Pendekatan Evolusi Multilinear sebagai Landasan Bagi Teori Ekologi

Evolusi universal melihat peristiwa-peristiwa perubahan besar dalam sejarah kebudayaan manusia pada umumnya bersifat universal. Pendekatan ini merupakan warisan dari pemikiran evolusionisme unilinear terutama pemikiran Morgan. Evolusi universal terutama yang dikembangkan oleh Leslie White dan V. Gordon Childe berusaha mempertahankan konsep tahapan kebudayaan dengan menghubungkan tahapan-tahapan tersebut dengan kebudayaan manusia secara keseluruhan Steward 1955: 16. Semua bagian dalam kebudayaan saling berhubungan akan tetapi peran utama dimainkan oleh sistem teknologi Sztompka 2007: 135.

2.1.1 Pendekatan Evolusi Multilinear sebagai Landasan Bagi Teori Ekologi

Budaya Berbeda dengan evolusi unilinear dan universal, evolusi multilinear secara umum memandang evolusi sebagai suatu gejala yang hanya mempunyai pertalian dengan suatu kebudayaan tertentu, atau setidak-tidaknya pada suatu tipe kebudayaan tertentu Wertheim 2007: 16. Tidak semua unsur kebudayaan mengalami perkembangan yang sama. Ada unsur-unsur kebudayaan yang berkembang sejajar di dunia, dan ada pula yang tidak. Proses-proses evolusi kebudayaan tergantung dari lingkungan-lingkungan ekologi tertentu, ada unsur- unsur dalam kebudayaan-kebudayaan yang berevolusi seragam, sehingga proses evolusi ini disebut multilinear Koentjaraningrat 1990: 116. Evolusi meliputi semua kesatuan kultur konkret. Setiap kultur atau setiap aspek kultur tertentu berkembang secara berbeda dan mengikuti mekanisme sendiri. Karena itu evolusi harus dianggap bersifat multilinear menurut dua arti. Pertama, dari sudut antar- masyarakat: evolusi di berbagai masyarakat mengikuti jalan yang berbeda karena menghadapi kondisi yang berbeda. Kedua, dari sudut masyarakat tertentu: evolusi berbagai bidang kehidupan sosial kultur, ekonomi, politik, dan sebagainya mengikuti jalan dan mekanisme yang berbeda. Penyebab perubahan evolusioner bermacam-macam, namun ada beberapa faktor mendasar yang lebih umum. Faktor tekno-ekonomi berperan strategis dalam setiap masyarakat Sztompka 2007:136. Multilinear evolution yaitu proses-proses perkembangan yang berjalan lambat dari kebudayaan-kebudayaan yang berlainan dan yang hidup dalam lingkungan yang berbeda-beda, tetapi yang secara garis besar menunjukkan persamaan dalam proses-proses evolusi kebudayaan manusia dalam unsur-unsur primernya, tetapi menunjukkan perbedaan besar dalam unsur-unsur sekundernya Koentjaraningrat 1990: 130. Tujuan utama teori evolusi ini justru untuk memberi penjelasan mengenai gejala keaneka-ragaman kebudayaan evolusi setiap kebudayaan khusus dari tipe kebudayaan dijelaskan dalam artian peningkatan penyesuaian suatu kebudayaan pada lingkungan alamnya Wertheim 2007: 16. Perhatian utama kelompok ilmuan multilinear ditujukan pada unsur-unsur kebudayaan yang bersifat khusus. Dalam pandangan yang menyeluruh, semua aspek kebudayaan secara fungsional saling tergantung. Derajat ketergantungan antara semua aspek tidak sama satu dengan lainnya. Dalam hal ini, Steward mengembangkan konsep inti budaya, yaitu serangkaian unsur-unsur yang berkaitan erat dengan aktivitas subsistensi dan pengelolaan ekonomi. Inti budaya melingkupi pola-pola politik, sosial dan keagamaan yang ditentukan secara empiris memiliki hubungan yang dekat dengan pengelolaan ekonomi. Unsur-unsur kebudayaan lain lebih beragam sifatnya karena tidak begitu erat terikat dengan inti. Unsur-unsur yang sekunder itu agak banyak ditetapkan oleh faktor-faktor kultural historis – dengan inovasi secara acak atau dengan difusi – unsur-unsur ini memberikan perbedaan wajah berbagai kebudayaan yang berinti sama. Berdasarkan analisis empiris telah dibuktikan bahwa unsur-unsur yang paling erat hubungannya dengan pemanfaatan lingkungan menurut cara-cara kebudayaan merupakan pusat perhatian ekologi kebudayaan Steward 1955: 37. Koentjaraningrat 1997: 2 menjelaskan konsep kebudayaan dengan memecahnya menjadi unsur-unsur kebudayaan universal yang pasti bisa ditemukan disemua kebudayaan di dunia mulai dari masyarakat kecil di daerah terpencil sampai ke masyarakat perkotaan yang besar dan komplek. Unsur-unsur universal itu, yang sekalian merupakan isi dari semua kebudayaan yang ada di dunia ini, adalah: 1 sistem religi dan upacara keagamaan, 2 sistem dan organisasi kemasyarakatan, 3 sistem pengetahuan, 4 bahasa, 5 kesenian, 6 sistem mata pencarian hidup, 7 sistem teknologi dan peralatan. Urutan susunan unsur kebudayaan tersebut dibuat berdasarkan tingkat kesulitannya berubah karena pengaruh kebudayaan lain, walaupun tidak berlaku mutlak. Merujuk pada uraian Koentjaraningrat mengenai konsep inti kebudayaan ini maka yang termasuk pada kategori inti kebudayaan adalah unsur-unsur kebudayaan primer seperti unsur politik, sosial dan keagamaan. Ekologi budaya memberikan perhatian utama untuk unsur-unsur tersebut yang dalam analisis empiris menunjukkan keterlibatan yang paling dekat dengan pemanfaatan lingkungan dengan cara-cara budaya yang ditentukan Steward 1955: 37. Adaptasi memiliki peran penting untuk melihat proses perkembangan kebudayaan yang sangat beragam. Dari variasi perkembangan sistem sosiokultur yang banyak, tampak beberapa proses perkembangan yang sejajar. Kesejajaran ini terutama tampak dalam beberapa unsur kebudayaan yang universal atau unsur primer, seperti sistem mata pencaharian hidup, organisasi sosial, dan sistem religi. Unsur-unsur kebudayaan lain yang tidak primer, seperti teknologi sistem pengetahuan dan kesenian, tidak akan menampakkan evolusi sejajar dalam berbagai kebudayaan Koentjaraningrat 1990: 125 Sebagai penggagas pendekatan ekologi budaya, Steward memfokuskan perhatiannya terhadap adaptasi kebudayaan pada kondisi lingkungan yang spesifik. Teori kultural ekologi, dikembangkannya dari penelitian yang dilakukannya pada masyarakat berburu dan meramu Shoshone, di Amerika Utara. Dalam penelitian tersebut Steward menemukan bahwa adaptasi ekologi telah memainkan peranan signifikan pada susunan kebudayaan masyarakat Shoshone. Steward juga menjelaskan kehadiran sejumlah aspek struktural dari kebudayaan Shoshone dalam terminologi sumberdaya yang ada untuk mendukung kehidupan habitat semi gurun yang sangat miskin. Rambo 1981 menyimpulkan bahwa pada etnografi terbaik Steward yang pernah dipublikasikan tersebut, tingkat kepadatan penduduk yang rendah, angka pengusiran populasi yang tinggi, organisasi keluarga kecil yang dipadu dengan pola-pola tempat tinggal yang fleksibel, kekurangan daerah pemukiman, serta kekurangan pemimpin yang kuat, semua faktor tersebut merefleksikan ketidakmampuan teknologi masyarakat Shostone yang sederhana untuk mengambil persediaan makanan yang besar dan stabil dari sumberdaya yang sangat tipis tersebar dan sporadis dari lingkungan mereka yang kering dan gersang. Dalam pandangan Steward, tidak semua aspek dari budaya Shoshone dapat dijelaskan dalam terminologi ekologi – banyak dari ciri-ciri pembawaan mereka yang ditunjukkan sebagai hasil dari penyebaran kebudayaan yang sederhana dan secara kebetulan, tetapi hal itu hanya pada beberapa elemen, yang ia beri nama sebagai inti budaya. Rambo mengatakan, secara khusus Steward menentukan bahwa teknologi, ekonomi, populasi dan organisasi sosial sepertinya adalah bagian dari inti kebudayaan. Untuk menjelaskan unsur- unsur “inti kebudayaan”, Steward menguraikan bahwa kesalingterhubungan aspek-aspek kebudayaan pada masyarakat tidak sama tingkat dan macamnya. Untuk itu perlu mengisolasi aspek-aspek tertentu dari kebudayaan, dimana hubungan aspek kebudayaan tersebut dengan lingkungannya secara fungsional terlihat sangat eksplisit. Biasanya aspek itu bersifat peripheral, di pinggiran inti kebudayaan seperti aspek tekno-ekonomi. Hubungan pola-pola kebudayaan dengan organisme lingkungan hidup sangat kentara. Bila inti kebudayaan itu meliputi pola-pola sosial, politik dan agama yang secara empiris mempunyai hubungan erat dengan penyusun-penyusunnya, maka ekologi kebudayaan memusatkan perhatian pertama-tama pada unsur-unsur yang dari analisis empiris telah terbukti paling erat bersangkutan dengan pemanfaatan lingkungan menurut cara-cara yang dipastikan secara kebudayaan Laksono 2000. Dalam bukunya ‘Evolution and Ecology’ 1977, Steward mengatakan bahwa lingkungan itu sangat ditentukan oleh bagaimana organisasi produksi masyarakat dilaksanakan. Artinya, bahwa tindakan sosial ekonomi masyarakat terhadap sumberdaya alam sangat ditentukan oleh bagaimana pola-pola konsumsi dan kebutuhan akan barang dan jasa oleh masyarakat tersebut Lobja 2003. Dalam hal ini Steward cenderung untuk memberikan penekanan terhadap hubungan antara teknologi dan lingkungan dalam model ekologi kebudayaannya. Penelitian ini mengacu pada pemikiran Steward yang dipandang sebagai ilmuan sosial pertama yang memulai kajian yang mengaitkan antara manusia dengan alam. Dalam buku Theory of Cultural Change 1955, Steward mengembangkan perspektif ekologi budaya dengan memberikan penekanan pada teknologi. Sifat inti budaya akan ditentukan oleh teknologi dan pengelolaan sistem ekonomi produksi. Adapun metode yang dikembangkan dari teori ekologi budaya ini mencakup tiga aspek atau prosedur dasar untuk dianalisa. Pertama, menganalisa hubungan antara teknologi produksi atau teknologi eksploitasi dengan lingkungan. Teknologi eksploitasi mencakup budaya material dalam suatu masyarakat. Tidak semua budaya material sama pentingnya. Dalam masyarakat primitif, peralatan-peralatan subsistensi menjadi hal yang mendasar seperti senjata serta peralatan berburu dan memancing, alat penampung hasil tangkapan, serta peralatan transportasi yang digunakan di darat dan di laut. Sementara itu bagi masyarakat yang lebih berkembang, pertanian, teknik peternakan dan bangunan menjadi hal yang utama. Lain halnya, bagi masyarakat industri dimana modal, pengelolaan kredit dan teknik perdagangan merupakan hal mendasar. Menurut Steward, masyarakat yang sederhana lebih terkondisikan oleh lingkungan dari pada masyarakat yang lebih maju. Kondisi lingkungan tergantung pada kebudayaan. Kebudayaan-kebudayaan yang relatif sederhana akan lebih terkondisikan oleh lingkungan dari pada kebudayaan yang lebih maju. Secara umum iklim, topografi, tanah, hydrografi, tutupan vegetasi, dan fauna adalah krusial, tetapi beberapa kondisi lingkungan mungkin lebih penting mempengaruhi kebudayaan dari pada lainnya. Kedua, menganalisa pola perilaku manusia dalam mengekploitasi lingkungannya dengan teknologi tertentu. Beberapa pola subsisten menentukan batasan yang sangat sempit pada moda kehidupan sementara yang lain memberikan ruang yang lebih leluasa. Sementara penggunaan teknik tidak semata tergantung pada sejarah budaya penemuan perangkat teknologi dan difusi yang membuat metode itu memungkinkan tetapi juga ditentukan oleh lingkungan, hewan dan tumbuhannya. Pola ekploitasi ini tidak hanya tertuju pada kegiatan memproduksi makanan dan peralatan secara langsung tetapi termasuk juga didalamnya fasilitas yang digunakan oleh masyarakat tersebut untuk mendistribusikan makanan dan sumberdaya. Dua prosedur sebelumnya dilakukan dengan tujuan untuk memahami hubungan teknik-teknik produksi elemen-elemen kebudayaan lainnya. Pola perilaku dalam pemanfaatan sumberdaya mempengaruhi aspek-aspek kebudayaan lain. Dari metode yang dikembangkan ini terlihat jelas bahwa Steward memberikan penekanannya terhadap aktivitas produksi yang mempengaruhi sebuah kebudayaan sebagai sebuah masalah empiris.

2.1.2 Penerapan dan Pengembangan Teori Ekologi Budaya serta Beberapa Kritik