Gambar 4.4 Foto grits jagung lokal Kodok selama proses inkubasi dengan papain Dari Gambar 4.3 dan 4.4 dapat dilihat terjadinya perubahan warna yang
terjadi selama proses inkubasi. Hasil pengukuran warna dengan Chromameter menggunakan metoda Hunter menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan
kecerahan contoh warna kromatis dari hitam mutlak dari nilai 0 sampai putih mutlak dengan nilai seratus, parameter a menunjukkan campuran merah hijau a+
= 0-100 untuk warna merah dan a- = 0--80 untuk warna hijau. Parameter b menunjukkan campuran warna biru kuning b+ =0-70 untuk warna kuning dan b-
= 0--70 untuk warna biru. Selanjutnya, dihitung ºHue dari nilai a dan b yang diperoleh dengan persamaan ºHue = arc tan ab Hutching 1999.
Hasil pengukuran warna grits jagung menunjukkan bahwa nilai L kecerahan cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya konsentrasi
papain pada waktu perendaman mulai 6 jam Tabel 4.12. Hal tersebut berarti tingkat kecerahan grits semakin meningkat setelah inkubasi dengan papain selama
lebih dari 6 jam.
Dari Tabel 4.12 juga terlihat bahwa nilai a bernilai positif yang berarti warna grits cenderung berwarna kemerah-merahan, dan nilai b juga positif yang
menunjukkan grits jagung cenderung berwarna kekuning-kuningan. Warna kuning pada grits jagung disebabkan oleh adanya pigmen xantofil yang terdapat
pada jagung. Xantofil termasuk pigmen karotenoid yang memiliki gugus hidroksil. Pigmen xantofil yang utama adalah lutein dan zeaxanthin, yaitu mencapai 90
dari total pigmen karotenoid di dalam jagung. Kandungan pigmen xantofil yang terdapat dalam jagung rata-rata sebesar 23 mgkg dengan kisaran 12-36 mgkg,
sedangkan total karoten rata-rata sebesar 2,8 mgkg Watson 2003. Nilai a dan b cenderung turun dengan meningkatnya konsentrasi papain pada semua waktu
perendaman. Sementara itu,
o
Hue menunjukkan warna berada pada rentang 54-90, yaitu masuk kelompok warna Yellow Red YR. Terjadinya peningkatan
o
Hue seiring dengan meningkatnya lama waktu dan konsentrasi papain menunjukkan
terjadinya pergeseran warna dari Yellow Red YR menuju ke warna Yellow Y.
Tabel 4.12 Hasil pengukuran warna grits jagung hibrida P21
Waktu Jam
Konsentrasi Nilai Parameter
L a
b ºHue
3 0.0
41,75 4,37 12,36 74,30
0.1 41,85 4,12 11,42
73,67 0.5
41,32 4,00 9,46 70,50
1.0 40,77 2,54 7,57
73,77 6
0.0 38,06 3,53 8,94
71,77 0.1
40,31 4,15 10,07 71,30
0.5 41,99 3,24 8,46
71,87 1.0
45,81 2,88 6,79 74,20
12 0.0
37,27 3,54 8,64 71,07
0.1 41,59 3,08 8,27
72,30 0.5
41,78 2,54 5,84 76,60
1.0 44,47 1,79 5,57
76,30 24
0.0 38,98 4,82 10,82
70,23 0.1
40,96 3,29 8,88 72,53
0.5 42,54 1,82 5,93
74,63 1.0
50,48 1,43 5,48 81,47
Meningkatnya nilai L dan
o
Hue seiring meningkatnya konsentrasi dan waktu inkubasi mengindikasikan terjadinya penguraian beberapa komponen penyusun
biji jagung. Hal tersebut menunjukkan enzim proteolitik telah bekerja dengan baik untuk menguraikan protein. Terdegradasinya matriks protein dalam endosperma
memungkinkan terlepasnya pigmen karotenoid. Penggunaan enzim protease telah digunakan untuk mengekstraksi karotenoid dari bahan yang mengandung protein
tinggi. Keberhasilan penggunaan bromelain oleh Dewi 1997 dan papain oleh Desiana 2000 untuk mengekstraksi karotenoid dari limbah kulit udang
merupakan contoh bekerjanya enzim protease untuk melepaskan pigmen karotenoid dari keterikatannya dalam protein. Hasil pengamatan selama proses
inkubasi menunjukkan terjadinya perubahan warna larutan perendaman dari bening menjadi kekuning-kuningan, dan menjadi bening kembali setelah
didiamkan beberapa saat di wadah terbuka merupakan petunjuk bahwa telah terjadi pelepasan pigmen karotenoid. Pigmen karotenoid bebas yang tidak larut
dalam air tersebut bersifat sangat sensitif terhadap adanya oksigen, cahaya, panas, asam dan beberapa alkali. Oleh karena itu, karotenoid pada umumnya disimpan
dalam ruangan gelap tidak ada cahaya, tidak mengandung nitrogen, dan dalam ruangan vakum dengan suhu penyimpanan -20
o
C Goodwin 1976.
4.5.2 Pengaruh Penambahan Papain Terhadap Kandungan Protein Grits
Salah satu indikator terjadinya penguraian matriks protein pada horny endosperm
adalah terjadinya penurunan kandungan protein pada grits jagung
setelah diinkubasi dengan papain. Pengaruh lama waktu perendaman dan konsentrasi papain terhadap kandungan protein grits jagung kedua varietas
disajikan pada Gambar 4.5. Terlihat terjadi penurunan kandungan protein grits jagung setelah inkubasi. Kandungan protein grits cenderung turun dengan
meningkatnya konsentrasi papain dan waktu inkubasi.
Gambar 4.5 Pengaruh waktu inkubasi terhadap kandungan protein grits jagung lokal Kodok A dan hibrida P21 B
Hasil analisis korelasi menunjukkan pengaruh waktu inkubasi dengan papain terhadap kandungan protein grits jagung lokal Kodok adalah signifikan
terjadi pada konsentrasi papain mulai 0,5 hingga 1,0 p-value keduanya lebih kecil dari 0,02 dan korelasi pearson 98,2. Di lain pihak, pengaruh waktu
inkubasi pada grits jagung hibrida P21 terhadap kandungan protein grits jagung hanya signifikan pada konsentrasi papain 1,0 p-value0,05 dan korelasi
pearson
98,4. Nilai korelasi pearson untuk kedua varietas adalah negatif yang menunjukkan bahwa bertambah lamanya waktu inkubasi maka kandungan protein
pada grits jagung akan semakin turun. Di lain pihak, hasil analisis korelasi pengaruh konsentrasi terhadap penurunan kandungan protein grits jagung lokal
Kodok tidak berbeda nyata pada berbagai lama waktu perendaman nilai p- value
0,05, sedangkan untuk grits jagung hibrida P21 pengaruh konsentrasi terhadap kandungan protein signifikan pada waktu perendaman 24 jam p-
value 0,05 dengan korelasi pearson sebesar 94,9. Hal tersebut menunjukkan
bahwa penambahan papain efektif menurunkan kandungan protein grits pada konsentrasi papain 1 dan waktu inkubasi 24 jam. Terjadinya perbedaan
pengaruh inkubasi dengan papain terhadap grits jagung varietas lokal dan hibrida tersebut menguatkan dugaan bahwa matriks protein pada jagung hibrida lebih kuat
daripada jagung lokal.
Menurunnya kandungan protein grits jagung setelah inkubasi merupakan indikasi terjadinya penguraian protein sebagai akibat bekerjanya enzim papain.
Namun demikian, efektivitas penggunaan papain baru terlihat pada konsentrasi papain 1,0 dan terjadi pada waktu perendaman 24 jam. Hal tersebut
mengindikasikan kuatnya matriks protein yang melingkupi granula pati pada bagian horny endosperm. Kuatnya matriks protein tersebut sebelumnya juga
dilaporkan oleh Martinez et al. 2006 dari hasil pengamatan dengan SEM terhadap bagian jagung keras dan jagung lunak, serta dari lamanya waktu
perendaman dengan larutan SO
2
0,1-0,4 pada proses pembuatan pati jagung
3,0 4,0
5,0 6,0
7,0 8,0
3 6
12 24
P ro
tei n
Waktu Inkubasi jam
0,0 0,1
0,5 1,0
4,0 5,0
6,0 7,0
8,0
3 6
12 24
P ro
tei n
Waktu Inkubasi Jam
0,0 0,1
0,5 1,0
yang membutuhkan waktu hingga 36 jam pada suhu 48-52
o
C Watson dan Eckhoff 2004. Kuatnya matriks protein juga ditunjukkan oleh adanya berbagai
upaya untuk melonggarkan matriks protein pada horny endosperm yang telah dilakukan, diantaranya dengan penambahan asam fosfat, asam asetat, asam sitrat,
asam sulfat dan asam klorida ke dalam air rendaman yang mengandung sulfur dioksida Du et al. 1996, penambahan asam laktat bersama-sama dengan SO
2
Haros et al. 2004, penambahan asam kuat dan asam lemah bersama-sama dengan SO
2
juga dilakukan oleh Yang et al. 2005. Namun demikian, upaya- upaya tersebut tidak berdampak signifikan terhadap percepatan waktu
perendamannya.
4.5.3 Pengaruh Penambahan Papain terhadap Kekerasan Grits Jagung
Terjadinya penguraian matriks protein dapat menurunkan kekerasan grits jagung, dan pada akhirnya dapat memudahkan penghalusan grits menjadi tepung
jagung. Pengaruh konsentrasi papain dan lama waktu inkubasi terhadap penurunan kekerasan grits dilakukan dengan mengukur kekerasan grits sebelum
dan setelah inkubasi. Hasil pengukuran kekerasan grits jagung sebagai fungsi waktu inkubasi dan konsentrasi papain ditunjukkan pada Gambar 4.6. Data hasil
pengukuran kekerasan grits jagung selengkapnya disajikan pada Lampiran 7.
A B
Gambar 4.6 Grafik pengaruh waktu inkubasi terhadap kekerasan grits jagung lokal Kodok A dan grits jagung hibrida P21 B.
Pada Gambar 4.6 di atas dapat dilihat kecenderungan terjadinya penurunan kekerasan grits jagung untuk kedua varietas seiring dengan meningkatnya
konsentrasi papain. Terjadinya peningkatan kandungan protein pada grits jagung lokal Kodok pada perendaman sampai 24 jam tanpa penambahan papain, diduga
karena terjadinya penurunan kandungan serat kasar dan abu akibat kerja enzim selulolitik dan pektinolitik yang menghidrolisa selulosa dan komponen dinding sel
pada biji jagung selama perendaman sebagaimana terjadi pada fermentasi spontan grits
jagung putih yang menurunkan kandungan serat kasar hingga mencapai 55,6 dan penurunan kandungan abu hingga 45,5 Nur-Aini 2009. Akibat
terjadinya penurunan kandungan komponen non protein pada grits jagung tersebut, secara relatif menyebabkan naiknya kandungan protein pada grits jagung
lokal. Gambar 4.6 juga memperlihatkan perbedaan pengaruh inkubasi dengan papain pada grits jagung lokal Kodok dan grits jagung hibrida P21. Kekerasan
grits
jagung setelah direndam pada konsentrasi papain 0,5 dan 1,0 selama 24 jam, turun dari 78,30 N menjadi masing-masing 43,03 N dan 25,07 N untuk grits
20 30
40 50
60 70
80 90
3 6
12 24
K e
k e
ra sa
n G
rit s
N
Waktu Inkubasi jam
0,1 0,5
1,0 30
40 50
60 70
80 90
3 6
12 24
K e
k e
ra sa
n G
rit s
N
Waktu Inkubasi Jam
0,0 0,1
0,5 1,0
jagung lokal, dan turun dari 83,61 N menjadi masing-masing 58,54 N dan 37,68 N untuk grits jagung hibrida. Penurunan kekerasan grits pada konsentrasi papain
0,5 dan 1,0 tersebut adalah 35,27 N dan 53,23 N untuk grits jagung lokal dan 25,07 N dan 45,93 N untuk grits jagung hibrida. Terjadinya penurunan tersebut
menunjukkan bukti bekerjanya enzim papain selama proses perendaman. Adapun adanya perbedaan nilai penurunan kekerasan antara kekerasan grits jagung lokal
dan hibrida tersebut menunjukkan kekuatan matriks protein pada horny endosperm
jagung hibrida lebih kuat daripada jagung lokal. Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa korelasi pearson antara
konsentrasi papain dan waktu inkubasi terhadap kekerasan grits jagung kedua varietas setelah inkubasi adalah bernilai negatif. Hal tersebut menunjukkan bahwa
semakin meningkatnya konsentrasi papain dan lama waktu inkubasi menyebabkan menurunnya kekerasan grits jagung. Hubungan antara waktu inkubasi terhadap
kekerasan grits jagung lokal menunjukkan bahwa pada konsentrasi 0,5 korelasi pearson
adalah 88,5 dan naik menjadi 96 pada konsentrasi 1 dengan p-value 0,04. Di sisi lain, korelasi signifikan antara waktu inkubasi dan kekerasan grits
jagung hibrida hanya terjadi pada konsentrasi papain 1 dengan korelasi pearson sebesar 98,2 dan p-value 0,02. Sementara itu, korelasi antara konsentrasi papain
dengan kekerasan grits jagung lokal adalah signifikan pada waktu inkubasi 12 jam hingga 24 jam dengan korelasi pearson masing-masing 94,5 dan 96,5 dengan
p-value
0,05 dan 0,04. Demikian juga, korelasi antara pengaruh konsentrasi papain terhadap kekerasan grits jagung hibrida adalah signifikan pada waktu
inkubasi 12 dan 24 jam dengan nilai korelasi pearson masing-masing 96,8 dan 96,5 dan p-value 0,03 dan 0,04. Berdasarkan hasil-hasil tersebut, maka
penentuan kondisi optimum inkubasi akan dilakukan pada rentang waktu 12 hingga 24 jam dan konsentrasi papain pada rentang 0,5 hingga 1,0.
Efektifitas perendaman dalam enzim papain untuk melunakkan grits jagung dapat dilihat dari hubungan antara penurunan kandungan protein grits dengan
penurunan kekerasan grits jagung setelah proses inkubasi. Apabila penurunan kekerasan grits berbanding lurus dengan penurunan kandungan protein grits
sejalan dengan naiknya konsentrasi enzim dan lama waktu perendaman, maka terbukti bahwa terjadinya pelunakkan grits adalah sebagai akibat penguraian
protein grits jagung oleh kerja enzim papain. Hubungan antara kekerasan dan kandungan protein grits jagung setelah inkubasi dengan papain disajikan pada
Gambar 4.7.
A B
Gambar 4.7 Grafik hubungan antara kekerasan dan kandungan protein grits jagung A lokal Kodok dan B hibrida P21
y = 9,5924x - 5,2839
R² = 0,9221
20
30
40 50
60 70
80
3 4
5 6
7 8
K ek
er as
an Gr
it s
N
Kandungan Protein Grits
y = 9,5503x + 1,1729 R² = 0,9135
30 40
50
60 70
80
4 5
6 7
8
K ek
er as
an Gr
it s
N
Kandungan Protein Grits