhasil ditolak. Tetapi secara konsep program yang dijalankan oleh WWF memberi ruang terbentuknya jarak antara masyarakat Lamalera dengan tradisi tradisional tikam yang diwarisi dari leluhur mereka. Perubahan-perubahan tersebut, baik pukat maupun pancing longline dan rumpon digerakkan oleh pihak luar yaitu FAO, Pemda kabupaten setempat dan WWF. Pukat serta konservasi telah mendesak eksistensi sistem produksi tradisional tikam yang merupakan landasan bagi sistem sosiokultur di Lamalera. Beberapa implikasi sosial terjadi karena pergeseran pola distribusi yang tidak merata dari sistem tikam ke sistem pukat. Dampak pola distribusi yang diuraikan Borras dalam kajian kebijakan lahan 2008 37 dapat ditemukan pada masyarakat pesisir Lamalera. Dua perubahan ini motorisasi dan konservasi telah menimbulkan akibat pada tiga hal yaitu menimblkan stratifikasi dan polarisasi sosial di masyarakat, menghapuskan sistem asuransi sosial dan, menciptakan ketidakadilan. Kesimpulan ini ditegaskan pula oleh Pastor YPB dalam diskusi peneliti dengan beliau. Pastor YPB mengatakan bahwa perubahan sistem hidup komunitas dari tena laja ke bodi johnson adalah awal bagi sejarah tumbuhnya kapitalisme di Lamalera. Dengan perubahan itu, di Lamalera mulai muncul kelompok masyarakat kaya-miskin sedangkan dulu masyarakat sama rata tanpa kelas. Bagi yang punya uang yang bisa memiliki dan membeli mesin johnson dan pukat. Sedangkan yang tidak memiliki akses terhadap alat tangkap tersebut menjadi buruh bagi kerabatnya sendiri. Berikut uraian tiga dampak yang peneliti sebutkan diatas Pertama, dampak terhadap stratifikasi sosial dan polarisasi. Stratifikasi sosial tercipta dengan munculnya kelompok masyarakat pemilik alat tangkap dan kelompok masyarakat yang tidak memiliki alat tangkap. Hal ini tidak ada dalam sistem tikam, karena setiap orang merupakan pemilik dan pekerja di tena laja masing- masing. Pada sistem pukat, pemilik alat produksi di satu sisi berbeda dengan tenaga kerja atau meing. Setiap alat produksi, baik perahu sampan, mesin atau jaring pukat dimiliki individu. Meing merujuk pada tenaga kerja yang semata mengandalkan tenaga dan bukan pemilik alat produksi. Pergeseran alat produksi membangun relasi kerja baru yang terdiri dari pemilik alat dan pekerja owners- workers. Munculnya kelompok-kelompok elit yang baru kelak akan semakin 37 Borras 2008 membagi dampak dari kebijakan lahan berbasis hubungan sosial atas empat tipe yaitu redistribusi, distribusi, non-redistribusi dan rekonsentrasi. Di Lamalera, redistribusi yang berkembang dari sistem pukat menimbulkan pola pembagian hasil yang terkonsentrasi pada pihak- pihak pemilik alat tangkap, terutama pemilik jaring pukat. tajam menjadi polarisasi sosial. Dugaan kuat peneliti ini didukung oleh kondisi alam di Lamalera, dimana panjang pantai untuk menyimpan tena laja dan perahu sampan sangat terbatas sementara kondisi arus, gelombang dan ombak tidak memungkinkan perahu untuk berlabuh di laut. Ketersediaan tempat merupakan syarat untuk memiliki perahu sampan. Oleh karena setiap jengkal pantai telah dimiliki oleh tena laja masing-masing suku, maka peluang memiliki sedikit ruang di pantai untuk menyimpan perahu sampan perorangan sangat kecil. Kedua , menghilangkan jaminan sosial seiring tidak adanya organisasi ekonomi uma alep. Menjadi uma alep atau menjadi anggota sebuah tena laja merupakan cara masyarakat Lamalera untuk menjamin keamanan pangan masyarakatnya secara merata. Hak uma berlangsung seumur hidup, seumur tena laja. Apabila seorang anggota uma mulai tua dan tidak bisa berangkat ke laut, maka ia akan tetap menerima bagian atau haknya selama tenalaja sukunya digunakan. Ataupun bila ditemukan beberapa nelayan yang cacat karena melaut, maka mereka masih tetap bisa mengandalkan haknya pada uma untuk kebutuhan hidup. Hak memakan uma juga akan berlanjut pada keluarga anggota tena laja. Apabila masyarakat Lamalera senantiasa bersenandung dengan pengharapan bisa menikam ikan atau koteklema untuk janda dan anak yatim maka, yang dimaksud adalah uma yang menjadi hak suami atau orang tua para yatim yang telah tiada akan diturunkan dan menjadi penjamin kehidupan bagi janda dan anak yatim tersebut. Ketiga , menciptakan ketidakadilan sosial. Ketidakadilan sosial mulai terlihat karena akses untuk memamfaatkan sumberdaya laut terbatasi oleh kepemilikan alat produksi means of productions atau keberadaan tenaga kerja. Hasil laut yang melimpah tidak dapat dimamfaatkan secara merata melainkan dinikmati oleh kelompok tertentu. Pola produksi baru menimbulkan pola distribusi yang menguntungkan individu atau keluarga pemilik alat tangkap yang merupakan cikal bakal elit-elit baru dalam sistem sosial di Lamalera.

7.2. Saran