Karakteristik Biji Jagung KESIMPULAN DAN SARAN

Ukuran grits jagung lokal Kodok yang lolos ayakan 5 mesh yang dihasilkan oleh semua tipe peralatan selalu lebih banyak daripada grits jagung hibrida P21. Hal tersebut diduga karena kekerasan biji jagung lokal Kodok lebih rendah dibandingkan kekerasan biji jagung hibrida P21 Tabel 4.1. Banyaknya jumlah grits jagung lokal yang lolos ayakan 5 mesh tersebut dapat menjawab mengapa losses pada jagung lokal lebih tinggi daripada pada jagung hibrida. Di samping itu, ukuran grits yang dihasilkan dari peralatan tipe B untuk kedua varietas adalah lebih besar dibandingkan grits hasil peralatan tipe A maupun C Tabel 4.5. Ukuran grits hasil degerminasi berpotensi akan mempengaruhi risiko losses pada tahapan proses selanjutnya. Tabel 4.5 Perbandingan jumlah ukuran grits jagung dari berbagai alat degerminator Varietas Tipe Peralatan + 5 mesh 50 mesh Lokal Kodok A 14,65 85,35 B 60,87 39,13 C 19,34 80,66 Hibrida P21 A 30,11 69,89 B 68,42 31,58 C 48,54 51,46 [+5 mesh] : Jumlah grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh [50 mesh] : Jumlah grits yang lolos ayakan 5 mesh Proses degerminasi menyebabkan terjadinya pelepasan bagian lembaga, tudung pangkal biji, dan kulit ari. Terjadinya pelepasan bagian lembaga, tudung pangkal biji, dan kulit ari tersebut berpotensi untuk menurunkan kandungan lemak pada grits jagung hasil degerminasi. Adapun perlakuan sebelum dan selama degerminasi, serta kandungan lemak grits setelah degerminasi menggunakan ketiga tipe degerminator disajikan pada Tabel 4.6. Tabel 4.6 Kondisi proses degerminasi dan kadar lemak grits jagung setelah degerminasi Varietas Tipe Peralatan Waktu Kadar Lemak Perendaman Penirisan Degerminasi menit menit menit Lokal Kodok A 20 20 2,5 x 2 3,30 B 20 20 25 1,44 C 20 20 2,5 x 2 0,97 Hibrida P21 A 20 20 2,5 x 2 5,46 B 20 20 35 5,48 C 20 20 2,5 x 2 0,75 Dari Tabel 4.6 terlihat adanya perbedaan lama waktu proses degerminasi. Perbedaan tersebut terjadi karena terdapat perbedaan cara kerja peralatan- peralatan tersebut, sehingga dengan bobot contoh untuk satu kali proses adalah 5 kg untuk peralatan tipe A dan C dan 2,5 kg contoh untuk peralatan tipe B, maka dalam waktu satu jam peralatan tipe A dan C dapat mendegerminasi 60 kg contoh, sedangkan peralatan tipe B hanya 5 kg contoh. Besarnya motor listrik yang digunakan untuk peralatan tipe A dan C adalah 10 hp, dan untuk peralatan tipe B adalah 2 hp atau satu per lima dari peralatan tipe A dan C. Jadi dengan daya motor listrik yang sama 10 hp, peralatan tipe A dan C dapat mendegerminasi 60 kg contoh dalam 1 satu jam, sedangkan peralatan tipe B hanya dapat mendegerminasi 10 kg contoh selama satu jam. Dengan demikian, peralatan tipe A dan C lebih efisien daripada peralatan tipe B. Hasil analisis kandungan lemak dalam grits jagung hasil degerminasi disajikan pada Tabel 4.6. Adapun hasil analisis kandungan lemak biji jagung lokal dan hibrida masing-masing adalah 4,68 dan 5,44 basis basah atau 5,15 dan 5,98 basis kering Tabel 4.1. Terlihat terjadi penurunan kandungan lemak biji jagung sebelum degerminasi dan grits jagung hasil degerminasi. Kandungan lemak kedua varietas menurun sekitar 1,38 untuk peralatan tipe A, sekitar 3,24 untuk peralatan tipe B, dan 3,71-4,69 untuk peralatan tipe C. Penurunan kandungan lemak terbesar pada grits jagung kedua varietas dihasilkan dari proses degerminasi dengan peralatan tipe C, yang berhasil menurunkan kandungan lemak grits jagung hingga kurang dari 1. Hal tersebut menunjukkan bahwa peralatan tipe C dapat memisahkan lembaga lebih baik daripada 2 dua tipe peralatan yang lain. Kandungan lemak dalam grits maupun tepung jagung dapat mempengaruhi umur simpannya. Semakin rendah kandungan lemaknya, maka semakin lama umur simpannya. Berbagai produk corn meal di Amerika dipersyaratkan mempunyai kandungan lemak tidak lebih dari 1,5 USDA 2008. Tingginya kandungan lemak dalam bahan pangan dapat menyebabkan terjadinya oksidasi oleh oksigen yang ada di udara terhadap asam lemak tidak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar hingga suhu 100 o C, setiap 1 satu ikatan tidak jenuh dapat mengabsorpsi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk senyawa peroksida yang dapat menyebabkan ketengikan Ketaren 1986. Oleh karena itu, kandungan lemak yang dihasilkan selama proses degerminasi menjadi pertimbangan utama dalam memilih jenis peralatan degerminator. Dari hasil pembahasan di atas, selanjutnya dilakukan pemilihan tipe peralatan yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, yaitu peralatan yang menghasilkan rendemen paling tinggi, losses paling rendah, grits paling bersih, persentase grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh paling banyak, dan mempunyai kandungan lemak yang paling rendah. Penentuan tipe peralatan terpilih dilakukan dengan menggunakan metode Composite Performance Index CPI Marimin 2008. Penentuan bobot kriteria didasarkan pada tingkat kepentingan pengaruh kriteria terhadap efektivitas peralatan untuk menghasilkan produk sesuai mutu yang dipersyaratkan, sehingga bobot kriteria kandungan lemak grits dan kebersihan grits jagung hasil degerminasi adalah paling besar, disusul oleh rendemen grits jagung yang dihasilkan, dan bobot yang paling rendah adalah losses selama proses degerminasi dan persentase grits kasar grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh. Dengan demikian, ditetapkan bobot untuk kriteria kandungan lemak grits dan kebersihan grits jagung hasil degerminasi masing-masing adalah 0,3, bobot untuk kriteria rendemen grits adalah 0,2, dan bobot untuk kriteria losses dan persentase grits kasar masing-masing adalah 0,1, sehingga jumlah bobot kriteria seluruhnya adalah 1,0. Hasil perhitungan bobot dan nilai masing- masing kriteria disajikan pada Tabel 4.7 untuk jagung lokal dan Tabel 4.8 untuk jagung hibrida. Tabel 4.7 Hasil perhitungan nilai kriteria tiga tipe peralatan degerminator untuk jagung lokal Kodok Alternatif Kriteria Nilai Alternatif Pering- kat Rendemen Losses Kebersihan 1 Grits Kasar 2 Kadar Lemak Tipe A 103,76 55,19 15,81 100,00 29,26 49,79 3 Tipe B 115,88 100,00 6,96 415,46 66,81 96,85 2 Tipe C 100,00 87,79 100,00 132,00 100,00 101,98 1 Bobot Kriteria 0,2 0,1 0,3 0,1 0,3 1 Bobot ampok dan kulit ari setelah dilakukan pengayakan kedua pada grits yang dihasilkan 2 Grits kasar adalah persentase grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh Tabel 4.8 Hasil perhitungan nilai kriteria tiga tipe peralatan degerminator untuk jagung hibrida P21 Alternatif Kriteria Nilai Alternatif Pering- kat Rendemen Losses Kebersihan 1 Grits Kasar 2 Kadar Lemak Tipe A 114,44 37,92 5,22 100,00 12,53 42,00 3 Tipe B 117,66 100,00 4,66 227,24 13,64 61,74 2 Tipe C 100,00 50,94 100,00 161,23 100,00 101,22 1 Bobot Kriteria 0,2 0,1 0,3 0,1 0,3 1 Bobot ampok dan kulit ari setelah dilakukan pengayakan kedua pada grits yang dihasilkan 2 Grits kasar adalah persentase grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh Berdasarkan Tabel 4.7 dan 4.8 dapat disimpulkan bahwa peralatan tipe C adalah peralatan yang paling tepat untuk menghasilkan grits jagung dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pemilihan peratan tipe C tersebut tidak terlepas dari modifikasi yang telah dilakukan pada bagian pemarut pada peralatan tipe A. Dari Gambar 3.3A dapat dilihat bahwa lubang pemarut pada peralatan tipe A berbentuk persegi panjang, dengan ukuran panjang 14,4 mm dan lebar 1,0 mm. Di samping itu, permukaan bidang pemarutnya tidak rata ada tonjolan berbentuk bulat berdiameter 2 mm. Dengan ukuran lubang pemarut tersebut, sebagian ampok tidak dapat keluar saringan dan menjadi satu dengan fraksi grits. Di samping itu, dengan bentuk bidang pemarut yang tidak rata, memungkinkan terjadinya pengirisan penggerusan yang menyebabkan ikut tergerusnya bagian endosperma. Hal tersebut disebabkan kulit ari jagung yang tipis, berbeda dengan kulit ari gabah yang jauh lebih tebal. Modifikasi bentuk dan ukuran pemarut dimaksudkan untuk mengatasi kekurangan-kekurangan pemarut tipe tersebut. Dengan menggunakan pemarut hasil modifikasi seperti ditunjukkan pada Gambar 3.3B, dimana bentuk pemarut dirubah menjadi berbentuk bulat dan rata dengan diameter 3 mm tersebut, terbukti dapat memberikan rendemen grits yang lebih tinggi, lebih bersih, dan mempunyai kandungan lemak yang lebih rendah.

4.4 Penentuan Waktu Perendaman Awal

Proses perendaman biji jagung pada proses kering maupun semi kering berbeda dengan perendaman pada proses basah. Perendaman pada proses basah dilakukan dalam waktu yang lama untuk proses ekstraksi pati, yaitu hingga 36 jam pada suhu 48-52 o C dengan penambahan larutan SO 2 dan menyebabkan terjadinya pengembangan pada biji jagung dan peningkatan kadar air biji dari 15 menjadi berkisar 45. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan penggilingan biji jagung dalam proses basah Watson dan Eckhoff 2004. Sementara itu, perendaman biji jagung pada proses kering dimaksudkan untuk memudahkan proses degerminasi seperti yang dilakukan pada proses penepungan gandum. Biji jagung secara umum memiliki kekerasan 74,51-165,69 N Martinez et al . 2006 yang tidak berbeda dengan kekerasan gandum 80,45-131,81 N Baslar et al . 2012. Pada proses pembuatan tepung terigu dilakukan tahap dempening dan conditioning untuk memudahkan pemisahan bagian kulit ari dan tudung pangkal biji dari endosperma Bogasari 2013. Demikian juga, perendaman awal pada biji jagung sebelum proses degerminasi dimaksudkan untuk memudahkan degerminasi. Menurut Matthews et al. 2005, perendaman awal pada proses kering dimaksudkan untuk menyamakan kadar air dan melonggarkan kulit ari, sehingga perendaman dilakukan dalam waktu yang singkat 5 hingga 15 menit bergantung varietas jagung. Perendaman tersebut dibatasi supaya tidak sampai terjadi penetrasi air hingga masuk ke dalam lembaga maupun endosperma. Pada penelitian ini, setelah direndam dalam air pada suhu ruang selama 10, 20, 30, 40 dan 50 menit, biji jagung kemudian ditiriskan selama 20 menit. Setelah ditiriskan, dilakukan degerminasi menggunakan degerminator tipe C. Ukuran keberhasilan proses degerminasi selain ditentukan oleh jumlah rendemen grits jagung, juga sangat ditentukan oleh banyaknya lembaga yang bisa dipisahkan dari biji jagung. Banyaknya lembaga yang berhasil dipisahkan selama proses degerminasi ini dapat dilihat dari kandungan lemak yang tersisa dalam grits jagung. Hal ini disebabkan sebagian besar lemak 85,6 dalam biji jagung terdapat dalam lembaga Watson 2003. Persentase penambahan bobot biji jagung setelah perendaman, rendemen, kadar lemak, distribusi ukuran grits jagung hasil degerminasi, dan losses selama degerminasi disajikan pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 Pengaruh waktu perendaman terhadap penambahan bobot, rendemen, kadar lemak, distribusi ukuran grits jagung, dan losses Varietas Waktu Penambahan bobot Rendemen Kadar Lemak Ukuran Grits Losses +5 mesh 50 mesh menit Lokal Kodok 10 8,96 65,76 0,9970 30,66 69,34 6,28 20 10,24 65,54 0,9653 28,41 71,59 3,82 30 11,16 60,72 1,0206 19,53 80,47 4,38 40 11,84 58,70 1,0154 13,36 86,64 4,62 50 12,16 55,22 1,5602 11,41 88,59 4,16 Hibrida P21 10 7,94 61,86 0,7530 47,95 52,05 4,60 20 9,62 61,66 0,7472 48,85 51,15 3,72 30 10,88 58,24 0,7648 44,99 55,01 4,92 40 11,46 57,50 0,7724 46,26 53,74 5,32 50 11,48 58,10 0,7730 40,31 59,69 4,50 Persentase bobot basah