k
1
k
2
E + S → ES → S + P k
-1
Keterangan : E
: Enzim papain S
: Substrat protein jagung ES
: Kompleks enzim substrat P
: Produk Menurut Suhartono 1989, papain memotong protein pada sisi karboksil
dari asam amino valina, lisina dan arginina. Pemotongan pada sisi karboksil dilakukan oleh sisi aktif papain, yaitu gugus sulfidril -SH atau juga sering
disebut gugus thiol. Proses penguraian matriks protein pada endosperma jagung di awali oleh pembentukan ikatan kovalen thiol ester antara gugus thiol pada sisteina
sisi aktif papain dengan gugus karboksil pada asam amino valina, lisina, dan arginina dari zein, glutelin, globulin, dan albumin. Selanjutnya adalah penguraian
enzim substrat melalui pemutusan ikatan peptida pada sisi karboksil dari substrat protein dan menjadi molekul protein berantai peptida lebih pendek.
Reaksi pembentukan ikatan kovalen thiol ester mengikuti reaksi esterifikasi gugus thiol dengan asam karboksilat pada kondisi asam pH 7 Fessenden dan
Fessenden 1981 dengan reaksi sebagai berikut :
H
+
Pep — SH + Pep’ — COOH → Pep’— COS—Pep + H
2
O Keterangan :
Pep : Peptida
2.5 Perkembangan Penggunaan Enzim pada Industri Pengolahan Jagung
Penelitian penggunaan enzim pada industri pengolahan jagung banyak dilakukan untuk meningkatkan rendemen, mengurangi waktu proses, dan
mengurangi penggunaan SO
2
pada proses produksi pati jagung. Secara umum, pembuatan pati dengan metode penggilingan basah terdiri dari tahap pembersihan,
perendaman dengan SO
2
, pemisahan komponen-komponen biji jagung yang meliputi tahap penggilingan kasar dan pemisahan lembaga, penggilingan halus
dan pemisahan serat, pemisahan dan pemurnian pati serta starch finishing Johnson dan May 2003. Perendaman dengan larutan sulfur dioksida SO
2
pada konsentrasi 0,1-0,4 dilakukan selama 24 sampai 36 jam pada suhu 48-52
o
C Watson dan Eckhoff 2004. Penggunaan SO
2
dimaksudkan untuk melunakkan bagian kernel jagung, menghancurkan matriks protein di antara granula pati, dan
membuat lembaga lebih mudah terpisah dari bagian endosperma. SO
2
juga berfungsi sebagai antimikroba yang akan mencegah tumbuhnya organisme yang
akan menurunkan mutu produk pati yang dihasilkan Eckhoff dan Watson 2009. Di samping itu, perendaman dengan SO
2
dapat menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri Lactobacillus. Bakteri ini dapat
menghasilkan asam laktat yang mampu meningkatkan pelunakan biji dan melemahkan dinding sel endosperma Johnson dan May 2003.
Lamanya waktu perendaman dalam larutan SO
2
pada proses perendaman steeping menyebabkan tingginya biaya produksi pati jagung. Berbagai penelitian
untuk memperpendek lama waktu perendaman telah banyak dilakukan, diantaranya oleh Haros et al. 2004 yang melaporkan bahwa penambahan asam
laktat
di dalam proses perendaman dapat mempermudah terjadinya proses difusi SO
2
ke dalam biji jagung dan mempermudah terjadinya pemecahan matriks protein sehingga dapat mengurangi lama perendaman. Perlakuan awal dengan
memberikan gas amonia terhadap biji jagung juga telah dilakukan oleh Core 2004 yang bertujuan untuk melonggarkan ikatan antara komponen-komponen di
dalam biji jagung sehingga mudah untuk dipisahkan dan memperpendek lama perendaman dalam larutan SO
2
, yaitu hanya selama enam jam. Johnston dan Singh 2001 melakukan penelitian untuk mengetahui
pengaruh penggunaan enzim secara spesifik untuk meningkatkan rendemen pati tanpa menggunakan SO
2
sebagai bahan untuk perendaman. Dalam penelitian tersebut didapati bahwa enzim tidak dapat berpenetrasi masuk ke dalam biji dan
memecahkan matriks protein yang mengelilingi partikel pati. Untuk itu perlu dilakukan pengecilan ukuran biji jagung menjadi grits jagung untuk
menghilangkan hambatan difusi enzim dalam biji. Namun demikian, pengecilan ukuran ini dapat berdampak pada pecah atau rusaknya lembaga. Lembaga yang
rusak atau pecah dapat mengakibatkan nilai lembaga hilang dan minyak yang keluar dapat menyebabkan permasalahan baru pada tahap pemisahan selanjutnya.
Hal ini harus dijadikan pertimbangan karena lembaga merupakan bagian bernilai ekonomi tinggi dalam biji jagung.
Johnston dan Singh 2004 melakukan pengembangan metode penggunaan enzim dalam proses produksi pati dengan terlebih dahulu merendam biji jagung
dengan air agar terjadi hidrasi sebelum dilakukan pengecilan ukuran. Setelah direndam dengan air, biji dipecahkan untuk mempermudah enzim terdifusi masuk
ke dalam biji. Dengan metode tersebut, dilaporkan bahwa penambahan enzim protease
pada larutan yang sudah mengandung SO
2
tidak memberikan perbedaan hasil yang nyata. Hal ini disebabkan SO
2
dapat bekerja baik dengan atau tanpa penambahan enzim. Dalam penelitian tersebut, Johnston dan Singh 2004 juga
melaporkan bahwa enzim protease bromelain memberikan hasil rendemen yang paling tinggi dibandingkan kelompok enzim yang lain cellulase, xylanase,
cellobiase, β-glucanase, dan kombinasinya, dan diketahui juga bahwa penggunaan bromelain terhadap jagung giling kasar grits yang telah terhidrasi
ternyata mampu mengurangi lama waktu perendaman.
2.6 Teknologi Produksi Tepung Jagung
Tepung adalah bentuk hasil pengolahan bahan dengan cara penggilingan atau penepungan. Pada proses penggilingan, ukuran bahan diperkecil dengan cara
diremuk yaitu bahan ditekan dengan gaya mekanis dari alat penggilingan. Mekanisme pada proses penggilingan diikuti dengan peremukan bahan dan energi
yang dikeluarkan sangat dipengaruhi oleh kekerasan bahan dan kecenderungan bahan untuk dihancurkan Riyani 2007.
Jagung yang digunakan dalam pembuatan tepung umumnya merupakan tipe jagung warna putih, sedangkan yang berwarna kuning digunakan sebagai pakan.
Jenis biji jagung tergantung pada komposisi bagian endospermanya. Jagung
dengan tipe jagung tepung floury corn sebagian besar terdiri atas bagian lunak dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan tepung.
Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung yang bersih dan baik. Penggilingan biji
jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan endosperma dari lembaga, kulit ari, dan tudung pangkal biji. Endosperma merupakan bagian
biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat paling tinggi. Kulit ari memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga harus dipisahkan
dari endosperma karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya
sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tudung pangkal biji merupakan bagian yang harus
dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tudung pangkal biji tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada
tepung Riyani 2007. Proses produksi tepung jagung diawali dengan pemisahan biji jagung dari berbagai kotoran berupa kerikil, sisa-sisa tongkol, maupun logam.
Selanjutnya dilakukan pemisahan tudung pangkal biji, kulit ari dan lembaga pada biji jagung dengan endospermanya. Pemisahan tersebut dimaksudkan untuk
menghilangkan lemak, serat, abu, maupun sebagian protein yang terletak pada lembaga, tudung pangkal biji maupun kulit ari. Selanjutnya endosperma yang
diperoleh dihaluskan dengan penggilingan dan pengayakan Wahyudi 2003. Dengan prinsip dasar proses tersebut, maka tepung jagung pada umumnya masih
mempunyai kandungan protein yang tinggi. Disamping itu, juga masih terdapat sebagian kecil lemak, abu maupun serat. Efektifitas proses degerminasi akan
menghasilkan tepung dengan rendemen tinggi dan kandungan lemak, abu maupun serat yang kecil.
Pada proses penggilingan kering dihasilkan jagung pecah grits dalam berbagai ukuran, yaitu flaking grits, coarse grits, brewers grits, snack grits. Di
samping itu, juga dihasilkan cornmeal, corn flour, dan lembaga. Grits biasanya mengandung kurang dari 1 lemak, 1-1,5 fine meal, dan 2 flour. Lembaga
biasanya digunakan untuk pakan ternak dan hanya sebagian kecil yang digunakan untuk makanan. Grits digunakan untuk membuat makanan sereal atau untuk
makanan ringan yang dibuat dengan metode ekstrusi Johnson 1991.
Pengolahan biji jagung dengan alkali alkali cooked milling adalah proses pembuatan tepung jagung dengan penambahan CaOH
2
sebanyak 1 kemudian direbus dan dikeringkan baru kemudian digiling untuk mendapatkan tepung
jagung. Tujuan dari penambahan CaOH
2
adalah untuk meningkatkan kandungan kalsium pada tepung jagung. Pengolahan dengan alkali ini biasanya digunakan
pada industri pangan dengan tujuan untuk menghasilkan produk pangan tertentu Gomez et al. 1989; Johnson 1991; Toro-Vazquez dan Gomez-Aldapa 2001;
Eckhoff et al. 1999; Bangun et al. 2005. Secara umum skema proses produksi tepung jagung metode kering ditunjukkan pada Gambar 2.3.
Di samping dalam skala besar, produksi tepung jagung juga dapat dilakukan pada skala kecil dan rumah tangga. Perbedaan keduanya terdapat pada tahapan
proses dan jenis peralatan yang digunakan. Pada proses produksi skala kecil, sebelum dilakukan pemisahan endosperma dari lembaga, tudung pangkal biji dan
kulit ari degerminasi atau penyosohan terlebih dahulu dilakukan perendaman biji jagung selama 10 hingga 60 menit. Setelah direndam, biji jagung ditiriskan dan
selanjutnya dilakukan proses degerminasi dengan menggunakan peralatan penyosoh jagung ataupun dengan menggunakan polisher gabah. Proses
penyosohan berlangsung berulang-ulang hingga diperoleh endosperma yang bersih. Jagung pecah flaking grits hasil degerminasi, selanjutnya direndam 1
satu malam sebelum pada keesokan harinya digiling dengan hammer mill maupun disk mill atau keduanya.
Silo Utama Silo
Sementara Timbangan
otomatis Pembersih
biji Pembersih biji
dari kerikil Degerminator
Plant Sifter
Pemisah endosperm berdasar berat gravity
Hammer Mills
Silo Bahan Jadi
Silo Penampungan
Roller Mills
Penyaringan Silo Bahan
Jadi Plant Sifter
Gambar 2.3 Skema produksi tepung jagung metode kering Wahyudi 2003.