Kebutuhan Air pada Proses Konvensional dan Enzimatis

jagung maksimal 17 dengan ketentuan biji jagung harus langsung diolah karena pabrik tidak didesain untuk memiliki unit pasca panen. Pada dunia perdagangan jagung, dikenal istilah fraksinasi, yaitu pemotongan harga akibat kadar air bahan melebihi kadar air yang dipersyaratkan. Pada pabrik tepung jagung yang tidak memiliki pengering sendiri, tidak pernah diterapkan adanya fraksinasi, tetapi untuk pabrik yang mempunyai pengeringan sendiri bisa menerima jagung dengan kadar air di atas 17. Pada umumnya, seiring dengan pengalaman yang terjadi dimusim panen raya jagung, pabrik pengolahan jagung mulai mengadakan pengering dan membangun gudang. Hal tersebut dilakukan karena pada saat musim panen raya, harga jagung berada pada titik terendahnya dan tersedia dalam jumlah yang banyak. Pembangunan pabrik tepung jagung yang terintegrasi dengan unit pasca panen dan produk hilirnya menjadi salah satu strategi untuk mengurangi risiko penurunan atau kerusakan mutu jagung pipil dan sebagai upaya untuk meningkatkan nilai jual produk tepung jagung BPPT 2009. Penentuan nilai pembelian dilakukan dengan cara sebagai berikut: Berat bersih yang dibayarkan jumlah jagung yang dipasok dalam kg dikurangi potongan karung kg dikurangi tingkat refraksipotongan . Nilai yang dibayarkan Rp adalah berat bersih yang dibayarkan kg dikali dengan tingkat harga yang berlaku Rpkg, sedangkan nilai refraksi potongan adalah penjumlahan dari hasil uji mutu kadar air, kadar jamur, kadar kotoran, kadar biji putih, dan kadar biji mati. Tabel 4.29 berikut adalah contoh refraksi potongan harga yang dikeluarkan oleh PT. Central Protein Prima CCP. Tabel 4.29 Contoh refraksi jagung berdasarkan kadar air Kadar Air bb Refraksi Kadar Air bb Refraksi 17 20,6 – 21,0 6,0 17,1 – 17,5 0,6 21,1 – 22,0 8,5 17,6 – 18,0 1,2 22,1 – 23,0 11,0 18,1 – 18,5 1,8 23,1 – 24,0 13,5 18,6 – 19,0 2,4 24,1 – 25,0 16,0 19,1 – 19,5 3,0 25,1 – 26,0 19,0 19,6 – 20,0 4,0 26,1 – 27,0 22,0 20,1 – 20,5 5,0 27,1 – 28,0 25,0 Sumber : BPPT 2008 Dari Tabel 4.29 dapat dilihat bahwa semakin tinggi kadar air jagung, semakin besar nilai potongan harganya.

4.7.7 Spesifikasi dan Mutu Tepung Jagung

Produk utama proses produksi tepung secara enzimatis adalah tepung jagung dengan kehalusan 90 lolos ayakan 80 mesh dan maksimal 10 menir jagung dengan ukuran partikel lebih besar dari 60 mesh. Di samping produk utama, terdapat produk samping, yaitu ampok jagung dan kulit ari jagung. Karena saat ini ampok dan kulit ari jagung dihargai sama, maka setelah proses produksi kedua produk tersebut biasanya dijadikan satu kembali. Jumlah produk samping berkisar 30-35. Dengan demikian losses selama proses penepungan tersebut berkisar 6,42-9,34. Losses terbesar adalah terjadi pada tahap inkubasi, karena bagian floury endosperm mudah terlepas dari grits jagung. Dengan ukuran partikel tersebut, maka tepung jagung yang dihasilkan dapat memenuhi standar mutu tepung jagung SNI No. 01-3727-1995 yang mensyaratkan 70 lolos ayakan ukuran 80 mesh. Di samping itu, tepung jagung yang dihasilkan juga sudah dapat digunakan untuk mensubstitusi tepung terigu dan tepung beras. Persyaratan ukuran partikel tepung terigu berdasarkan SNI No. 3751-2009 tentang syarat mutu tepung terigu sebagai bahan makanan adalah minimal 95 lolos ayakan 212 µm 70 mesh, sedangkan persyaratan ukuran kehalusan tepung beras sesuai SNI No. 3549-2009 tentang syarat mutu tepung beras minimal 90 lolos ayakan 80 mesh. Di samping kehalusan partikelnya, tepung jagung yang dihasilkan di targetkan mempunyai kadar lemak di bawah 1,5. Hal tersebut penting guna mengurangi risiko mudah rusaknya tepung selama penyimpanan, karena dengan kandungan lemak rendah, diharapkan dapat mengurangi laju perkembangbiakkan kutu maupun terjadinya oksidasi yang dapat menurunkan mutu tepung jagung. Standar mutu tepung jagung, tepung terigu, dan tepung beras selengkapnya disajikan pada Lampiran 1, 2, dan 3. 4.8 Prakiraan Biaya Investasi dan Biaya Produksi Tepung Jagung Secara Enzimatis Proses produksi tepung jagung merupakan sebuah transformasi produk pertanian yang sederhana karena hanya melibatkan proses pembersihan, penggilingan, grading dan pemisahan, serta pengemasan dan penyimpanan. Oleh sebab itu, nilai tambahnya juga rendah sehingga usaha ini kurang diminati oleh kalangan pelaku usaha. Namun demikian, pabrik pengolahan jagung yang menghasilkan grits jagung dalam berbagai ukuran serta tepung jagung tetap tumbuh walaupun dengan laju sangat lambat. Beberapa upaya terus dilakukan oleh para pelaku usaha dengan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, dan efektifitas proses untuk memperoleh rendemen yang maksimal, melakukan manajemen pengaturan pembelian bahan baku dengan cermat dan teliti, serta mencari pangsa pasar baru untuk produk-produknya dengan harapan mendapatkan peluang pasar dan harga jual yang lebih baik BPPT 2010. Melambatnya pertumbuhan pabrik makanan ringan dengan bahan baku grits jagung telah memacu pabrik-pabrik pengolahan jagung untuk mencari pangsa pasar baru dari produk-produk yang dihasilkan. Upaya tersebut juga dipicu oleh banyaknya penelitian-penelitian yang mengarah pada pemanfaatan jagung sebagai bahan pangan alternatif untuk mensubstitusi tepung terigu maupun tepung beras dalam rangka mengurangi ketergantungan terhadap impor bahan pangan. Salah satu diantaranya adalah industri mi dan bihun. Peluang pemanfaatan tepung jagung untuk mensubstitusi penggunaan tepung terigu maupun tepung beras terbuka lebar mengingat harga tepung jagung masih berada di bawah harga tepung terigu maupun tepung beras yang akan disubstitusi. Namun demikian, seperti sudah disampaikan dalam pendahuluan pada disertasi ini, bahwa kendala mutu tepung jagung komersial terutama ukuran partikel tepung yang masih lebih kasar dari tepung pangan yang akan disubstitusi serta masih tingginya kandungan lemak pada tepung jagung komersial menjadi tantangan yang harus dijawab oleh para pelaku usaha maupun lembaga litbang dan perguruan tinggi. Menjawab tantangan tersebut bukan suatu hal yang mudah bagi pabrik pengolahan jagung. Hal tersebut disebabkan pabrik pengolahan jagung yang ada saat ini tidak didesain dari awal untuk menghasilkan tepung jagung sebagai produk utamanya. Akan tetapi, tepung jagung hanya merupakan produk samping dengan jumlah 10-12, sehingga harganya lebih rendah daripada produk utamanya yang berupa grits jagung dalam berbagai ukuran BPPT 2009. Di samping itu, terdapat kendala teknis, dimana biji jagung tidak dapat dihaluskan hingga mencapai ukuran tepung terigu apabila hanya dilakukan penggilingan secara mekanis. Hal tersebut, menuntut para pelaku usaha untuk mencari alternatif proses yang dapat mengatasi kendala teknis tersebut, walaupun dengan risiko terjadinya peningkatan biaya produksinya. Adanya optimisme bahwa peningkatan biaya investasi maupun biaya produksi dapat diimbangi oleh peningkatan harga jual tepung jagung dengan mutu yang lebih baik dan pangsa pasar yang lebih luas menjadikan peluang penggunaan alternatif proses produksi tepung jagung secara enzimatis menggunakan papain menjadi semakin terbuka lebar. Sebagai upaya untuk menekan biaya produksi pada proses produksi tepung jagung secara enzimatis tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan upaya efisiensi penggunaan energi listrik dengan tidak menggunakan pemanasan selama proses produksi. Di samping itu, untuk menekan biaya produksi, dalam tahap inkubasi dengan papain tidak dilakukan penggunaan aktivator sisteina yang harganya sangat mahal. Konsenkuensi dari kedua hal tersebut adalah proses produksinya menjadi lebih lama. Oleh karena itu, untuk menjaga keberlanjutan proses produksinya dibutuhkan manajemen pengaturan jadwal produksi dengan cermat dan konsisten. Sebagai dasar dalam perhitungan biaya investasi dan biaya produksi pada disertasi ini, digunakan rujukan peralatan pada pabrik tepung jagung yang ada di kabupaten Grobogan, Jawa Tengah yang berkapasitas 500 kg bahan baku per hari dalam 2 dua kali proses. Perhitungan biaya investasi dan biaya produksi dilakukan untuk kedua proses produksi tepung jagung baik konvensional maupun enzimatis menggunakan papain.

4.8.1 Prakiraan Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya yang dikeluarkan pada saat usaha belum berproduksi seperti biaya lahan dan bangunan, mesin dan alat serta biaya instalasi alat-alat proses, uji coba produksi, dan pelatihan bagi tenaga teknis dan operator. Produksi tepung jagung secara enzimatis membutuhkan biaya investasi yang lebih besar daripada secara konvensional, masing-masing yaitu, Rp.299.500.000,- dan Rp.290.500.000,-. Rekapitulasi biaya investasi dapat dilihat pada Tabel 4.30. Tabel 4.30 Rekapitulasi perbandingan biaya Investasi pabrik tepung jagung Uraian Investasi Konvensional Investasi Enzimatis Rp. Rp. Penyiapan Lahan 25.000.000 8,61 25.000.000 8,35 Bangunan dan Pekerjaan Sipil 100.000.000 34,42 100.000.000 33,39 Mesin dan Peralatan incl. PPn 145.500.000 50,09 154.500.000 51,59 Kegiatan Pembangunan 20.000.000 6,88 20.000.000 6,68 Jumlah 290.500.000 100,00 299.500.000 100,00