Teknologi Produksi Tepung Jagung

Kesimpulan dan Penutup Inkubasi : Var konsentrasi : 0; 0,1; 0,5 1,0 Var waktu : 3,6,12,24 jam Grits jagung Karakterisasi Bahan Data dimensi, densitas, kekerasan, kadar air, abu, lemak, protein, pati, amilosa Tepung jagung Penghalusan Grits Pemilihan Jenis Degerminator Degerminator terpilih Penentuan Lama Perendaman Waktu perendaman terbaik Karakterisasi Grits Data kadar air, densitas kamba, protein, kekerasan, Foto SEM Karakterisasi Tepung Data distribusi ukuran, visco amilografi, foto granula pati Optimasi Proses Inkubasi pada suhu 30 o C, aktivator 0,04M sisteina, rasio 1:1 b:v, variabel konsentrasi papain 0,5; 0,6; 0,7; 0,8; 0,9; 1,0 dan waktu inkubasi 15, 18, 21, 24 jam Data kondisi optimum proses Pembuatan Desain Proses Data kebutuhan peralatan, listrik, air, SDM dan penjadwalan produksi Penghitungan Biaya Investasi, Biaya Produksi, dan Harga Pokok Produksi Data biaya investasi, biaya produksi, HPP dan harga jual produk Karakterisasi Tepung pada Kondisi Optimum Proses Data distribusi ukuran, visco amilografi, foto granula pati Studi Pustaka Penelusuran jurnal dan paten Gambar 3.1 Skema pelaksanaan penelitian 3.3.1 Karakterisasi Bahan Baku 3.3.1.a Karakterisasi Biji Jagung Biji jagung varietas lokal dan hibrida diukur dimensi dan densitas kamba untuk mengetahui massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan rasio perendaman dan besarnya tangki atau bak perendaman awal biji jagung sebelum degerminasi. Pengukuran densitas kamba juga dilakukan terhadap grits jagung hasil degerminasi untuk kedua varietas. Pengukuran densitas dilakukan dengan menimbang biji jagung yang sebelumnya telah dimasukkan dalam labu ukur 100 ml hingga mencapai batas tera. 3.3.1.b Pengukuran Kekerasan Biji Jagung Pengukuran kekerasan biji jagung dilakukan untuk mengetahui kekerasan biji jagung masing-masing varietas contoh jagung yang digunakan sebelum dilakukan proses degerminasi dan inkubasi dengan papain. Pengukuran dilakukan dengan Texture Analysis Tinius Olsen tipe XT-2i. Pengukuran kekerasan biji jagung ini merujuk pada metode pengukuran yang dilakukan oleh Martinez et al. 2006. Pengukuran dilakukan pada rentang beban : 1 –100 N dan rentang jarak : 0,1 –1000 mm dengan kecepatan probe disetting pada : 50 mmmin. Beban yang digunakan disetting sebesar 50 N dan jarak deformasi disetting hingga 0,5 mm. Dengan demikian, penentuan besarnya kekerasan biji jagung ditentukan oleh besarnya Gaya maksimal yang dibutuhkan hingga biji jagung pecah dengan deformasi hingga 0,5 mm seperti ditunjukkan pada Gambar 3.2. Pembatasan ini didasarkan pada hasil pengujian pendahuluan yang mendapati bahwa biji jagung sudah pecah sebelum jarak deformasi mencapai 0,5 mm. Berikut adalah gambar ilustrasi dan contoh hasil pengukuran kekerasan. A B Gambar 3.2 Ilustrasi grafik hasil pengujian kekerasan A dan contoh hasil pengujian kekerasan biji jagung B 3.3.1.c Analisis Komponen Proksimat dan Aktivitas Papain Analisis komponen proksimat lengkap dilakukan terhadap contoh biji jagung kedua varietas. Analisis tersebut bertujuan untuk mengetahui kandungan proksimat contoh biji jagung yang digunakan. Analisa kadar air dan protein juga dilakukan terhadap grits jagung sebelum dan sesudah perlakuan inkubasi dalam papain. Analisis yang dilakukan meliputi analisis kadar air bahan SNI 01-2891- 1992, kadar abu Apriyantono et al, 1989, kadar lemak dengan metode Soxhlet AOAC 1995, kandungan protein grits dengan metoda Kjeldahl AOAC 960.52, kadar serat kasar Apriyantono et al. 1989, kadar karbohidrat dengan metode by difference AOAC 1995, kadar pati dengan metode Luff Schoorl Sudarmadji et al . 1997, kadar amilosa Apriyantono et al. 1989, pengujian aktivitas papain dengan metode kolorimetri Walter 1984. Prosedur analisis komponen proksimat disajikan pada Lampiran 4.

3.3.2 Pemilihan Degerminator

Jenis degerminator yang digunakan dalam penelitian ini adalah polisher yang biasa digunakan untuk memisahkan kulit ari gabah Tipe A dan penyosoh jagung Tipe B. Gambar kedua peralatan ditunjukkan pada Gambar 3.3. A B Gambar 3.3 Polisher A dan Penyosoh B Pada penelitian ini juga dilakukan modifikasi bentuk saringan pada peralatan tipe A yang berfungsi sebagai pemarut statis. Peralatan hasil modifikasi disebut peralatan Tipe C. Modifikasi dilakukan untuk memperbaiki mutu grits jagung hasil degerminasi. Gambar 3.4 menunjukkan perbedaan jenis pemarut statis untuk peralatan tipe A dan tipe C. Tipe A Tipe C Gambar 3.4 Pemarut statis tipe A dan C Pemarut statis pada peralatan tipe A mempunyai lubang berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran 14,4 mm x 1,0 mm dan mempunyai permukaan yang tidak rata menyerupai pemarut buah. Sementara, pemarut statis tipe C mempunyai lubang berbentuk bulat dengan diameter 3,0 mm dengan permukaan yang rata terbuat dari perforated plate. Bobot contoh biji jagung untuk uji coba peralatan tipe A dan C adalah 5000 g dan untuk peralatan tipe B adalah 2500 g. Sebelum dilakukan degerminasi, contoh biji jagung direndam selama 20 menit, ditiriskan selama 20 menit, dan ditimbang. Degerminasi dilakukan selama 2 x 2,5 menit untuk peralatan tipe A dan C, sedangkan untuk peralatan tipe B dilakukan selama 1 x 35 menit jagung hibrida P21 dan 1 x 25 menit jagung lokal Kodok. Perbedaan tersebut didasarkan pada perbedaan kekerasan kedua contoh biji jagung yang digunakan. Setelah didegerminasi, selanjutnya grits yang dihasilkan diangin- anginkan selama 30 menit, dan ditimbang kembali. Setelah ditimbang, grits kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 40 o C selama 2 jam, dan kemudian ditimbang kembali. Sementara itu, ampok dan kulit ari dikeringkan di bawah panas sinar matahari selama kurang lebih 2-3 jam, kemudian ditimbang. Selanjutnya dilakukan perhitungan rendemen dan lossesnya, dianalisis kadar lemaknya AOAC 1995, dan dipisahkan ukuran grits yang dihasilkan dengan ayakan ukuran 5 mesh. Penentuan tipe degerminator dilakukan dengan menggunakan metode Composite Performance Index CPI, dengan kriteria rendemen, losses, kebersihan grits, persentase ukuran grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh, dan kadar lemaknya. Penentuan bobot kriteria didasarkan pada tingkat kepentingan pengaruh kriteria terhadap efektivitas peralatan untuk menghasilkan produk sesuai mutu yang dipersyaratkan. Dengan demikian bobot kriteria kandungan lemak grits dan kebersihan grits jagung hasil degerminasi adalah paling besar, disusul oleh rendemen grits jagung yang dihasilkan, dan bobot yang paling rendah adalah losses selama proses degerminasi dan persentase grits kasar grits yang tidak lolos ayakan 5 mesh. Prosedur analisis menggunakan CPI disajikan pada Lampiran 5. 3.3.3 Penentuan Waktu Perendaman Awal Biji Jagung Perendaman awal dilakukan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Jonhston dan Singh 2004 dan Matthews et al. 2005a, 2005b. Perendaman dilakukan selama 10, 20, 30, 40 dan 50 menit dengan rasio biji jagung dan air perendaman 1 : 1 b : v. Perendaman dilakukan 2 kali ulangan. Bobot contoh yang digunakan disesuaikan dengan kapasitas peralatan. Setelah direndam pada 5 lima taraf waktu perendaman, dilanjutkan dengan penirisan dan degerminasi dengan peralatan terpilih. Grits hasil degerminasi dan produk sampingnya diangin-anginkan selama 30 menit, kemudian ditimbang dan diukur kadar airnya. Pengamatan dilakukan terhadap rendemen, kadar lemak dan persentase grits yang lolos ayakan ukuran 5 mesh 50 mesh. Prosedur analisis disajikan pada Lampiran 5 .

3.3.4 Proses Inkubasi Grits Jagung dengan Papain

Proses produksi tepung jagung pada umumnya dilakukan dengan proses kering. Penggunaan enzim protease untuk menguraikan matriks protein didasarkan pada penelitian Johnston dan Sign 2001 yang menggunakan bromelain untuk menguraikan protein pada proses produksi pati jagung metode basah. Proses inkubasi dalam larutan papain dilakukan terhadap grits hasil degerminasi. Inkubasi dilakukan pada suhu ruang 30 o C pada konsentrasi papain 0,1, 0,5 dan 1,0 atau 70,9; 354,5; dan 709 Ug grits selama 3, 6, 12 dan 24 jam dengan rasio padatan terhadap cairan 1 : 1 b : v. Percobaan dilakukan dengan metode rancangan acak lengkap faktorial dengan 2 dua ulangan. Grits hasil inkubasi dicuci hingga 3 tiga kali pencucian sampai filtratnya jernih dan tidak tercium bau menyengat khas papain. Grits ditiriskan, dikeringkan dan ditimbang. Pengamatan dilakukan terhadap perubahan pH larutan perendaman selama inkubasi grits jagung. Selanjutnya dilakukan pengukuran kadar airnya. 3.3.4.a Pengukuran Warna Grits Contoh grits jagung setelah diinkubasi dengan papain pada berbagai lama waktu inkubasi dan konsentrasi papain diamati menggunakan alat chromameter CR-300 dengan metoda Hunter Hutching 1999. Chromameter pertama kali dikalibrasi sebelum dilakukan pengukuran pada contoh. Pengukuran dilakukan dengan tiga kali tembakan pada tiap contoh. Hasil pengukuran dengan alat chromameter adalah nilai L kecerahan, a warna campuran merah-hijau, dan b warna campuran biru-kuning yang terbaca pada layar. 3.3.4.b Pengukuran Kekerasan Grits Pengukuran kekerasan grits dilakukan untuk mengetahui pengaruh waktu inkubasi dan konsentrasi enzim papain terhadap kekerasan grits jagung sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran dilakukan dengan Texture Analysis Tinius Olsen tipe XT-2i. Pengukuran kekerasan grits merujuk pada metode pengukuran yang dilakukan oleh Martinez et al. 2006. Pengukuran dilakukan pada rentang beban : 1 –100 N dan rentang jarak : 0,1–1000 mm dengan kecepatan probe disetting pada : 50 mmmin. Beban yang digunakan disetting sebesar 50 N dan jarak deformasi disetting hingga 0,5 mm. 3.3.4.c Pengamatan Morfologi Grits dan Granula Pati Tepung Jagung Pengamatan Morfologi grits jagung dilakukan dengan menggunakan Scanning Electron Microscope SEM Jeol JSM-6510LA. Fokus pengamatan dilakukan pada bagian horny endosperm grits dan diamati tanpa dilakukan coating karena morfologi permukaan grits sudah cukup jelas bisa diamati. Pengamatan dilakukan pada grits jagung sesudah diinkubasi dengan papain pada berbagai konsentrasi papain dan waktu perendaman pada perbesaran 1000x. Gambar 3.5 di bawah ini menunjukkan bentuk contoh grits yang akan diamati dan peralatan SEM yang digunakan. Bagian yang berwarna kuning-oranye adalah bagian horny endosperm dan yang berwarna putih adalah bagian floury endospermnya Gambar 3.5. A B Gambar 3.5 Contoh grits jagung yang diamati A dan peralatan SEM B Pengamatan granula pati pada tepung jagung bertujuan untuk mengetahui dampak penambahan papain selama proses produksi tepung jagung terhadap granula patinya. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi Zeiss Axiolab drb KT 450905. Pengamatan dilakukan pada perbesaran 200x.

3.3.5 Penepungan Grits

Penepungan grits jagung dimaksudkan untuk mengetahui distribusi ukuran partikel tepung jagung, pengujian sifat visco amilografi, dan pengamatan granula patinya. Penghalusan grits jagung dilakukan dengan menggunakan peralatan disk mill merk Retsch. Gambar bagian rotor dan tumpuan penggerusan disk mill yang digunakan dalam penelitian ini, disajikan pada Gambar 3.6. A B Gambar 3.6 Foto rotor A dan dinding tumpuan penggerusan B disk mill. 3.3.5.a Pengukuran Distribusi Ukuran Tepung Jagung Tepung jagung yang dihasilkan dari penghalusan grits jagung selanjutnya diuji distribusi ukuran partikelnya menggunakan metode screening, yaitu : melewatkan bahan melalui ayakan seri sieve shaker yang mempunyai ukuran lubang ayakan semakin kecil German 1994 . Pengayakan dilakukan dengan menggunakan ayakan bertingkat dengan ukuran ayakan dari atas ke bawah adalah 60 mesh, 80 mesh dan 100 mesh. Jumlah tepung yang tidak lolos ayakan 60 mesh diberi tanda + 60 mesh, jumlah tepung yang lolos ayakan 60 mesh dan tidak lolos ayakan 80 mesh diberi tanda 6080 mesh, jumlah tepung yang lolos ayakan 80 mesh dan tidak lolos ayakan 100 mesh diberi tanda 80100 mesh, dan jumlah tepung yang lolos ayakan 100 mesh diberi tanda 1000 mesh. Pengujian dilakukan dengan menimbang contoh sebanyak 15 g. Contoh tersebut selanjutnya diayak menggunakan ayakan bertingkat dengan susunan ayakan seperti disebutkan di atas. Masing-masing padatan yang diperoleh ditimbang dan dijumlahkan, kemudian setiap ayakan ukuran tertentu dihitung fraksi massa partikel yang lolos atau fraksi massa yang tertahan. Data fraksi massa selanjutnya ditabulasikan dan disajikan dalam grafik diagram batang bar diagram . Pembuatan grafik dimaksudkan untuk memudahkan melihat pergeseran distribusi ukuran partikel tepung yang dihasilkan setelah proses inkubasi dengan papain pada berbagai waktu perendaman dan konsentrasi papain.