Animisme dan Agama Gereja

b. Animisme dan Agama Gereja

Masyarakat Lamalera seluruhnya beragama Katolik. Misionaris pertama dikirim ke Lamalera pada tahun 1627, namun tidak ada catatan yang memadai mengenai misi ketika itu. Pertumbuhan misi Katolik di Lamalera ditandai dengan beberapa peristiwa penting yaitu pertama membaurnya misi Katolik dalam kehidupan masyarakat Lamalera ketika dilakukan pemandian pembabtisan terhadap masyarakat dan anak-anak pada pada 8 – 9 Juni 1886 di Lamalera Bawah dan pada Lamalera Atas. Kedua dikirimnya Pater Bernhard Bode SVD sebagai pastor pertama di Lamalera pada 25 September 1920, yang mana pada masa kepemimpinan pastor Bode didirikan gereja di Lamalera. Dan dibukanya sekolah Katolik pertama di Lamalera sekaligus pertama di Lembata pada tahun 1913 di bawah pimpinan Pastor Hoeberechts SY Beding SVD, 1986. Sebelum Katolik masuk, masyarakat Lamalera adalah penganut animisme yang mengagungkan para leluhur mereka. Wujud tertinggi dalam keyakinan animisme Lamalera ad alah ”Ama Lera Wulan” Bapak Matahari dan Bulan dan ”Ina Tanah Ekan” Ibu Tanah dan Bumi yang diyakini sebagai pengatur, pemberi dan penata hidup manusia Helan 2006: 16. Arwah para leluhur mereka dipandang sebagai perantara antara manusia dengan wujud tertinggi. Meski mengakui eksistensi Tuhan sebagai wujud tertinggi, tetapi manifestasi kepecayaan terhadap kekuatan-kekuatan para leluhur lebih terasa di Lamalera. Arwah leluhur hadir dalam setiap permohonan, dalam menghadapi bencana dan kemalangan, terutama dalam hal penghidupan ola nua. Keberhasilan dan keselamatan atas pekerjaan mereka di laut diserahkan kepada penjagaan oleh nenek moyang. Agama Katolik merombak kepercayaan animisme di Lamalera secara perlahan-perlahan dengan menggantikan ritual-ritual animisme yang biasa dilakukan sebelum berangkat ke laut dengan misa kudus. Hal ini sebagai mana tuliskan Pastor Alex Beding SVD, menurut kebiasaan orang yang mati dikuburkan di antara rumah-rumah. Sesudah beberapa lamanya keluarga keluarga mengangkat tengkorak si mati itu dan meletakkan bersama tengkorak-tengkorak para leluhur dalam rumah kecil yang disediakan oleh tiap sukukeluarga. Pada waktu tertentu tengkorak-tengkorak itu dicuci atau dimandikan dalam suatu upacara, misalnya bila tiba musim bagi peledang-peledang untuk keluar ke laut menangkap ikan, atau ketika mereka mengalami musim paceklik. Perlahan-lahan ritual animisme itu digantikan dengan misa kudus yang dirayakan di pantai untuk memohon berkat atas pekerjaan para pelaut dan dihadiri oleh seluruh umat. Peledang-peledang diberkati dan dihiasi dengan nama-nama orang kudus atau slogan kristiani di haluannya 1986: 46-47. Begitu pula yang dilakukan terhadap batu-batu berhala, dikumpulkan dan dikubur menjadi pondasi bangunan gereja. Pada kenyataannya agama Katolik tidak bisa menggeser keyakinan animisme tersebut. Semua tersisa dalam berbagai praktek sinkretisme. Banyaknya pensakralan, pantangan dan etika-etika dalam berinteraksi dengan alam. Setiap yang terjadi di daratan dan lautan selalu ditafsirkan sebagai reaksi para leluhur atas tindakan-tindakan manusia. Kegagalan dan bencana di laut diyakini sebagai kesalahan yang terjadi di daratan dan sikap-sikap meing yang salah di laut. Sebagaimana para leluhur mengingin satu lefo berada dalam keharmonisan, maka berbagai bentuk ketidakharmonisan dalam rumah besar, antara keluarga, dan dalam masyarakat akan berdampak pada kegagalan di laut. Nilai spiritualitas ini sangat terasa bahkan sampai lebih seabad agama Katolik masuk ke Lamalera. Pemaknaan terhadap laut dan kekayaannya juga mendasar dalam keyakinan orang Lamalera. Salah satu etika adalah haram untuk membuang bagian sisa-sisa potongan ikan yang tidak dimamfaatkan, menjatuhkan ikan termasuk tidak sengaja menjatuhkan. Dalam kasus-kasus seperti ini, bagi kelalaian-kelalaian dalam menghargai hasil ola nua maka mereka harus mengakuinya dihadapan para meing, memohon pengampunan dan memerciki perahu dengan air berkah sebelum bertolak lagi ke laut. Ajaran Katolik hanya bisa menggantikan ritual-ritual animisme dengan peribadatan-peribadatan gereja. Tetapi tidak bisa menyisihkan ketergantungan keyakinan masyarakat nelayan Lamalera terhadap leluhur serta tidak bisa menghilangkan pengharapan dan permohonan masyarakat kepada leluhur untuk penghidupan mereka.

c. Sistem Kekerabatan