Desain Proses Produksi Tepung Jagung melalui Proses Perendaman secara Enzimatis

hibrida. Jadi kebutuhan air untuk merendam 250 kg jagung adalah 180,9 l untuk jagung lokal dan 178,4 l untuk jagung hibrida. Untuk merendam hingga semua biji jagung terendam sempurna, maka volume air yang ditambahkan dilebihkan sebanyak 20 dari volume air yang dibutuhkan, sehingga menjadi 217,1 l untuk jagung lokal dan 214,1 l untuk jagung hibrida. Berdasarkan perhitungan kebutuhan volume air untuk perendaman tersebut, maka diperoleh rasio biji jagung dan air perendaman adalah 1,15 : 1 untuk jagung lokal dan 1,16 : 1 untuk jagung hibrida atau apabila dibulatkan menjadi 1,2 : 1 b : v. Jadi pada proses perendaman awal dibutuhkan air sebanyak sekitar 208,4 l untuk bobot jagung 250 kg, sehingga untuk 2 dua batch proses perendaman dibutuhkan air 416,7 l. Volume air yang dibutuhkan pada tahap perendaman dengan papain dihitung dengan terlebih dulu mengukur densitas kamba grits jagung. Densitas kamba grits jagung hasil pengukuran adalah 0,799 gcm 3 untuk grits jagung lokal, dan 0,797 gcm 3 untuk grits jagung hibrida Tabel 4.1. Dengan perkiraan rendemen grits 60, maka bobot grits adalah 150 kg. Adapun setelah direndam selama 21 jam, penambahan bobot untuk grits jagung lokal adalah 33,15 dan untuk grits jagung hibrida adalah 33,23. Dengan cara yang sama dengan menghitung kebutuhan air pada biji jagung, maka diperoleh kebutuhan air untuk merendam grits jagung lokal adalah 150,6 l dan untuk grits jagung hibrida adalah 149,3 l. Dengan demikian, rasio perbandingan antara grits jagung dengan air perendaman adalah 0,99:1 untuk jagung lokal dan 1,00 : 1 untuk jagung hibrida, sehingga apabila dibulatkan menjadi 1:1 b : v untuk kedua varietas grits jagung. Untuk itu, pada tahap inkubasi ini dibutuhkan air kira-kira 150 l untuk 1 satu batch, dan untuk 2 dua batch adalah 300 l. Apabila proses inkubasi dilakukan 21 jam, maka proses penghalusan grits dilakukan kembali pada keesokan harinya. Kebutuhan air untuk pencucian dan pembilasan dihitung dengan asumsi perbandingan antara grits jagung dengan air untuk pencucian adalah 1:1, sehingga apabila pencucian dan pembilasan dilakukan hingga 3 tiga kali, maka kebutuhan airnya adalah 900 l. Perbandingan jumlah penggunaan air pada proses produksi tepung jagung secara konvensional dan enzimatis disajikan pada Tabel 4.24. Tabel 4.24 Perbandingan jumlah penggunaan air pada proses produksi tepung jagung JenisTahap Kebutuhan air Jumlah bak Jumlah air l bh l Konvensional Perendaman 208,3 2 416,7 J u m l a h 416,7 Enzimatis Perendaman 208,3 1 416,7 Inkubasi 150,0 2 300,0 Pencucian 150,0 6 900,0 J u m l a h 1616,7 Dari Tabel 4.24 dapat diketahui bahwa jumlah air yang dibutuhkan untuk proses produksi tepung secara enzimatis dengan metode semi kering tersebut lebih dari 4 empat kali lipat daripada kebutuhan air pada proses konvensional. Kebutuhan air terbanyak pada proses secara enzimatis adalah untuk pencucian dan pembilasan grits jagung setelah inkubasi. Jumlah air buangan pabrik tersebut dapat mencapai 496,5 m 3 per tahun. Konsekuensi dari penggunaan air dalam jumlah yang banyak tersebut adalah harus dipikirkan untuk membuat unit pengolahan limbah, karena air buangan tersebut berpotensi untuk mencemari lingkungan apabila tidak diolah secara benar.

4.7.5 Pengaturan Waktu pada Proses Konvensional dan Enzimatis

Penggunaan waktu yang efisiensi dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya yang dimiliki oleh pabrik, baik peralatan mesin maupun sumber daya manusianya. Pada Tabel 4.22 dan 4.23 dapat diketahui bahwa peralatan yang ada rata-rata hanya beroperasi 2 dua jam dalam satu hari, dan hanya peralatan tertentu, seperti lemari es yang harus bekerja non stop selama 24 jam. Oleh karena itu, dengan pengaturan waktu produksi yang baik proses produksi dalam satu hari dapat dioptimalkan menjadi 2 dua kali proses 2 batch, sehingga kapasitas produksi dapat ditingkatkan dari 250 kg bahan baku per hari menjadi 500 kg bahan baku per hari. Pengaturan waktu melalui pembuatan jadwal produksi harus dilakukan untuk menjamin pabrik dapat berproduksi dalam 2 kali proses. Contoh penjadwalan produksi dengan cara konvensional ditunjukkan pada Tabel 4.25. Pengaturan aktivitas pada pabrik pengolahan jagung dapat meningkatkan efisiensi proses produksi sehingga dapat meningkatkan kapasitas pabrik menjadi 2 dua kali lebih besar. Dari Tabel 4.25 terlihat bahwa ketika proses degerminasi mulai berjalan dan aktivitas di pabrik mulai menurun, persiapan untuk pelaksanaan proses degerminasi pada batch berikutnya bisa mulai dilakukan, sehingga pada saat tangki perendaman sudah kosong, maka pengisian jagung ke tangki bisa mulai dilakukan. Tabel 4.25 Contoh jadwal pengaturan waktu pada proses produksi tepung jagung secara konvensional Aktivitas Proses Produksi Batch ke-1 Waktu Mulai Selesai Persiapan 15 7.00 7.15 Pembersihan jagung dari pengotor 30 7.16 7.45 Memasukkan jagung dalam tangki perendaman 40 7.46 8.25 Perendaman dalam tangki 20 8.26 08.45 Mengisikan jagung dalam degerminator 75 08.46 10.00 Proses degerminasi +5 10.01 10.05 Penggilingan awal - Hammer mill 35 10.06 10.40 Penggilingan lanjut - Disk mill +5 10.41 10.45 Pemisahan fraksi tepung dan grits - Cyclone +70 10.46 11.55 Pemisahan grits berdasarkan ukuran - Siever 20 11.56 12.15 Istirahat 60 12.16 13.15 Pengemasan 20 13.16 13.35 Lanjutan Tabel 4.25 Contoh jadwal pengaturan waktu pada proses produksi tepung jagung secara konvensional Aktivitas Proses Produksi Batch ke-2 Waktu Mulai Selesai Persiapan 15 09.15 09.30 Pembersihan jagung dari pengotor 30 09.31 10.00 Memasukkan jagung dalam tangki perendaman 40 10.01 10.40 Perendaman dalam tangki 20 10.41 11.00 Mengisikan jagung dalam degerminator 75 11.01 12.15 Proses degerminasi +5 12.16 12.20 Penggilingan awal - Hammer mill 35 12.21 12.55 Penggilingan lanjut - Disk mill +5 12.56 13.00 Istirahat 60 13.01 14.00 Pemisahan fraksi tepung dan grits - cyclone +70 14.01 15.10 Pemisahan grits berdasarkan ukuran - siever 15 15.11 15.25 Pengemasan 20 15.26 15.45 Pembersihan peralatan mesin dan tempat kerja 15 15.46 16.00 Setelah semua jagung diisikan pada tangki, maka sebagian karyawan dapat mulai istirahat siang lebih awal. Sementara itu, karyawan lainnya baru beristirahat ketika pemisahan grits di siever sudah selesai dilakukan. Setelah istirahat, karyawan bisa langsung melakukan pengemasan produk. Ketika proses pengemasan sudah selesai, maka karyawan tersebut bisa membantu proses penepungan pada batch kedua yang baru sampai pada tahap degerminasi. Untuk mengurangi risiko over time, dapat dilakukan pengaturan jam masuk karyawan, dimana sebagian masuk pukul 07.00 dan pulang pukul 16.00, sementara sebagaian yang lain masuk pukul 08.00 dan pulang pukul 17.00. Dengan pengaturan tersebut, peralatan dapat digunakan lebih efisien dan karyawan juga bisa maksimal bekerja. Berbeda dengan contoh pengaturan jadwal aktivitas pada proses produksi tepung secara konvensional, proses produksi tepung secara enzimatis lebih rumit karena berkaitan dengan proses inkubasi yang membutuhkan waktu hingga 21 jam. Beberapa hal yang menjadi kelemahan pada proses enzimatis diantaranya adalah proses berjalan non stop sehingga libur karyawan tidak bisa bareng pada hari yang sama. Kedua, jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk beroperasinya pabrik secara optimal lebih banyak daripada dengan proses konvensional. Ketiga, sebelum dilakukan penghalusan grits jagung dengan disk mill, terlabih dahulu grits harus dicuci, dibilas, ditiriskan, dan dikeringkan dengan panas matahari. Pembuatan jadwal untuk pengaturan waktu proses supaya efisien dilakukan dengan membagi karyawan menjadi 2 dua grup, dimana anggota grup tersebut dapat diganti-ganti sesuai dengan kebutuhan pabrik. Tabel 4.26 dan 4.27 menggambarkan jadwal aktivitas rutin setiap grup dalam satu hari kerja. Seperti disajikan pada Tabel 4.26, setelah menyiapkan 1 satu batch untuk proses inkubasi, selanjutnya diberi nama batch 1 B1. Grup I selanjutnya melaksanakan pencucian, penirisan, hingga pengeringan grits jagung hasil inkubasi hari kemarin B2.H-1. Setelah istirahat siang, grup I selanjutnya malakukan aktivitas penghalusan grits yang telah dikeringkan hingga pengemasan produknya.